Tes Psikologi Gangguan Jiwa Lewat Internet, Ini Saran dari Dokter Kejiwaan dr Andri SpKJ
Sejak penggunaan internet semakin massif dan media sosial seakan telah menjadi realitas tertambah, banyak dampak atau fenomena baru muncul. Salah satunya adalah kebiasaan mendiagnosa diri sendiri (self-diagnosis) lewat informasi di internet.
Tidak cuma mendiagnosa penyakit fisik, banyak pula orang yang mendiagnosa gangguan kesehatan mentalnya berdasarkan sumber yang ada di internet.
Padahal, cara demikian sangat berbahaya karena berisiko membuat penyakit yang diderita malah semakin memburuk.
Menurut dr Andri, Sp.KJ, FAPM, dokter spesialis Kedokteran Jiwa atau psikiatri di Rumah Sakit Omni Tangerang, self diagnosis hanya untuk menjelaskan kepada diri sendiri bahwa kita mungkin ada masalah kesehatan jiwa.
"Untuk konfirmasi diagnosisnya tetap dilakukan oleh psikolog atau ahli kejiwaan. Mengapa? Karena mendiagnosis itu perlu pengalaman praktik klinis," ujarnya, disimak Indozone melalui video yang diunggah di Instagram, Jumat (25/3/2022).
Andri bilang, meskipun internet banyak menyajikan informasi mengenai penyakit beserta gejala-gejalanya, tetap saja konfirmasi diagnosis penyakit mental harus dilakukan oleh ahli.
"Karena gak cuma asal tahu, tapi juga harus mengetahui penjelasan bagaimana proses terjadinya supaya gak berlarut-larut, atau bagaimana terapinya supaya lebih stabil. Kalau mengalami masalah kejiwaan, datanglah ke ahli terdekat. Jangan mendiagnosis sendiri, apalagi membeli obat sendiri. Sangat bahaya. Karena yang mau diobati itu pikiran, perasaan, dan perilaku," katanya.
Seorang tenaga profesional kejiwaan pun tetap harus mengorek seluk-beluk masalah kejiwaan seseorang sebelum mendiagnosa.
"Makanya kalau ke psikolog jangan bohong, jangan ada yang ditutupi," saran Andri.
Dikutip dari hellosehat, berikut empat bahaya self diagnosis yang harus kamu tahu.
1. Diagnosis yang salah
Beberapa gangguan kesehatan bisa memiliki gejala yang serupa. Contohnya, kamu sering batuk. Batuk bisa jadi tanda berbagai masalah kesehatan, mulai dari flu, gangguan di saluran napas, bahkan gangguan asam lambung.
Kalau kamu tak mengunjungi dokter dan memutuskan untuk mengira-ngira apa yang terjadi pada diri kamu, bisa jadi perkiraan tersebut meleset dari yang sebenarnya.
Akibatnya, kamu tak mendapatkan pengobatan yang tepat.
2. Gangguan kesehatan yang lebih serius tidak terdeteksi
Gejala psikologis yang kamu alami bisa jadi merupakan dampak dari masalah kesehatan fisik.
Misalnya, apa yang kamu kira sebagai gangguan panik mungkin diakibatkan oleh detak jantung tidak beraturan atau masalah pada kelenjar tiroid.
Pada kasus lain, tumor otak dapat memengaruhi bagian otak yang mengatur emosi dan kepribadian.
Orang yang melakukan self diagnosis mungkin mengira dirinya sedang mengalami gangguan kepribadian, padahal ada tumor berbahaya yang bersarang di otaknya.
3. Salah minum obat
Jika kamu menetapkan diagnosis yang keliru, kemungkinan besar pengobatannya juga akan salah.
Risiko terhadap kesehatan pun bertambah besar jika kamu mengonsumsi obat secara asal atau menjalani metode pengobatan yang tidak disarankan secara medis.
Sekalipun ada obat yang mungkin tidak berbahaya, minum obat secara keliru tidak akan menyembuhkan keluhan yang kamu rasakan.
Misalnya, obat antidepresan tidak akan mampu mengatasi gejala depresi jika penyebabnya adalah tumor pada otak.
4. Memicu gangguan kesehatan yang lebih parah
Self diagnosis terkadang dapat memicu timbulnya gangguan kesehatan yang sebenarnya tidak kamu alami.
Sebagai contoh, saat ini kamu mengalami insomnia atau stres berkepanjangan. Masalah sebenarnya bukanlah gangguan psikologis, seperti depresi.
Namun, semua informasi yang kamu terima dari sekitar, selain dokter, menyatakan bahwa insomnia dan stres yang kamu alami menandakan masalah depresi dan gangguan tidur.
Jika kamu terus merasa khawatir, kamu malah berisiko mengalami depresi yang tadinya tidak ada.
Perilaku mendiagnosis diri sendiri tidak hanya menimbulkan kekeliruan, tapi juga berbahaya bagi kesehatan.
Jika tidak disikapi dengan bijak, informasi kesehatan yang seharusnya bermanfaat justru bisa menimbulkan kekhawatiran berlebihan.
Saat mengalami gejala suatu penyakit, yang perlu kamu lakukan adalah berkonsultasi dengan dokter untuk mengetahui penyebab pastinya.
Hindari self diagnosis dan sampaikan semua kekhawatiran yang kamu rasakan agar dokter dapat menentukan diagnosis dengan tepat.
Artikel Menarik Lainnya:
Kerap Dilakukan, 3 Kebiasaan Ini Ternyata Picu Gangguan Mental
Lagi Tren Self-Diagnosis Kesehatan Jiwa di Kalangan Muda, Ini Bahayanya Menurut Psikolog
Gangguan Bipolar: Apa Saja Jenis-jenisnya dan Bagaimana Cara Mengenalinya?







