Tumbal Nyawa dan Pertentangan Antar Wangsa Iringi Suksesi Tahta Pendiri Majapahit

Tumbal Nyawa dan Pertentangan Antar Wangsa Iringi Suksesi Tahta Pendiri Majapahit

Gaya Hidup | BuddyKu | Sabtu, 4 Juni 2022 - 08:29
share

TRADISI raja yang menurunkan tahtanya kepada anaknya dari permaisuri berbuah petaka awal bagi Kerajaan Majapahit. Saat itu sepeninggal Raden Wijaya, tahta kerajaan jatuh pada Jayanagara yang merupakan anak laki-laki dari Raden Wijaya.

Raden Wijaya sendiri wafat pada 1231 saka atau 1309 Masehi dengan meninggalkan lima orang istri dan tiga orang anak, terdiri dari satu anak laki-laki yakni Jayanagara, dan dua anak perempuan Tribhuwana Tunggadewi dan Dyah Wiyah Rajadewi. Petaka awal pun muncul karena kecemburuan pejabat Kerajaan Majapahit lainnya yang tak memberikan tahta kepadanya.

Ketidakpuasan para pendukung Wangsa Rajasa terutama teman-teman seperjuangan Kertarajasa Jayawardhana atau Raden Wijaya pun muncul. Sebagaimana dikisahkan pada buku "Arya Wiraraja dan Lamajang Tigang Juru : Menafsir Ulang Sejarah Majapahit Timur" dari Mansur Hidayat", sejumlah pejabat Majapahit mengajukan protes dan ketidakpuasan pengangkatan Jayanagara sebagai raja selanjutnya Majapahit.

Mahapatih Nambi yang merupakan seorang teman setia Raden Wijaya yang bersama-sama melewati pahit manisnya mendirikan Kerajaan Majapahit tak menyukai pengangkatan ini. Sikap mahapatih ini juga didukung oleh teman-teman seperjuangannya yang merupakan para pejabat istana Majapahit.

Para pejabat Majapahit di masa Raden Wijaya seperti Pamandana, Mahesa Pawagal, Panji Anengah, Panji Samara, Panji Wiranagari, Jaran Bangkal, Jangkung, Teguh, dan Emban. Belum lagi ada tujuh dharmaputra atau pangalasan wineh suka yang merupakan pegawai tinggi yang sangat diistimewakan di masa Raja Raden Wijaya, juga merasa kurang menyukai pengangkatan ini.

Topik Menarik