Bursa Asia Menguat, Pasar Masih Cermati Gencatan Senjata Israel-Iran

Bursa Asia Menguat, Pasar Masih Cermati Gencatan Senjata Israel-Iran

Ekonomi | idxchannel | Rabu, 25 Juni 2025 - 09:54
share

IDXChannel - Bursa saham Asia menguat pada Rabu (25/6/2025). Sentimen pasar terdongkrak oleh gencatan senjata antara Israel dan Iran, meskipun ketegangan masih bisa kembali memanas sewaktu-waktu.

Indeks Nikkei Jepang bergerak mendatar, sementara indeks saham Taiwan menguat 1 persen. Indeks Hang Seng Hong Kong naik 0,65 persen, namun indeks saham unggulan di China daratan melemah tipis 0,8 persen.

Hang Seng Hong Kong juga tumbuh 0,54 persen, STI Singapura terkerek 0,53 persen, dan ASX 200 Australia mendaki 0,11 persen.

Kontrak berjangka saham AS nyaris tidak berubah. Indeks saham global MSCI pun bertahan stabil setelah mencetak rekor tertinggi pada sesi sebelumnya.

Sementara itu, dolar AS melemah mendekati titik terendah dalam hampir empat tahun terhadap euro. Imbal hasil obligasi pemerintah AS tenor dua tahun pun turun ke level terendah dalam satu setengah bulan, lantaran meredanya harga minyak mengurangi risiko inflasi terhadap pasar obligasi.

Melansir dari Reuters, gencatan senjata sejauh ini masih bertahan, meski pihak Israel menyatakan akan merespons keras serangan rudal dari Iran yang terjadi setelah Presiden AS Donald Trump mengumumkan berakhirnya konflik.

Di sisi lain, penilaian awal intelijen AS menyebutkan bahwa serangan udara AS tidak menghancurkan kapabilitas nuklir Iran, dan hanya menundanya selama beberapa bulan. Temuan ini bertolak belakang dengan pernyataan Trump sebelumnya yang menyebut program nuklir Iran telah “dilenyapkan”.

Harga minyak Brent naik tipis 81 sen menjadi USD67,95 per barel, setelah sempat anjlok USD14,58 dalam dua sesi perdagangan terakhir. Harga minyak WTI AS juga menguat 70 sen menjadi USD65,07 per barel.

“Meski gencatan senjata antara Israel dan Iran terlihat rapuh, pasar tampaknya tidak terlalu menggubrisnya,” ujar analis senior pasar keuangan di Capital.com, Kyle Rodda.

“Secara realistis, pasar tidak terlalu peduli jika konflik terbatas berupa serangan udara terus berlangsung antara kedua negara,” tuturnya.

“Yang benar-benar jadi perhatian adalah potensi perang skala besar, intervensi lebih dalam dari AS, dan kemungkinan blokade Selat Hormuz oleh Iran. Untuk saat ini, risiko itu masih rendah,” kata Rodda.

Imbal hasil obligasi pemerintah AS tenor dua tahun turun ke 3,787 persen—terendah sejak 8 Mei.

Indeks dolar AS, yang mengukur kekuatan greenback terhadap enam mata uang utama lainnya, turun 0,1 persen ke posisi 97,854.

Ketua Federal Reserve (The Fed) Jerome Powell menyampaikan pada Selasa bahwa tarif yang lebih tinggi bisa mulai mendorong inflasi pada musim panas ini—periode krusial yang akan menjadi pertimbangan bank sentral dalam menetapkan arah suku bunga. Powell menyampaikan pernyataan ini dalam sidang dengan Komite Jasa Keuangan DPR AS.

Data terbaru juga menunjukkan bahwa tingkat kepercayaan konsumen AS memburuk secara tak terduga pada Juni, mengindikasikan pelemahan kondisi pasar tenaga kerja.

Menurut alat pemantau CME FedWatch, pasar kini memperkirakan peluang pemangkasan suku bunga oleh The Fed pada Juli sekitar 18 persen. (Aldo Fernando)

Topik Menarik