Dinamika Politik pada Masa Demokrasi Liberal 1949-1959

Dinamika Politik pada Masa Demokrasi Liberal 1949-1959

Gaya Hidup | netralnews.com | Rabu, 11 Mei 2022 - 11:41
share

SEMARANG, NETRALNEWS.COM - Perkembangan bangsa Indonesia telah mengalami banyak perubahan baik secara konstitusi maupun sistem pemerintahan.

Demokrasi liberal pertama kali dikemukakan pada Abad Pencerahan oleh penggagas teori kontrak sosial seperti Thomas Hobbes, John Locke, dan JeanJacques Rousseau.

Semasa Perang Dingin, istilah demokrasi liberal bertolak belakang dengan komunisme ala Republik Rakyat. Demokrasi Liberal adalah sistem politik yang melindungi secara konstitusional hak-hak individu dari kekuasaan pemerintah.

Nama lain dari demokrasi liberal adalah demokrasi parlementer. Pelaksanaan pemerintahan pada masa Demokrasi Liberal Indonesia berlangsung pada tahun 1950 hingga 1959. Setelah kembali menjadi negara kesatuan, keadaan politik Indonesia menganut sistem demokrasi liberal, dengan pemerintahan parlementer.

Dalam demokrasi liberal, keputusan mutlak diberlakukan pada sebagian besar bidang-bidang kebijakan pemerintah yang tunduk pada pembatasan-pembatasan agar keputusan pemerintah tidak melanggar kemerdekaan dan hak-hak individu seperti tercantum dalam konstitusi.

Demokrasi liberal yakni sebutan bagi masa pemerintahan Presiden Soekarno yang melindungi hak-hak individu dari kekuasaan pemerintah. Lebih lanjut demokrasi liberal (atau demokrasi konstitusional) adalah sistem politik yang melindungi secara konstitusional hak-hak individu dari kekuasaan pemerintah.

Dalam penerapannya, tentunya banyak aspek yang perlu dikaji, termasuk aspek politik. Lalu, apa saja sih seluk-beluk politik dari demokrasi liberal itu sendiri?

Banyak Pergantian Kabinet

Sistem politik masa demokrasi liberal banyak mendorong berkembangnya partai-partai politik, karena demokrasi liberal menganut sistem multi partai.

Keberadaan partai-partai politik pada pemerintahan Indonesia sedang menduduki masa panas-panasnya.

Partai besar pada masa demokrasi liber antara lain Partai Nasional Indonesia (PNI), Nahdlatul Ulama (NU), Masyumi, dan Partai Komunis Indonesia (PKI).

Pada masa ini, telah terjadi pergantian kabinet di mana partai-partai politik terkuat yang mengambil alih kekuasaan. Partai terkuat dalam parlemen saat itu adalah PNI dan Masyumi.

Terjadi tujuh kali pergantian kabinet dalam masa demokrasi liberal. Susunan kabinet pada masa demokrasi liberal adalah sebagai berikut:

1. Kabinet Natsir (6 September 1950 - 21 Maret 1951)

2. Kabinet Sukiman (27 April 1951 - 3 April 1952)

3. Kabinet Wilopo (3 April 1952 3 - Juni 1953)

4. Kabinet Ali Sastroamijoyo I (31 Juli 1953 - 12 Agustus 1955)

5. Kabinet Burhanuddin Harahap (12 Agustus 1955 - 3 Maret 1956)

6. Kabinet Ali Sastramojoyo II (20 Maret 1956 - 4 Maret 1957)

7. Kabinet Djuanda (9 April 1957 - 5 Juli 1959)

Pada masa ini terjadi pergantian kabinet, partai-partai politik terkuat mengambil alih kekuasaan.

Dua partai terkuat pada masa itu yaitu PNI dan Masyumi silih berganti memimpin kabinet.

Hampir setiap tahun terjadi pergantian kabinet. Masa pemerintahan kabinet tidak ada yang berumur panjang, sehingga masing-masing kabinet yang berkuasa tidak dapat melaksanakan seluruh programnya. Alasan utamanya disebabkan karena adanya perbedaan kepentingan antar partai yang ada.

Pemilu I

Demokrasi Liberal juga berhasil mencatatkan sejarah baru, yaitu Pemilu 1955 yang dilaksanakan pada kabinet Burhanudin Harahap. Pemilu I yang diselenggarakan pada tahun 1955 dilaksanakan dua kali, yaitu:

1. Tanggal 29 September 1955 untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat atau Parlemen.

2. Tanggal 15 Desember 1955 untuk memilih anggota Dewan Konstituante (Dewan Pembentuk Undang-Undang Dasar).

Pemilu yang pertama kali tersebut berhasil diselenggarakan dengan aman, lancar, jujur dan adil serta sangat demokratis.

Pemilu 1955 bahkan mendapat pujian dari berbagai pihak, termasuk dari negara-negara asing. Pemilu ini diikuti oleh lebih 30-an partai politik dan lebih dari seratus daftar kumpulan dan calon perorangan.

Dekrit Presiden 1959

Terakhir, situasi politik era Demokrasi Liberal ditutup dengan Dekrit Presiden 1959 yang terjadi karena kegagalan dari Badan Konstituante dalam menetapkan Undang-Undang Dasar (UUD) baru pengganti UUD Sementara 1950.

Kehidupan politik semakin buruk sehingga mengancam persatuan dan kesatuan bangsa.

Di daerah-daerah terjadi pemberontakan merebut kekuasaan. Partai-partai yang mempunyai kekuasaan tidak mampu menyelesaikan persoalan.

Soekarno dan TNI tampil untuk mengatasi krisis yang sedang melanda Indonesia dengan mengeluarkan Dekrit Presiden untuk kembali ke UUD 1945. Isi dekrit ini adalah sebagai berikut:

1. Pembubaran Konstituante.

2. Berlakunya UUD 1945.

3. Akan dibentuk Majelis Permusyawaratan Rakyat.

Keluarnya Dekrit Presiden dilatarbelakangi dengan kegagalan Badan Konstituante dalam menetapkan UUD baru sebagai pengganti UUDS 1950.

Badan Konstituante adalah lembaga yang sebuah dewan perwakilan yang bertugas untuk membentuk konstitusi baru bagi Indonesia untuk menggantikan Undang-Undang Dasar Sementara 1950.

Alasan mengapa UUDS 1950 harus diganti karena pada masa itu sering terjadi pergantian perdana menteri dan kabinet sehingga menimbulkan ketidakstabilan politik.

Demokrasi Liberal memiliki dampak positif yaitu sebagai alat pemersatu bangsa yang melindungi hak-hak individu setiap warga negara Indonesia, sehingga dengan demikian segala hak rakyatnya dapat terjaga dan terpenuhi.

Selain itu dalam demokrasi liberal dapat menghidupkan suasana demoratis di Indonesia. Setiap warga berhak berpartisipasi dalam politik, antara lain mengkritik pemeritah, dan mendirikan partai politik.

Kemudian, mencegah kekuasaan presiden yang terlalu besar karena wewenang pemerintah dipegang oleh partai yang berkuasa. Sistem pemerintahan ini menetapkan bahwa kabinet atau para menteri bertanggung jawab kepada parlemen.

Sistem kabinet parlementer juga menerapkan sistem pemungutan suara yang digunakan dalam pemilu, mosi, dan demonstrasi sebagai bentuk rakyat dalam mengekspresikan hak untuk ikut serta dalam berpolitik.

Selain itu, adanya sistem multipartai pada masa ini menyebabkan terciptanya golongan mayoritas dan minoritas dalam masyrakat, serta adanya sikap mementingkan kepentingan golongan partai politik masing-masing daripada kepentingan bersama.

Penulis: Fiqi Akhmad Fauzi

Pegiat @internum.id dan Mahasiswa Aktif Universitas Negeri Semarang

Topik Menarik