Pekerja Migran Hasilkan Rp253,3 Triliun, Wajib Dapat Perlindungan Aman dan Adil

Pekerja Migran Hasilkan Rp253,3 Triliun, Wajib Dapat Perlindungan Aman dan Adil

Ekonomi | okezone | Senin, 15 Desember 2025 - 14:10
share

JAKARTA - Pekerja migran Indonesia (PMI) masih menghadapi risiko tinggi, mulai dari biaya penempatan yang mahal hingga ancaman tindak pidana perdagangan orang. Untuk itu, pemerintah mengkaji penyempurnaan regulasi agar tata kelola penempatan dan perlindungan pekerja migran lebih aman, adil, dan berkelanjutan, sehingga setiap calon pekerja dapat bekerja di luar negeri melalui jalur prosedural tanpa khawatir menjadi korban praktik ilegal.

Kementerian Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat (Kemenko PM) menjaring masukan strategis dari pemangku kepentingan terkait seiring rencana penyempurnaan dan pembaharuan Peraturan Presiden tentang Pekerja Migran.
Terkait hal tersebut, Kemenko PM menyelenggarakan Lokakarya Konsultasi kedua yang melibatkan Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI) dan Balai Latihan Kerja/Lembaga Pelatihan Kerja (BLK/LPK) di Jakarta. 

​"Perpres 130 Tahun 2024 telah memformulasikan komitmen negara untuk memperkuat pelindungan, namun evaluasi menunjukkan adanya tantangan struktural, termasuk praktik overcharging dan maraknya migrasi non-prosedural yang meningkatkan kerentanan PMI terhadap penipuan dan tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Oleh karena itu, diperlukan regulasi baru sebagai dasar kebijakan yang berkelanjutan," ujar Deputi Bidang Koordinasi Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat dan Pelindungan Pekerja Migran Kemenko PM, Leontinus Alpha Edison, Senin (15/12/2025). 

​Langkah ini diambil mengingat pentingnya penyesuaian regulasi terhadap dinamika pasar kerja global, hambatan implementasi di lapangan, serta tuntutan harmonisasi kelembagaan dan visi pembangunan jangka menengah (RPJMN 2025-2029).  

​Leon menegaskan bahwa kontribusi ekonomi PMI, yang remitansinya mencapai Rp253,3 triliun pada 2024, harus diimbangi dengan tata kelola yang komprehensif dan berorientasi pada martabat kemanusiaan.  

​Leon menekankan bahwa lokakarya ini merupakan platform dialog inklusif untuk merumuskan rekomendasi kebijakan berbasis bukti (evidence-based policy). 

"Kami secara khusus mengundang P3MI dan BLK/LPK karena mereka adalah ujung tombak yang paling memahami tantangan di lapangan, mulai dari isu biaya penempatan yang mahal, kebutuhan harmonisasi kurikulum pelatihan, hingga pentingnya penguatan penegakan hukum terhadap migrasi irregular dan TPPO," tambahnya.  

Pencegahan penempatan non-prosedural dan TPPO, Biaya Adil, dan Kualitas Pekerja

​Salah satu isu krusial yang dibahas adalah praktik pembebanan biaya penempatan (placement fee) kepada PMI oleh sebagian besar P3MI, yang mengakibatkan overcharging. Asosiasi P3MI seperti APJATI dijadwalkan untuk membahas standardisasi biaya penempatan dan pencegahan overcharging.

 

​Selain itu, Lokakarya juga menyoroti peningkatan risiko TPPO yang diperburuk oleh lemahnya pengawasan lintas batas. Kementerian Hukum dan HAM membahas sub tema penguatan penegakan hukum terhadap migrasi irregular dan TPPO. Sementara itu, IMCAA (asosiasi agen kru kapal) membahas pencegahan penempatan ilegal awak kapal perikanan.

​Isu penting lainnya adalah kesenjangan kompetensi dan sertifikasi global, akses terhadap peningkatan kompetensi dan jalur penempatan prosedural. Kualitas keterampilan tenaga kerja belum sepenuhnya sesuai dengan permintaan pasar kerja internasional, yang berakibat PMI harus menjalani re-skilling atau uji kompetensi ulang di negara tujuan. Asosiasi pelatihan seperti P4MI dan OPPPI akan membahas harmonisasi kurikulum pelatihan dengan market demand global dan uji kompetensi dan sertifikasi internasional. 

​Dukungan Mitra Internasional

​Kegiatan ini diselenggarakan bekerja sama dengan International Organization for Migration (IOM), yang menegaskan pentingnya etika rekrutmen global. ​"IOM mendukung penuh inisiatif Pemerintah Indonesia, melalui koordinasi Kemenko PM, untuk memperkuat tata kelola migrasi yang adil, etis, dan berbasis hak asasi manusia," kata Jeffrey Labovitz, Kepala Misi IOM untuk Indonesia.  

​"Mekanisme perlindungan di negara tujuan dan memperkuat akses terhadap penempatan prosedural adalah prioritas. Memastikan bahwa setiap Calon PMI ditempatkan melalui jalur yang aman, tanpa dibebani biaya ilegal, dan memiliki akses bantuan hukum yang optimal adalah kunci untuk memerangi TPPO dan mewujudkan migrasi yang bermartabat," tambahnya.

Topik Menarik