Pariwisata Pujon Populer sejak Masa Kolonial

Pariwisata Pujon Populer sejak Masa Kolonial

Gaya Hidup | netralnews.com | Jum'at, 27 Mei 2022 - 14:16
share

MALANG, NETRALNEWS.COM - Keindahan alam Pujon bukan baru-baru ini saja dinikmati untuk banyak orang karena memang sejak masa Kolonial sekitar akhir abad ke-19 hingga awal abad ke-20, Pujon (kadang ditulis Poedjon, red ) sudah menjadi salah satu tempat liburan pilihan populer orang-orang Belanda.

Namun, perbedaannya dengan sekarang, siapa saja boleh datang untuk berpariwisata dan menikmati keindahan alam di Pujon. Karena, pada masa Kolonial yang bisa mendatangi Pujon kebanyakan hanya orang dari Eropa sedangkan Bumiputera yang berwisata hanya mereka yang memiliki cukup uang dan juga memiliki jabatan di pemerintahan Belanda.

Untuk sekarang, Pujon membangun beberapa destinasi wisata yang dapat dinikmati oleh siapapun dengan segala macam penunjangnya.

Sedangkan dulu, pada masa Kolonial Belanda, Destinasi wisata di Pujon terkenal sebagai tempat yang menyajikan keindahan alamnya. Selain itu juga menjadi menjadi destinasi wisata penginapan berupa hotel.

Dalam buku Vacantie in de Bergen; Schetsen van het Landschap en de Flora karangan S.J Geerts Ronner dan terbit tahun 1927, dijelaskan tentang tanaman-tanaman dan pemandangan indah yang dapat kita lihat jika berada di Pujon mulai dari kebun kopi, sawah, ladang dan pegunungan.

Bukti lainnya terdapat di beberapa majalah, salah satunya di majalah Weekblad Voor Indie nomor 16 tahun 1916 yang memuat tulisan tentang perbatasan pegunungan Malang. Juga, menceritakan tentang perjalanan dari Surabaya ke Malang dan jalur ke Pujon melewati Radjeg Wesi, serta menceritakan tentang Hotel Justina yang memiliki dapur paling bersih di Malang.

Membahas keindahan alam dan potensinya pada masa Kolonial, ada beberapa destinasi wisata di antaranya, dua air terjun atau biasa disebut dengan coban yang sangat populer dan menjadi tempat paling sering didatangi.

Coban tersebut ialah Coban Rondo dan Coban Tretes. Ada juga pemandian yang berada di Lebaksari yang dulunya bernama Pemandian Wilhelmina

Coban Rondo merupakan Coban yang terletak di Dusun Sebaluh Desa Pandesari dengan ketinggian 84 meter. Coban Rondo ini sekitar tahun 1910-1920-an masih sangat rimbun dan akses menuju air terjunnya pun terbilang cukup sulit.

Untuk menuju ke sana, hanya bisa dengan berjalan kaki atau berkuda. Jadi, pada masa itu kebanyakan yang datang ke Coban Rondo ini hanya orang yang menyewa kuda atau memang orang yang hobby berpetualang.

Sedangkan Coban Tretes merupakan Coban yang berada di Desa Bendosari yang terletak di tepi jalan menuju Ngantang. Coban ini juga sering dikunjungi wisatawan pada masa Kolonial karena akses yang tidak terlalu sulit, bahkan keindahan air terjunnya bisa dinikmati dari dalam mobil karena memang cukup dekat dengan jalan raya.

Dengan hanya melewati jembatan dan beberapa meter persawahan sudah sampai tepat di bawah air terjun atau coban tersebut. Coban ini sekarang sering disebut dengan Coban Grojogan Sewu.

Selain itu, ada juga air terjun. Para wisatawan datang ke Pemandian Lebaksari yang dulunya bernama Pemandian Wilhelmina yang berada di Dusun Lebaksari Desa Ngroto. Selain sebagai tempat berendam dan beristirahat, Lebaksari atau Wilhelmina juga digunakan untuk tempat berburu kumbang dan kijang.

Selain ketiga destinasi wisata di atas, sebenarnya siapapun yang pergi ke Pujon dengan tujuan apapun, pasti bisa melihat keindahan alam Pujon walau tanpa ada niatan berwisata.

Hal ini dikarenakan Pujon sendiri sudah ada di dataran tinggi sehingga ketika pergi ke Pujonmelewati jalanan Radjeg Wesi, kita akan disuguhkan dengan pemandangan indah kota Batu (saat ini) dari atas. Selain itu, Pujon juga di kelilingi oleh beberapa gunung dan bisa dinikmati sepanjang perjalanan di Pujon.

Untuk menunjang adanya wisata atau tempat liburan, orang-orang Belanda membangun hotel dan menyewa rumah-rumah warga milik Belanda yang layak dijadikan tempat menginap bagi tamu jauh yang datang ke Pujon.

Pada masa itu, ada empat hotel yang digunakan untuk penginapan. Hotel tersebut antara lain Hotel Justina atau biasa disebut Huize Justina yang berada di Desa Pujonlor.

Menurut buku panduan Handbook voor Cultuur-en Handelsondernemingen in Nederlandsch Indie yang terbit tahun 1905, hotel ini menggunakan sistem paviliun.

Ada juga Hotel Pujon yang terletak di sekitar Dusun Sebaluh. Sistem yang digunakan sama dengan Hotel Justina yakni sistem paviliun. Perbedaanya, hotel Pujon ini sudah memiliki agen di Malang yakni Marinus Jansen, pemilik hotel Jansen atau Marinus Jansen yang berada di Malang Kota, tepatnya di sebelah selatan alun-alun Kota Malang.

Ada juga Hotel Terminus atau Europa yang terletak di sebelah barat lapangan Pujonlor. Pemilik hotel ini adalah pasangan Antonia Julia Kribben dan Wilhelmus Eduard Reijnaert.

Dan ada juga Hotel Lebaksarie yang terletak di dekat pemandian Lebaksari atau Wilhelmina.

Demikian sedikit sejarah tentang pariwisata di Pujon. Bangunan-bangunan yang tertulis diatas seperti hotel dan rumah-rumah Belanda, untuk saat ini sudah tidak ada, bahkan jejaknya pun tidak ada. Kalau menurut cerita warga setempat, bangunan-bangunan itu di bumihanguskan oleh tentara Jepang.

Jadi, jejak-jejak sejarahnya tidak ada sama sekali, kecuali arsip-arsip yang kebanyakan berada di Kearsipan Nasional yang ditulis orang-orang Belanda dan menggunakan bahasa Belanda.

Yang tersisa mungkin keindahan alam seperti Coban Rondo, Coban Tretes dan Pemandian Wilhelmina atau Lebaksari walau mungkin sekarang sudah terjadi perubahan dengan adanya fasilitas yang lebih memadai seiring kemajuan zaman.

Penulis : Muhibatul Amalia

Mahasiswa Sejarah Universitas Negeri Malang

Topik Menarik