IHSG Bangkit Setelah Tertekan Tarif Trump, Investor Diminta Tetap Waspada
IDXChannel - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan hari ini dibuka rebound dengan penguatan signifikan ke level 6.270,61. Namun, pergerakannya tetap harus diperhatikan oleh para investor.
Equity Analyst PT Indo Premier Sekuritas (IPOT) Dimas Krisna Ramadhani mengatakan, faktor utama yang memengaruhi anjloknya IHSG setelah libur panjang adalah kebijakan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang mengumumkan tarif impor baru hingga 49 persen untuk semua negara. Hal tersebut termasuk Indonesia yang dikenakan tarif 32 persen.
"Hari ini IHSG bergerak di zona hijau dengan dibuka pada level 6.270 dan konsisten berada di level tersebut," ujarnya dalam risetnya, Kamis (10/4/2025).
Terkait dengan kondisi pasar yang sedang bergejolak, Dimas menegaskan, penurunan IHSG yang mencapai level terendah baru mencerminkan proyeksi kondisi ekonomi Indonesia dalam beberapa bulan mendatang.
"Sebagai indikator awal perekonomian atau leading indicator, IHSG memberikan sinyal penting mengenai arah perekonomian Indonesia ke depan dan oleh karena itu pergerakan IHSG harus diperhatikan dengan seksama oleh para investor," kata Dimas.
Perlu diketahui, Indonesia sendiri siap berdialog dengan AS mengenai penerapan tarif impor baru terhadap produk-produk Indonesia dan akan melakukan penyederhanaan dan penghapusan regulasi yang menghalangi perdagangan internasional, khususnya Non-Tariff Measures (NTMs).
Tak dapat dipungkiri, kata dia, kebijakan Trump memberikan dampak langsung pada pasar keuangan domestik yang tercermin dalam nilai tukar rupiah yang mencatatkan rekor terlemah sepanjang sejarah menembus Rp17.101 per dolar AS (USD). Selain itu, penurunan tajam juga terjadi di Bursa Wall Street dan bursa saham Asia, memperburuk sentimen pasar global.
Dimas juga menuturkan, meskipun kebijakan moneter Indonesia terbatas saat ini, tantangan besar akan muncul di masa depan. Penurunan ekonomi riil yang tercermin dalam pergerakan IHSG akan semakin sulit diatasi dengan kebijakan yang ada, sehingga diperlukan kebijakan yang lebih strategis untuk mengantisipasi dampak lanjutan dari tekanan global.
Terkait dengan kebijakan teknis pasar seperti trading halt, Dimas mengapresiasi langkah tersebut diambil untuk menahan tekanan jual. Namun, dia mengkritik kebijakan Auto Rejection Bawah (ARB) 15 persen yang dapat menyebabkan likuiditas pasar semakin kering.
Dimas juga menyoroti kemungkinan perlambatan ekonomi global yang dapat berimbas pada Indonesia. Penurunan yang terjadi di pasar saham global memberikan gambaran tentang potensi perlambatan ekonomi global yang dapat mempengaruhi perekonomian domestik.
"Jika ekonomi global mengalami perlambatan, Indonesia juga berisiko mengalami hal yang sama," ujarnya.
Sebagai respons terhadap situasi pasar saat ini, Dimas memproyeksikan IHSG masih memiliki ruang untuk mengalami koreksi lebih lanjut, dengan target terdekat pada level 5.500.
Dia pun mengingatkan para investor untuk tetap disiplin dalam menjalankan trading plan, melakukan evaluasi portofolio, menjaga kesehatan keuangan, serta menghindari keputusan emosional yang dapat merugikan.
(Dhera Arizona)