Harga Rumah Baru Diprediksi Lebih Mahal Tahun Depan, Ini Penyebabnya
JAKARTA, iNews.id - Ketua Umum Real Estate Indonesia (REI) Joko Suratno menyebut bahwa harga rumah baru pada tahun 2025 akan jauh lebih mahal dibanding dua tahun ke belakang. Salah satu faktor yang akan mengerek harga hunian terkait kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Joko menuturkan, kenaikan PPN menjadi 12 persen yang akan berlaku pada awal tahun 2025 akan mempengaruhi harga rumah. Dia mencontohkan, jika pembeli hendak membeli rumah dengan harga Rp1 miliar dengan PPN 11 persen tahun ini, pajak yang ditanggung konsumen sebesar Rp110 juta.
Kemudian, jika PPN naik menjadi 12 persen pada awal tahun depan, maka PPN yang ditanggung konsumen menjadi Rp120 juta atau naik Rp10 juta hanya untuk pajak. Belum lagi pembeli membayar cicilan beserta bunga bank yang harus ditanggung juga oleh konsumen.
"Kita juga melihat memang pemerintah harus mendapatkan pendapatan, tetapi kan harus dilihat juga kondisi masyarakat, kondisi ekonomi, sehingga yang dilakukan pemerintah itu bisa menghasilkan sesuatu yang produktif," ucap Joko saat dihubungi iNews.id , Senin (16/9/2024).
Joko mengaku hingga saat ini memang belum ada pembahasan dengan pemerintah terkait pemberian insentif fiskal berupa PPN DTP (Ditanggung Pemerintah), seperti yang dilakukan beberapa tahun ke belakang.
"Kita belum ada pembahasan mengenai pemberian PPN DTP untuk tahun 2025," tuturnya.
Hal ini yang Joko akan membuat harga rumah baru untuk tahun depan akan jauh lebih mahal jika tidak diberikan stimulus oleh pemerintah. Di samping daya beli masyarakat yang dilihat belum cukup pulih untuk membeli rumah, maka kenaikan PPN akan menyulitkan masyarakat untuk memiliki hunian.
"Sekarang itu kan masih ada tekanan daya beli masyarakat masih ada, ya syukur-syukur menunda dulu (kenaikan pajak) sampai kondisinya lebih baik," kata dia.
Tidak hanya itu, mulai tahun 2025 PPN atas Kegiatan Membangun Sendiri (KMS) juga akan mengalami kenaikan dari sebelumnya 2,2 persen menjadi 2,4 persen. KMS adalah kegiatan membangun bangunan, baik bangunan baru maupun perluasan bangunan lama, yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya untuk digunakan sendiri atau untuk orang lain.
Adapun yang termasuk dalam KMS adalah membangun bangunan untuk orang pribadi atau badan yang dilakukan oleh pihak lain. KMS dilakukan bukan dalam rangka kegiatan usaha badan yang hasilnya dinikmati sendiri atau pihak lain.
Artinya, Pajak Membangun Sendiri adalah pajak yang dikenakan pada wajib pajak pribadi maupun badan yang digunakan untuk yang bersangkutan sendiri dan bukan digunakan buat usaha.
"Pajak KMS ini pastinya akan berdampak pada biaya yang harus kita keluarkan karena ada kenaikan pajak seperti KMS ini ya, jadi kita harus melakukan efisien lagi," ucapnya.