Dana Rp200 Triliun Belum Cukup, Sektor Riil Harus Dibenahi

Dana Rp200 Triliun Belum Cukup, Sektor Riil Harus Dibenahi

Ekonomi | sindonews | Senin, 15 September 2025 - 23:00
share

Pemerintah menempatkan dana jumbo senilai Rp200 triliun dari rekening Bank Indonesia ke bank-bank milik negara (Himbara). Langkah ini digadang-gadang mampu memperkuat likuiditas perbankan sekaligus mendorong penyaluran kredit bagi dunia usaha. Namun, sejumlah ekonom menilai kebijakan tersebut hanya ibarat menyiram air di tanah kering cepat meresap, tapi belum tentu menumbuhkan tunas baru jika fondasinya rapuh.

Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Eko Listiyanto, mengingatkan bahwa problem utama perekonomian Indonesia tidak terletak pada ketersediaan likuiditas, melainkan pada lemahnya sektor riil.

"Kalau hanya mengalirkan Rp200 triliun dari bank sentral ke bank umum tanpa memperbaiki sektor riil, efeknya ke ekonomi riil akan sangat terbatas," ujarnya dalam diskusi daring bertajuk Sentimen Publik terhadap Reshuffle Kabinet, baru-baru ini.

Baca Juga:Rawan Dikorupsi, Penggunaan Dana Rp200 Triliun Bank Himbara Harus Diawasi Ketat

Data menunjukkan kredit yang sudah disetujui masih tinggi tetapi belum ditarik (undisbursed loan). Fakta ini menandakan banyak pelaku usaha enggan menambah pinjaman lantaran iklim bisnis yang belum kondusif. Alhasil, aliran dana dari bank berhenti di tengah jalan dan gagal masuk ke mesin penggerak utama ekonomi, yaitu produksi, perdagangan, dan konsumsi.Stagnasi sektor riil membuat efek domino yang panjang. Lapangan kerja baru minim tercipta, tingkat pengangguran sulit ditekan, dan daya beli masyarakat melemah. Padahal, konsumsi rumah tangga selama ini menyumbang lebih dari separuh pertumbuhan ekonomi nasional. "Kalau konsumsi tidak bergerak, pertumbuhan hanya jalan di tempat," tegas Eko.

Ia menilai pemerintah harus melakukan reformasi struktural agar penempatan dana benar-benar berujung pada perbaikan nyata. Deregulasi aturan usaha, penurunan biaya kredit, hingga pemberantasan praktik premanisme dinilai penting untuk menciptakan iklim usaha yang lebih sehat. Akses pasar juga harus diperluas agar dunia usaha memiliki kepastian penjualan.

Bagi sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang menjadi tulang punggung perekonomian, Eko menyarankan dukungan lebih konkret. Selain pembiayaan murah, pelatihan keterampilan dan pendampingan bisnis perlu digencarkan. Dengan begitu, dana perbankan tidak hanya berhenti pada angka, tapi benar-benar mengalir menjadi modal kerja produktif.

Kebijakan fiskal pun dituntut lebih tajam. Belanja negara sebaiknya diarahkan pada program produktif seperti pembangunan infrastruktur digital, irigasi, jalan, logistik, hingga sektor pangan dan energi. "APBN harus digunakan secara efisien, jangan untuk hal-hal yang tidak esensial. Dana transfer ke daerah juga jangan dipangkas karena kontribusi pemerintah daerah sangat penting," kata Eko.

Risiko besar mengintai jika Rp200 triliun hanya berputar di sistem perbankan tanpa tersalur ke dunia usaha. Dana bisa mengendap sebagai "dana menganggur" yang tak memberi multiplier effect. Bank juga berpotensi kesulitan mencari debitur layak, sementara pelaku usaha terhalang hambatan struktural yang belum terselesaikan.Baca Juga:Diguyur Rp200 Triliun, Purbaya: Biar Dirut Bank yang Mikir

Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa sebelumnya menegaskan dana tersebut tidak boleh digunakan untuk membeli Surat Berharga Negara (SBN). Bank penerima diwajibkan melaporkan penyaluran dana secara bulanan guna memastikan transparansi. “Dana ini harus benar-benar mendukung sektor riil,” ujar Purbaya.

Sementara, analisis Continuum Data Indonesia mencatat 64,4 persen warganet pesimistis reshuffle kabinet akan membawa perubahan signifikan tanpa evaluasi kinerja yang menyeluruh. Publik menuntut langkah konkret yang mampu meringankan beban pelaku usaha, mulai dari insentif pajak hingga perbaikan iklim usaha. Penempatan dana Rp200 triliun memang bisa memperkuat permodalan bank, tetapi tanpa perbaikan struktural di sektor riil, dampaknya dikhawatirkan hanya sebatas angka di neraca keuangan.

Topik Menarik