Mengungkap Ritual `Menjijikkan` Raja Kertanegara

Mengungkap Ritual `Menjijikkan` Raja Kertanegara

Gaya Hidup | netralnews.com | Jum'at, 15 April 2022 - 15:56
share

JAKARTA, NETRALNEWS.COOM - Kertanegara (kadang disebut juga Kertanagara, red ) mengadakan ritual tantrayana dengan sangat menjijikkan. Itu, kalau dilihat dari kacamata sekarang.

Tetapi kalau dilihat dari konteks saat itu, upacara tersebut sangat reasonable . Mengapa?

Upacara tantrayana yang dilakukan Kertanegara sangatlah ekstrim. Melakukan pesta minuman keras sampai mabuk, dan melakukan hubungan badan.

Tantrayana berasal dari kata tan yang berarti mengeluarkan kesaktian dan kekuatan dewa. Melakukan Tantrayana berarti mengucapkan mantra-mantra khusus, mengadakan upacara dan memuja secara total.

Upacaranya diadakan di bangsal perempuan. Semua pejabat menggunakan topeng supaya wajah mereka tidak bisa diidentifikasi. Mereka selalu berpasangan dengan perempuan dan meneguk minuman keras sampai mabuk. Kemudian mereka melakukan hubungan badan.

Upacara ekstrim seperti itu tentu sangat berdasar. Tidak serta-merta melakukannya tanpa dasar. Konteks saat itu harus dipelajari dan didalami supaya kita bisa menafsirkan apa yang telah dilakukan oleh Kertanegara tersebut.

Konteks politik, sosial dan budaya menjadi kacamata kita untuk meneropong upacara yang menjijikkan tersebut. (maaf, kata menjijikkan digunakan di sini, kalau kita menjebakkan diri dalam presentisme).

Untuk memperkuat Kerajaan Singasari dalam rangka menghadapi ancaman dari dalam negeri dan luar negeri, Kertanegara melakukan Ekspidisi Pamalayu dan ekspidisi lainnya, serta mengkonsolidasi seluruh nusantara. Itu adalah langkah politis.

Selain langkah politis, langkah magis-religius telah ditempuh juga oleh Kertanegara. Dia memperkuat keyakinannya dengan melakukan ritual tantrayana yang ekstrim tersebut.

Bahkan langkah magis-religius ini juga terlihat dari Patung Joko Dolog yang di lapiknya juga ada prasasti.

Di tahun 1817, patung ini dipindahkan dari Wurare di Mojokerto oleh Residen Baron A.M. Th. de Salis, dan saat ini terletak di Jalan Taman Apsari, Surabaya. Selain disebut patung Joko Dolog, juga disebut Prasasti Wurare yang memang karena ada prasasti di lapiknya.

Patung Joko Dolog tersebut menarik. Mengapa?

Patung Joko Dolok ini dipersembahkan dalam bentuk Mahksobhya. Memang, Kertanegara diyakini sebagai yang telah menyatu dengan Mahaksobya dan yang menggambarkan konsep dewa raja.

Patung perwujudan Kertanegara sebagai Aksobya ini tidak nampak seperti patung-patung Budha lainnya yang ada di Jawa. Patung Joko Dolok tidak memiliki rn, usnsa, dan bentuk badan yang ideal.

Kalau kita perhatikan, Patung Joko Dolok ini memiliki bentuk badan yang lebar dan gemuk, serta berkepala gundhul dianggap sebagai simbol pencegahan kehancuran.

Kertanagara adalah penganut Siwa sekaligus penganut Budha dan tenntunya sebagai sarana mistis untuk menghancurkan musuh-musuh Kerajaan Singasari. Prasasti Wurare menyebut Kertanegara dengan gelar Sri Jnanasiwawajra atau Sri Jinasiwawajra.

Nama Sri Jnanasiwawajra tersebut memiliki unsur kata Siwa. Siwa adalah perlambang bagi seorang pemimpin perang. Jnana menunjukkan elemen Budha. Jadi dia menjadi penganut Siwa dan sekaligus Budha.

Tentang Kertanagara mempunyai dua kepercayaan ini terdapat dalam Negarakertagama pupuh 56 bait kesatu.

Kertanagara yakin bahwa masa pemerintahannya berada dalam zaman Kaliyuga, karena ada ancaman potensial pemberontakan dalam negeri dan ancaman dari Mongol.

Tentang permberontakan-pemberontakan tersebut, bisa kita lihat sebagian di Negarakertagama . Negarakertagama pupuh 41 bait 5 berbunyi: Tersebut Sri Baginda Kertanagara membinasakan perusuh, penjahat, bersama Cayaraja, musnah pada tahun Saka 1192, Tahun (1197).

Dan dalam Negarakertagama pupuh 42 bait 1 berbunyi: Tahun Saka 1202 Baginda raja memberantas penjahat, Mahisa Rangga, karena jahat tingkahnya dibenci seluruh negara.

Itu adalah ancaman penghancur dari dalam negeri. Lalu seperti apa ancaman dari luar negeri yang potensial itu?

Kekaisaran Mongol telah menyerang dan menghancurkan kerajaan-kerajaan dari Korea di timur hingga ke Eropa di barat. Mereka membinasakan kekuasaan di seluruh wilayah itu.

Tentu ancaman Kekaisaran Mongol itu telah diantisipasi oleh Kertanegara.

Tahun 1292 Masehi merupakan tahun peristiwa besar bagi kerajaan Singosari, karena ada peristiwa Meng-qi yang mengindikasikan adanya rencana kedatangan, penyerbuan pasukan Mongol.

Men Shi atau Meng-qi tahun 1289 Masehi telah datang dan membawa pesan supaya Kertanagara tunduk dan mengakui Sang Kekaisaran Agung Mongol, Kubilai Khan. Kertanegara menolak dengan tegas. Bahkan isyarat itu ditunjukkan dengan melukai utusan Mongol tersebut.

Penobatan Sri Kertanegara sebagai Jina (Budha Agung) dengan dilambangkan oleh patung atau arca Mahaksobhya atau Joko Dolog dan juga melakukan upacara tantris yang ekstrim itu menjadi sarana yang diyakini ampuh untuk menghadapi berbagai ancaman internal dan eksternal.

Jadi usaha magis-religius dan bahkan cara mistis yang dilakukan oleh Kertanegara tersebut diyakini dapat menjadi sarana untuk tolak bala (penangkal bencana, red). Itulah sarana tolak bala yang dilakukan oleh Kertanegara. Sesuai dengan zamannya, siiihhh .

Kalau sarana tolak bala untuk zaman sekarang, apa ya ?

Penulis: Susanto Yunus Alfian

Sejarawan

Topik Menarik