Tren Elektabilitas Ganjar Rebound, Koalisi Prabowo Terancam?
JAKARTA, NETRALNEWS.COM - Direktur Lembaga Pemilih Indonesia (LPI) Boni Hargens mengatakan bahwa tren elektabilitas bakal capres masih dinamis dan menunjukkan persaingan yang ketat antar para kandidat.
Sebagai contoh, kata Boni, sebelum Agustus 2023 sejumlah lembaga survei menempatkan bakal capres Prabowo Subianto di urutan teratas, namun belakangan ada kecenderungan elektabilitas Ketua Umum Partai Gerindra itu menurun.
Sebaliknya, tren elektabilitas bakal capres dari PDIP Ganjar Pranowo mengalami kenaikan. Sementara elektabilitas bakal capres dari Koalisi Perubahan Anies Baswedan cenderung stabil.
Hal itu disampaikan Boni dalam Diskusi Publik LPI yang mengusung tema, Ganjar Meroket, Ke Mana Bandul Bergeser? Menafsir Survei Litbang Kompas, Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) dan Lembaga Pemilih Indonesia yang digelar di Jakarta, Jumat (25/8/2023).
Survei yang muncul belakangan ini kejutan yang menarik. Ini membuktikan bahwa tren elektabilitas masih dinamis dan bersaing ketat antar bacapres. Meski dari survei LPI, Litbang Kompas dan SMRC mengindikasikan dari simulasi tiga nama bacapres, tren Ganjar cenderung naik, Anis relatif stabil sedangkan Prabowo ada potensi menurun," papar Boni.
"Begitu pula dengan basis loyalis setiap bacapres. Ganjar cenderung naik, Anis relatif stabil, dan Prabowo ada kemungkinan declining, sambungnya.
Melihat tren elektabilitas Ganjar yang terus naik dalam survei, kata Boni, muncul pertanyaan soal seberapa besar pengaruhnya terhadap peta koalisi partai politik yang telah terbentuk saat ini.
"Apakah tren elektabilitas Ganjar yang rebound ini juga bisa membuyarkan koalisi partai yang telah terbentuk?" ucap dia.
"Kalau kita lihat, koalisi parpol yang berada di barisan Prabowo ini kan gemuk, apakah tren elektabilitas Ganjar yang bergerak naik ini akan membuat Partai Golkar, PKB atau partai lain yang berada di barisan ini akan membuat mereka berfikir ulang mendukung Prabowo? kita belum tahu," sambungnya.
Jawaban dari pertanyaan tersebut, kata Boni, ada di tangan para ketua umum partai politik yang memegang kuasa dalam menentukan arah koalisi pada Pilpres 2024.
Opsen Pajak Kendaraan Bermotor Mulai Berlaku 5 Januari 2025, Pemprov Jateng Siapkan Sistem TI
"Ini nanti dijawab oleh para ketua umum parpol, karena mereka jualah yang memiliki kuasa politik untuk menentukan model koalisi finalnya seperti apa, tukasnya.
Lebih lanjut, Boni juga menyinggung soal kemungkinan perubahan koalisi seiring munculnya wacana menduetkan para kandidat capres, seperti wacana duet Ganjar- Anies, Ganjar-Prabowo, atau Prabowo-Anies.
Boni menilai bahwa secara ilmiah wacana demikian sah-sah saja, dan wajar dalam diskursus elektoral.
Semisal, simulasi tentang Ganjar-Anies itu kan ada dalam simulasi Litbang Kompas. Saya kira secara ilmiah sah-sah saja. Bisa jadi simulasi ini cukup mengganggu kubu Pak Prabowo, ya. Karena di atas kertas wacana itu tidak ada yang bisa lawan itu paket Ganjar-Anies," imbuhnya.
Kembali ke survei yang dilakukan LPI, Litbang Kompas dan SMRC, Boni menyampaikan bahwa berdasarkan hasil ketiga lembaga survei ini menunjukkan swing voters serta pemilih yang belum memutuskan pilihannya masih relatif tinggi dan masih di kisaran 20 sampai 40 persen.
Menurutnya, banyak faktor yang menyebabkan massa mengambang dan undecided voters masih cukup tinggi, seperti faktor bakal cawapres, rekam jejak, konsistensi, hingga tawaran program yang kongkrit dan rasional untuk direalisasikan.
Ini tantangan bagi setiap bacapres dan partai pengusung untuk meyakinkan para pemilih yang belum memutuskan pilihannya dan menarik konstituensi pendukung lainnya untuk mengalihkan dukungannya."
"Lalu, determinasi gagasan mengenai konstruksi Indonesia masa depan yang bisa meyakinkan Gen Z, pungkas Boni.
Selain Boni Hargens, hadir dalam diskusi itu antara lain Peneliti Pusat Riset dan Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Syafuan Rozi, Direktur Riset SMRC Deni Irvani, dan Pakar Kebijakan Publik Asep Kususanto.