BRIN Apresiasi Keberhasilan Kilang Pertamina Cilacap Produksi Sustainable Aviation Fuel
CILACAP, iNewsPurwokerto.id-Keberhasilan Kilang Pertamina Cilacap dalam memproduksi Sustainable Aviation Fuel (SAF), bahan bakar penerbangan berkelanjutan yang ramah lingkungan, menarik perhatian banyak pihak.
Salah satunya adalah Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yang melakukan kunjungan khusus ke Kilang Cilacap untuk mengamati proses tersebut.
Kunjungan BRIN dipimpin oleh Kepala Pusat Riset Perilaku Ekonomi dan Sirkular, Umi Karomah Yaumidin, yang didampingi perwakilan dari Hiroshima University. Rombongan diterima oleh Manager Engineering & Development RU IV, Jefri A. Simanjuntak, di ruang rapat Head Office (HO) RU IV.
Dalam pertemuan tersebut, Jefri menjelaskan bahwa SAF adalah bahan bakar alternatif untuk penerbangan komersial yang memiliki sejumlah keunggulan.
“SAF mampu mengurangi emisi karbon hingga 80, berkontribusi dalam penurunan emisi gas rumah kaca di sektor penerbangan, serta kompatibel dengan mesin pesawat dan infrastruktur bahan bakar bandara yang ada,” ungkap Jefri pekan lalu.
SAF tidak hanya diproduksi dari minyak kelapa sawit, tetapi juga dari minyak jelantah atau used cooking oil (UCO).
“Proyek Green Refinery merupakan bagian dari Proyek Strategis Nasional (PSN) dengan target kapasitas biofuel hingga 6.000 barrel. Ini merupakan proyek unggulan dalam transisi energi untuk mencapai target bauran Energi Baru Terbarukan (EBT) sebesar 23 pada 2025,” jelas Jefri.
Sebagai perusahaan yang memimpin transisi energi, Pertamina berkomitmen mendukung target Net Zero Emission (NZE) pada 2060.
“Kami terus mendorong program-program yang mendukung pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs) dan menerapkan prinsip Environmental, Social & Governance (ESG) di seluruh lini bisnis dan operasi Pertamina,” tambahnya.
Sementara itu, Umi Karomah Yaumidin menyatakan bahwa kunjungan BRIN bertujuan untuk meneliti produksi SAF dari hulu ke hilir.
“Kami ingin mendapatkan pemahaman yang lebih jelas terkait pemanfaatan kelapa sawit, baik dari produk turunan maupun limbahnya,” kata Umi.
Menurutnya, keberadaan SAF memiliki potensi besar untuk mendukung industri pariwisata serta penerbangan domestik dan internasional di Indonesia.
“Jika kita hanya mengandalkan energi fosil, tentu akan ada keterbatasan. Oleh karena itu, alternatif bioenergi seperti SAF sangat penting untuk menopang aktivitas tersebut,” ujarnya.
Umi juga menyoroti bahwa meskipun Indonesia merupakan produsen kelapa sawit terbesar di dunia, pemanfaatan untuk produk energi bernilai tambah masih minim. “Peraturan terkait penggunaan bioavtur untuk maskapai penerbangan sudah diberlakukan, sehingga Indonesia perlu meraih peluang pasar ini,” jelasnya.
Hasil dari kunjungan ini akan digunakan untuk menerbitkan publikasi di jurnal internasional bereputasi tinggi dan menjadi rekomendasi kebijakan bagi pemerintah dalam menciptakan ekosistem investasi yang kondusif bagi penyediaan SAF di Indonesia.
“Kami berharap ini dapat menjadi langkah besar dalam mendukung ketersediaan dan keberlanjutan SAF di masa depan,” tutup Umi.