Purbaya Bandingkan Ekonomi Era SBY dan Jokowi: SBY Tidur Saja Tumbuh 6 Persen

Purbaya Bandingkan Ekonomi Era SBY dan Jokowi: SBY Tidur Saja Tumbuh 6 Persen

Ekonomi | inews | Sabtu, 18 Oktober 2025 - 23:33
share

JAKARTA, iNews.id - Menteri Keuangan RI, Purbaya Yudhi Sadewa, menyoroti perbedaan kinerja pertumbuhan ekonomi Indonesia di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Dalam sebuah forum ekonomi, Purbaya menilai bahwa pembangunan infrastruktur besar-besaran yang dilakukan pemerintahan Jokowi belum memberikan lonjakan signifikan terhadap laju pertumbuhan ekonomi nasional.

“Kenapa Pak SBY tidur aja pertumbuhannya enam? Bapak bangun infrastruktur di mana-mana, pertumbuhannya lima. Salahnya di mana?” ujar Purbaya dalam paparannya yang disambut tawa hadirin.

Menurutnya, pada masa SBY, pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa mencapai rata-rata 6 persen per tahun, meski tanpa ekspansi infrastruktur sebesar sekarang. Sementara di era Jokowi, dengan masifnya proyek pembangunan jalan tol, bandara, dan kawasan industri, pertumbuhan justru stagnan di kisaran 5 persen.

Purbaya juga menyoroti data pertumbuhan ekonomi yang sempat melemah bahkan menyentuh level negatif pada masa awal pandemi COVID-19. “Anda lihat yang merah tuh, zaman Pak Jokowi ke sana rata-rata rendah, sempat negatif sebelum krisis,” jelasnya.

Namun, ia menegaskan bahwa pemerintah berhasil membalikkan keadaan pada 2021, salah satunya lewat kebijakan penempatan dana sekitar Rp300 triliun di sektor keuangan untuk mendorong likuiditas. “Itu yang menyelamatkan kita. Dari negatif, tumbuh lagi positif,” kata Purbaya.

Meski begitu, Purbaya mengakui bahwa pemulihan ekonomi pascakrisis belum diikuti dengan transformasi struktural yang kuat. Ia menyebut, pertumbuhan saat ini lebih banyak ditopang sektor jasa (services) yang tumbuh sekitar 5 persen dan menyumbang 54 persen terhadap PDB, sementara sektor manufaktur terus menurun.

“Per sektornya hampir enggak tumbuh, dicekik. Sektor manufaktur turun terus, itu yang disebut de-industrialisasi,” tegasnya. Sementara sektor pertanian disebut masih stabil di kisaran 13,4 persen, tetapi belum menjadi penggerak utama ekonomi nasional.

Menurut Menkeu, kondisi tersebut menunjukkan transformasi ekonomi Indonesia belum berjalan optimal. “Harusnya agriculture turun ke level rendah dan manufacture naik terus. Tapi ini enggak terjadi, makanya setelah krisis ekonomi kita tumbuhnya lambat,” ujarnya.

Ia menambahkan, langkah ke depan bukan berarti mematikan sektor pertanian, tetapi meningkatkan produktivitasnya. “Agriculture-nya jangan dimatikan. Sedikit orang tapi lebih produktif. Seperti program food estate boleh, tapi sektor industrinya jangan ditinggalkan,” kata Purbaya.

Menutup pemaparannya, Menkeu menekankan pentingnya strategi ekonomi berbasis metronomics,  pendekatan makroekonomi yang terukur dan berbasis data. Menurutnya, strategi ini penting agar Indonesia tidak terus terjebak pada pertumbuhan moderat dan bisa bertransformasi menuju negara industri maju.

Topik Menarik