Konflik Iran-Israel Mengekspos Sisi Lemah Industri Pertahanan AS
Serangan terhadap Iran mengungkapkan lebih dari sekadar kekuatan AS (Amerika Serikat) di panggung dunia, akan tetapi mereka juga mengekspos potensi titik lemah industri pertahanan. CEO Exiger, Brandon Daniels meyakini bahwa jika Amerika melakukan pendekatan yang berbeda terkait rantai pasokan industri pertahanan miliknya, maka bisa berubah kerentanan yang ada menjadi aset terbesar AS.
"Ada beberapa hal penting yang kami lihat dan muncul dalam data kami ketika AI melihat potensi dampaknya. Salah satunya adalah ada dampak karena ketergantungan teknologi Israel," kata Daniels kepada FOX Business.
Exiger menemukan, bahwa lebih dari 28.000 perusahaan yang berbasis di AS bergantung pada teknologi buatan Israel. Maka ketika Israel terdesak selama konflik dengan Iran, kondisi ini mengancam operasional perusahaan-perusahaan tersebut.
Baca Juga: AS Laporkan Iran Bersiap Blokade Selat Hormuz, Awas Harga Minyak Meletup
Daniels menekankan, bahwa ketika melihat ke perusahaan-perusahaan yang lebih luas dari konflik, jumlah perusahaan yang terpengaruh meningkat menjadi sekitar 13,7 juta. Diterangkan juga bahwa Exiger menemukan adanya "ledakan" ketergantungan pada teknologi yang berasal dari Timur Tengah, terutama terkait dengan keamanan siber. Dia mencatat, bahwa Israel merupakan salah satu produsen perangkat lunak keamanan digital terbesar di dunia, yang berarti perusahaan-perusahaan AS menjadi lebih rentan ketika Israel berada dalam kondisi perang atau konflik.
Seandainya konflik dengan Iran meningkat dan meluas, "Maka mengharuskan AS secara substansial meningkatkan, memodifikasi, dan merancang ulang rantai pasokan untuk mendukung sistem seperti B-2, yang memiliki beberapa persyaratan dalam hal mineral kritis dan magnet," kata Daniels.
"Kita (AS) harus benar-benar bergerak lebih cepat untuk mengubah rantai pasokan kita menjadi senjata itu sendiri. Karena kemampuan untuk bertindak cepat dan memperoleh secara cepat adalah pembeda ketika bicara soal kemampuan tempur di waktu peperangan," kata Daniels.
Sementara itu kerentanan industri pertahanan AS menjadi jelas selama perang Israel dengan Hamas, yang dimulai pada bulan Oktober 2023 dan masih berlanjut. Daniels menjelaskan, bahwa mereka lebih terekspos selama konflik dengan Iran.
"Ketika Anda memiliki dua negara besar seperti Israel dan Iran yang terlibat dalam perang kinetik berskala penuh, Anda akan mengalami kemungkinan penghentian yang lebih parah dan lebih nyata... Ini jauh lebih diperhatikan sekarang dibandingkan saat Israel berusaha melawan Hezbollah atau saat Israel berusaha melawan Hamas," paparnya. "Ini jauh lebih nyata ketika Anda memiliki sebuah negara yang memiliki kapasitas militer yang signifikan benar-benar terlibat dengan negara lain," kata Daniels.
Baca Juga: Konflik Israel-Iran Bikin China Makin Ngebet Bangun Mega Pipa Gas Bareng Rusia
Diperingatkan juga olehnya bahwa sudah saatnya untuk berhenti berpikir tentang rantai pasokan enam hari atau minggu ke depan dan mulai berpikir tentang enam bulan hingga enam tahun ke depan untuk memiliki perlindungan maksimum. Meskipun dia percaya Kongres kemungkinan besar akan lebih fokus pada visibilitas rantai pasokan dalam Undang-Undang Otorisasi Pertahanan Nasional (NDAA) untuk tahun 2026.
"Saya rasa-dan dari apa yang saya lihat, dari apa yang telah dipublikasikan atau percakapan yang saya lakukan-NDAA tahun ini akan sangat serius memperhatikan masalah visibilitas rantai pasokan untuk departemen dan untuk kontraktor yang mendukung," ujar Daniels.
Ketika ditanya tentang apa yang diperlukan untuk membangun rantai pasokan pertahanan yang tangguh pada tahun 2025, Daniels menekankan, perlunya memetakan dan mempertimbangkan rantai tersebut. Ini berarti memiliki pemahaman yang lengkap tentang di mana suku cadang diproduksi, siapa yang memproduksinya, dan apa yang terlibat dalam pembuatannya.
Selain itu para pemasok perlu diintegrasikan "ke dalam platform keterlibatan" yang akan memungkinkan komunikasi dan strategi yang lebih terbuka. Ia juga menambahkan bahwa menyederhanakan atau menghapus standar regulasi yang tidak perlu akan memungkinkan AS dan sekutunya untuk mengambil kembali lebih banyak proses produksi.







