BPK Temukan Potensi Kerugian Rp34 Triliun, Ini Respons PT Timah
PT Timah Tbk (TINS) menyatakan komitmennya untuk menindaklanjuti temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait potensi kerugian negara sebesar Rp34,49 triliun akibat kehilangan sumber daya timah di wilayah kerja perseroan.
Dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II-2024, BPK menyebut lemahnya pengamanan di area pertambangan PT Timah diduga telah membuka celah bagi praktik penambangan ilegal. Hal itu terlihat dari ketidaksesuaian antara luas wilayah izin usaha pertambangan (IUP) yang dimiliki perusahaan dengan angka produksi yang dihasilkan sepanjang 2013 hingga semester I-2023.
Baca Juga:Alokasikan Listrik 2.000 MW, Pakistan Siap Jadi Pusat Tambang Bitcoin
Sekretaris Perusahaan PT Timah, Rendi Kurniawan, mengatakan akan menindaklanjuti rekomendasi dari BPK. Ia menegaskan, perusahaan terbuka terhadap audit eksternal sebagai bagian dari upaya memperkuat tata kelola yang transparan dan akuntabel.
"Audit BPK merupakan bentuk pengawasan yang bertujuan memperbaiki dan memperkuat sistem pengelolaan perusahaan. Kami menganggap BPK sebagai mitra strategis dalam menciptakan tata kelola yang bersih dan profesional," ujar Rendi dalam keterangan tertulis, Kamis (29/5).Rendi menambahkan, perusahaan terus mengedepankan prinsip Environmental, Social, and Governance (ESG) dalam menjalankan bisnis. Dalam aspek lingkungan, PT Timah mengklaim telah melakukan reklamasi lahan bekas tambang seluas lebih dari 3.200 hektar di berbagai wilayah, termasuk Bangka dan Belitung.
Selain reklamasi, perusahaan juga mengupayakan pengurangan emisi karbon dengan menerapkan teknologi ramah lingkungan, efisiensi energi, serta penanaman mangrove sebagai bagian dari langkah menuju Net Zero Emission (NZE).
PT Timah juga menyebut telah membangun hubungan harmonis dengan masyarakat sekitar tambang melalui program pemberdayaan ekonomi, pelatihan keterampilan hingga layanan kesehatan.
"Kami tidak hanya fokus pada kepatuhan terhadap regulasi, tetapi juga berupaya memastikan keberlanjutan bisnis jangka panjang," ujarnya.
Terkait aspek tata kelola, PT Timah rutin melakukan audit internal untuk meninjau kepatuhan terhadap peraturan pertambangan. Laporan keberlanjutan juga dipublikasikan secara berkala sebagai bentuk akuntabilitas kepada publik.Pengamat pertambangan, Ferdy Hasiman, menilai persoalan utama yang diungkap BPK adalah ketidakmampuan PT Timah dalam mengamankan wilayah konsesi dari aktivitas penambangan ilegal. Ia menyebut, konversi kerugian yang disampaikan BPK perlu dilihat dalam konteks hilangnya sumber daya akibat praktik illegal mining.
"Angka Rp34 triliun itu mencerminkan potensi kerugian sumber daya, bukan kerugian finansial langsung. Ini bisa menjadi momen edukatif bagi publik tentang risiko tambang ilegal," ujarnya.
Baca Juga:Amman Lanjutkan Penambangan Fase 8 di Batu Hijau, Cadangan Capai 460 Juta Ton
Ferdy mendorong sejumlah langkah strategis yang telah dilakukan untuk memberantas tambang ilegal, termasuk operasi gabungan penertiban alat tambang, jalur hukum, hingga membentuk kemitraan dengan masyarakat. Masalah ini juga telah disampaikan PT Timah dalam forum-forum resmi, termasuk rapat dengan Komisi VI DPR RI.
Sementara, BPK dalam laporannya merekomendasikan agar Menteri BUMN mengusulkan pengambilalihan pengamanan wilayah tambang PT Timah kepada pemerintah, guna mencegah berlanjutnya potensi kerugian negara.







