Keuangan Gudang Garam Babak Belur di Tengah Isu Viral PHK Buruh
Isu pemutusan hubungan kerja atau PHK oleh PT Gudang Garam Tbk (GGRM), Tuban, Jawa Timur viral di media sosial (medsos). Berikut kinerja keuangan Gudang Garam yang terpantau mengalami penurunan secara drastis.
Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, mulai dari cukai tinggi hingga maraknya peredaran rokok ilegal yang dijual murah. Dikutip dari laporan keuangan semester pertama yang dipublikasikan di keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI), Minggu (7/9/2025) per tanggal 31 Juli 2025, perseroan hanya mampu mencetak laba bersih senilai Rp117,16 miliar.
Padahal jika ditarik ke tahun 2023 lalu, Gudang Garam sempat mencetak untung sebesar Rp5,32 triliun. Penurunan laba secara signifikan kemudian terjadi di tahun 2024, di mana laba perusahaan anjlok menjadi Rp980,8 miliar.
Baca Juga: Perjalanan Bisnis Gudang Garam, Raksasa Produsen Rokok yang Dikabarkan PHK Ribuan Buruh
Laba GGRM yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk hingga semester I tahun 2025 anjlok 87,3 jika dibandingkan semester I tahun 2024 yang sebesar Rp925,5 miliar.Mengutip laporan keuangan yang disampaikan melalui keterbukaan informasi BEI, penurunan laba tersebut karena pendapatan GGRM hingga Juni 2025 turun 11,4 jadi Rp 44,3 triliun dari perolehan Juni 2024 yang sebesar Rp50,01 triliun.
Biaya pokok pendapatan juga turun menjadi Rp40,5 triliun. Maka laba kotor GGRM hingga Juni 2025 turun menjadi Rp 3,7 triliun dari Juni 2024 yang sebesar Rp5,06 triliun. Laba usaha GGRM hingga semester pertama juga anjlok signifikan menjadi Rp513,7 miliar dari Juni 2024 yang sebesar Rp 1,613 triliun.
Penurunan tersebut karena pendapatan lainnya turun jadi Rp148,7 miliar, sedangkan penurunan beban usaha hanya 5 jauh lebih kecil dari penurunan pendapatan dan menjadi Rp3,4 triliun. Sementara itu beban lainnya malah naik jadi Rp2,3 miliar, dan perusahaan membukukan rugi kurs Rp1,7 miliar dari sebelumnya mencatat laba Rp 39,3 miliar.
Sebelumnya disebutkan Petani tembakau di Temanggung mengungkap ada beberapa pabrikan yang menghentikan pembelian tembakau pada petani, seperti Gudang Garam serta Nojorono yang memproduksi rokok kenamaan seperti Clas Mild.
Untuk diketahui, Gudang Garam merupakan sebuah perusahaan milik keluarga Wonowidjojo melalui perusahaan induk PT Suryaduta Investama, yang menguasai 69,29 saham. Konglomerat Susilo Wonowidjojo menjadi pemegang saham utama sekaligus generasi kedua penerus bisnis yang dirintis Surya Wonowidjojo pada 1958.Pada tanggal 27 Agustus 1990, perusahaan ini resmi menjadi perusahaan publik, dengan melepas 57 juta saham di Bursa Efek Jakarta dan 96 juta saham di Bursa Efek Surabaya, dengan penawaran perdana pada harga Rp 10.250/lembar.
Setelahnya, perusahaan sempat menjadi perusahaan konglomerasi terbesar kelima di Indonesia. Perusahaan ini tidak terlalu bergantung pada utang luar negeri, sehingga tidak terdampak krisis keuangan yang menimpa Indonesia pada akhir dekade 1990-an.
Baca Juga: Viral Video PHK Massal, Segini Harta Kekayaan Pemilik Gudang Garam Susilo Wonowidjojo
Gudang Garam ini juga mampu menghadapi berbagai tantangan, seperti kehadiran BPPC yang pernah memengaruhi produksinya pada awal dekade 1990-an. Dan pada milenium baru tepatnya di 2001, perusahaan telah memiliki enam pabrik dengan total luas 100 hektare dan mempekerjakan lebih dari 40.000 orang pekerja.
Di tahun 2017, perusahaan berada pada masa jayanya dengan menguasai sekitar 21 pangsa pasar rokok nasional, dengan pabrik di Kediri, Sumenep, Karanganyar dan Gempol.








