Jegal Dominasi China, Segini Harta Karun Tanah Jarang Milik Negara Tetangga RI

Jegal Dominasi China, Segini Harta Karun Tanah Jarang Milik Negara Tetangga RI

Ekonomi | sindonews | Rabu, 14 Mei 2025 - 02:03
share

China sebagai salah satu eksportir utama rare earth atau mineral tanah jarang dunia, memiliki pengaruh besar dalam pasar global untuk bahan mineral kritis tersebut. Namun Australia mempunyai mimpi untuk meruntuhkan dominasi China soal urusan mineral super langka di dunia.

Misi negara tetangga Indonesia itu bukan tanpa alasan, lantaran Australia terus berinvestasi dalam pemurnian tanah jarang. Sebagai bagian dari rencana Future Made in Australia, cadangan mineral kritis bakal dimanfaatkan negara itu untuk mendorong transisi hijau.

Mineral tersebut memainkan peran kunci sebagai bahan baku utama dalam industri manufaktur seperti baterai kendaraan listrik, smartphone, dan untuk aplikasi militer seperti misil dan sistem radar. Fakta bahwa mineral tanah jarang digunakan dalam teknologi pertahanan, berarti memiliki implikasi buat keamanan nasional.

“Menguasai sektor ini mungkin merupakan salah satu sumber kekuatan mereka (China) yang paling penting atas AS dan dunia,” kata Dexter Roberts, dari Fellow at the Atlantic Council yakni lembaga think tank yang berbasis di Washington, D.C.

Setelah Gedung Putih mengumumkan kebijakan tarif global terbaru pada 2 April, China merespons dengan meningkatkan pengawasan ekspornya terhadap tanah jarang sebagai aksi balasan.

Rare earth atau logam tanah langka menjadi bisnis besar bagi perusahaan-perusahaan China. Pada tahun 2024, total ekspor mineral langka mereka naik 6 menjadi 55.431 ton metrik, menurut Reuters.

Namun karena sebagai komoditas dengan harga yang berfluktuasi, nilai ekspor tersebut turun 36 menjadi USD488 juta. Perang dagang AS-China yang memanas menjadi pukulan telak buat industri rare-earth China dari dua sisi, untuk membuatnya lebih mahal bagi pembeli asing dan rumitnya perizinan.

Di tengah simbiosis mutualisme AS dan China soal urusan logam tanah jarang, salah satu negara Asia mencoba menjegal dominasi Negeri berjuluk Negeri Tirai Bambu.

Ketegangan AS dan China belakangan terus meningkat dan upaya untuk menjalin persahabatan dengan rantai pasokan semakin cepat. Maka Australia terpaksa membuat pilihan yang sulit terkait masa depan strategi mineral pentingnya.

Lantas apakah Australia mampu menjatuhkan dominasi China dalam memasok logam tanah jarang kepada dunia dan domestik? berapakah deposit rare earth yang dimiliki Australia?

Deposit Tanah Jarang Australia

Australia menguasai harta karun tanah jarang terbesar keempat di dunia, yaitu mencapai 5,7 juta metrik ton. Negara tetangga Indonesia ini juga mendapatkan label sebagai negara dengan pertambangan tanah jarang terbesar keempat yang mampu memproduksi 13.000 MT.

Logam tanah jarang ditambang di Australia sejak 2007, tetapi diperkirakan ekstraksinya akan meningkat ke depannya. Lynas Rare Earths mengoperasikan tambang dan pabrik konsentrasi Mount Weld di negara ini serta fasilitas penyulingan dan pengolahan tanah jarang di Malaysia. Perusahaan ini dianggap sebagai pemasok tanah jarang non-China terbesar di dunia.

Perluasan pabrik Mt Weld dijadwalkan selesai pada tahun 2025, menurut Mining Database Online (MDO). MDO juga melaporkan bahwa fasilitas pengolahan tanah jarang baru perusahaan di Kalgoorlie sudah mulai berproduksi pada pertengahan 2024, memproduksi pakan karbonat tanah jarang campuran untuk pabrik Lynas di Malaysia.

Tambang tanah jarang Yangibana dari Hastings Technology Metals siap digarap, dan perusahaan baru-baru ini menandatangani perjanjian offtake dengan Baotou Sky Rock untuk konsentrat yang diproduksi di tambang. Hastings memperkirakan operasi tersebut dapat menghasilkan hingga 37.000 MT konsentrat tanah jarang setiap tahun dan mengirimkan konsentrat pertama pada Q4 2026.

Masa depan mineral penting Australia tampak ambivalen. Strategi yang dulunya mudah, di mana kerja sama ekonomi dengan China dapat hidup berdampingan dengan kemitraan keamanan dengan AS, kini menghadapi tantangan yang signifikan.

Pilihan biner antara melepaskan diri dari China dan tetap bergantung padanya, serta tekanan yang semakin besar pada Australia untuk memilih di mana ia berdiri, membuat penerapan kebijakan melayani kepentingan Canberra menjadi lebih sulit.

Situasi ini akan terus berlanjut kecuali ada penurunan ketegangan global AS–China, sebuah skenario yang tampaknya tidak mungkin. Namun nyatanya AS dan China bisa mencapai kata sepakat soal tarif, apakah hal itu bakal mempengaruhi ambisi Australia untuk meredam dominasi China di logam tanah jarang.

Topik Menarik