Menguak Nilai Universal di Balik Cerita Bima, Arjunawiwaha, Hanuman, dan Garudeya

Menguak Nilai Universal di Balik Cerita Bima, Arjunawiwaha, Hanuman, dan Garudeya

Gaya Hidup | netralnews.com | Rabu, 8 Juni 2022 - 13:01
share

MALANG, NETRALNEWS.COM - Sepertinya sejak zaman dulu sudah diajarkan oleh nenek moyang kita, bahwa tidak ada sukses yang diperoleh secara instan. Semuanya, dibutuhkan usaha. Bahkan bisa jadi berkalang nyawa.

Berikut ini ada pelajaran yang bisa kita petik dari beberapa relief di percandian Jawa Timur, seperti: cerita Bima, Arjunawiwaha, Hanuman, dan Garudeya.

Bima dianggap telah mencapai status dewa. Cerita Bimasuci menceritakan Bima yang telah mencapai ilmu tertinggi atau kebenaran tertinggi. Cerita Bima Suci dapat dijumpai di relief di Candi Sukuh.

Ada tiga tahap dalam cerita Bimasuci ini.

Pertama, Seorang tokoh Drona (kadang disebut Durna, red), yang merupakan guru Pendawa dan Kurawa, mengutus Bima salah satu dari Pendawa tadi untuk mencari air suci atau air kehidupan di Gunung Candramuka.

Kedua, dalam perjalanannya Bima bertemu dengan dua raksasa (Rukmuka dan Rukmakala) dan bertarung dengan mereka. Bima dapat mengalahkan kedua raksasa yang sebenarnya adalah jelmaan Dewa Indra dan Dewa Bayu.

Dan ketiga, Bima menuju dasar samudra dan bertemu Dewaruci. Bima kemudian dapat menyatu dengan dewa ini dengan memasuki telingannya. Dan akhirnya, dia bisa menemukan hakekat air kehidupan setelah berada di dalam tubuh dewa ini.

Cerita kedua, Cerita Arjunawiwaha, direliefkan di tujuh kepurbakalaan Jawa Timur yaitu di Candi Jago, Surawana, Kedaton, Goa Pasir, dan di tiga bangunan punden berundak di Gunung Penanggungan.

Pada dasarnya Cerita Arjunawiwaha ini terdiri dari tiga tahap.

Tahap pertama, Arjuna melakukan tapa brata di Gunung Indrakila.

Tahap kedua, Arjuna melakukan peperangan melawan para gandarwa yang dipimpin oleh Raksasa Niwatakawaca.

Dan tahap ketiga, Arjuna mendapat hadiah dengan dibolehkan tinggal di surga untuk sekian waktu dan dinikahkan dengan tujuh bidadari surga.

Cerita ketiga, Relief tentang Hanuman bisa dilihat di Candi Penataran. Relief Hanuman tersebut sebenarnya juga menunjukkan tiga tahapan.

Pertama, Hanuman adalah utusan Rama. Hanuman mencari Dewi Sinta yang telah diculik oleh Rahwana. Hanuman mendatangi istana Rahwana, raja Kerajaan Alengka.

Setelah mengobrak-abrik Kerajaan Alengka, Hanuman berhasil membawa pulang Dewi Sinta untuk dipersembahkan Kembali ke Rama.

Kedua, ketika Rama dipertemukan dengan Sinta istrinya, ia memerintahkan istrinya agar mensucikan diri lebih dahulu karena telah tinggal lama dengan musuh.

Rama juga mengatakan tidak mau menjadi suaminya lagi, lebih baik Sinta bersuamikan Laksmana, Wibbisana, atau Bharata. Rama, Laksmana, Wibisana dan Bharata adalah putra dari Raja Dastarata di Kerajaan Ayodya.

Kecewa dengan keputusan Rama, akhirnya Sinta bertekat akan membakar dirinya, tetapi ketika masuk ke dalam api, ia berubah menjadi bunga teratai emas. Sedangkan Dewa Agni dan Siwa menampakkan diri menyakinkan Rama bahwa istrinya tetap setia dan masih suci.

Ketiga, akhirnya Rama menerima Sinta dan kembali ke Ayodhya disertai para sahabatnya dan diterima dengan meriah oleh Bhatara dan rakyat Ayodhya.

Dan keempat, Cerita Garudeya dapat dijumpai di Candi Kidal. Ada tiga fragmen relief Garuda di Candi Kidal yang sebenarnya juga menunjukkan tiga tahapan.

Pertama, fragmen relief Garuda sedang menyangga tiga ekor ular pada bahunya. Ini menggambarkan terjadinya perbudakan. Wanita menjadi budak.

Kedua, fragmen relief Garuda sedang nyunggi (menaruh di atas kepalanya) kendi. Garuda mencari amertha sari agar bisa membebaskan ibunya. Dewa Wisnu berjanji akan memberikan amertha sari pada Garuda asalkan Garuda mau menjadi tunggangannya.

Garuda pun menyanggupi hal tersebut. Relief kedua melambangkan penebusan untuk lepas dari perbudakan.

Ketiga, fragmen relief Garuda menggendong ibunya. Relief ketiga ini melambangkan kelepasan dari perbudakan.

Jadi, cerita Bima, Arjuna, Hanuman, dan Garuda di atas merupakan cerita pembebasan jiwa yang merupakan versi Hindu. Dan itu sangat popular di kalangan masyarakat pada masa akhir percandian Jawa Timur.

Sebenarnya, tentang kelepasan atau pembebasan itu juga telah terdapat dalam versi Budha. Di Candi Jago sudah jelas contohnya yaitu Kunjarakarna yang sedang mencari pembebasan jiwa dengan bimbingan Wairocana.

Dan cerita kelepasan versi Budha ini juga popular saat itu. Yang intinya, dalam cerita-cerita seperti itu adalah bahwa akhirnya akan mencapai kebahagiaan.

Yang bisa kita petik dari cerita-cerita di atas adalah semacam power words yang umum kita kenal: Berakit ke hulu, berenang ke tepian.

Seneng yaaa , kalau bahagia pada akhirnya.

Penulis: Susanto Yunus Alfian

Alumni Program Doktor Teknologi Pembelajaran Universitas Negeri Malang.

Topik Menarik