Simak Saham Undervalued di Sektor Konsumer, Pengaruhi Pertumbuhan Ekonomi?
IDXChannel - Saham bervaluasi murah (undervalued) di sektor konsumer ini perlu diketahui. Valuasi murah ini dilihat dari beberapa faktor.
Salah satunya yakni dilihat dari rasio price-to earnings (PE atau PER) dan price-to book value (PBV) yang di bawah aturan umum.
Untuk diketahui, jika emiten PER-nya di bawah 10-15 kali biasanya menandakan saham emiten tersebut murah. Sedangkan, untuk PBV yang biasa dipakai adalah satu kali untuk mengindikasikan suatu saham murah.
Berikut Saham Undervalued di sektor konsumer:
1. PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF)
Indofood merupakan produsen berbagai jenis makanan dan minuman terbesar di Indonesia. Perusahaan ini didirikan pada tanggal 14 Agustus 1990 oleh Sudono Salim.
Awalnya, Indofood bernama PT Panganjaya Intikusuma, kemudian pada tanggal 5 Februari 1994 berganti nama menjadi Indofood Sukses Makmur.
Perusahaan yang dipimpin Anthony Salim ini mengekspor bahan makanannya hingga Australia, Asia, dan Eropa. Dalam beberapa dekade ini Indofood telah bertransformasi menjadi sebuah perusahaan total food solutions dengan kegiatan operasional yang mencakup seluruh tahapan proses produksi makanan.
Untuk diketahui, PER INDF berada di angka 6,93. Meski begitu, pada semester I 2023 laba Indofood Sukses Makmur mencapai 91% ke posisi Rp 5,56 triliun dari sebelumnya Rp2,9 triliun.
Sementara itu, dari data Bursa Efek Indonesia (BEI), Jumat (25/6/2023), harga saham INDF naik 100 poin atau 1,42% di angka Rp7.125,00 per saham. Kemudian market capnya mencapai Rp62,56 triliun.
2. PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP)
ICBP merupakan anak usaha Indofood yang bergerak di bidang produksi barang konsumen. Perusahaan ini berkantor pusat di Jakarta.
Demi mendukung kegiatan bisnisnya, perusahaan ini memiliki puluhan pabrik yang tersebar di Indonesia, Arab Saudi, Nigeria, Turki, Mesir, Kenya, Maroko, Serbia, dan Ghana.
Pada semester 1 2023 ini, ICBP mencatatkan pendapatan Rp34,47 triliun, angka ini naik 5,78%.
Kenaikan pendapatan ICBP ini terjadi di seluruh bisnis. Jika dirinci di pos mi instan yang naik menjadi Rp 24,67 triliun, makanan ringan Rp2,01 triliun, dairy Rp4,75 triliun, penyedap makanan Rp1,63 triliun.
Kemudian, nutrisi dan makanan khusus Rp609,88 miliar dan produk minuman Rp 782,65 miliar.
Hasilnya, laba periode berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk naik drastis 196,63% di semester I 2023 menjadi Rp 5,72 triliun.
3. PT Ultrajaya Milk Industry & Trading Company Tbk (ULTJ)
PT Ultrajaya Milk Industry & Trading Company Tbk merupakan perusahaan produsen minuman. ULTJ didirikan pada 2 November 1972.
Di bagian minuman, Perusahaan memproduksi berbagai minuman seperti susu, jus buah, teh, minuman tradisional dan minuman kesehatan, yang diproduksi dengan teknologi UHT (Ultra High Temperature).
Perusahaan memasarkan semua produknya dengan penjualan langsung, penjualan tidak langsung, dan perdagangan modern.
ULTJ resmi melantai di BEI pada 2 Juli 1990. Per hari ini Jumat (25/8/2023), harga saham ULTJ berada di angka Rp1.845,00 per saham, tidak ada kenaikan atau penurunan hari ini. Sementara market cap ULTJ di angka Rp21,32 triliun.
Saham Undervalued di Sektor Konsumer ini diduga mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Dilansir dari laman Menkeu, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ekonomi Indonesia tumbuh tinggi pada kuartal II-2023 sebesar 5,17% (yoy). di atas perkiraan analis pasar.
Pertumbuhan ekonomi nasional melanjutkan tren di atas 5% selama tujuh triwulan berturut-turut, lebih tinggi dari ekspektasi pasar," kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu.
Dia menambahkan, dengan basis pertumbuhan yang tinggi di periode yang sama tahun sebelumnya ini menunjukkan resiliensi aktivitas ekonomi nasional di tengah perlambatan global.
"Dari sisi pengeluaran, kuatnya pertumbuhan ekonomi nasional ditopang oleh konsumsi masyarakat yang tumbuh sebesar 5,23% (yoy). Daya beli masyarakat terus terjaga dengan tingkat inflasi yang terus menurun,"kata dia.
Sektor manufaktur tumbuh sebesar 4,88% (yoy) pada triwulan II-2023 dan sektor perdagangan tumbuh 5,25%, sejalan ekspansi sektor manufaktur selama 23 bulan berturut-turut.
Menko Airlangga Ungkap Pentingnya Hubungan Dagang RI-Rusia di Tengah Ketidakpastian Global
Sebagai kontributor utama dari industri manufaktur, industri pengolahan makanan dan minuman tumbuh 4,62% pada triwulan II, didorong oleh peningkatan produksi olahan minyak sawit dan konsumsi dalam negeri. Aktivitas hilirisasi masih terus mendorong tingkat pertumbuhan industri pengolahan logam dasar yang tumbuh 11,49% (yoy) di triwulan II.
Pertumbuhan investasi nasional terus menunjukkan perbaikan seiring dengan reformasi struktural yang terus digulirkan untuk menciptakan iklim investasi yang makin menarik. Pertumbuhan positif investasi juga didorong oleh pertumbuhan barang modal bangunan, peralatan, dan mesin yang berarti aktivitas produksi terus kuat, lanjut Febrio.
Resiliensi tren ekspansi perekonomian nasional yang terjaga hingga triwulan II-2023 menjadi modal penting bagi tren pertumbuhan ekonomi ke depan. (NIY)