Transisi Energi di Asia Tenggara Butuh Dana Rp450.000 Triliun, untuk Apa Saja?
JAKARTA, iNews.id - Laporan IRENA Renewable Energy Outlook menyatakan transisi energi di negara-negara Asia Tenggara atau ASEAN membutuhkan pendanaan sebesar 29,4 triliun dolar Amerika Serikat (AS) atau sekitar Rp450.000 triliun.
Menteri Energi dan Sumber Dara Mineral (ESDM), Arifin Tasrif, mengatakan kebutuhan dana tersebut, untuk transisi energi dalam skenario 1,5\'C dengan 100 persen energi terbarukan hingga 2050.
Menurut dia, dana sebesar Rp450.000 triliun itu, digunakan untuk pengembangan pembangkit energi terbarukan, transmisi (nasional dan internasional), distribusi, dan penyimpanan, dan pasokan biofuel, elektrifikasi (mobil EV dan pengisi daya EV), yang mencakup biaya bahan bakar, pengoperasian dan pemeliharaan.
Untuk membiayai langkah-langkah ini, pembiayaan energi berkelanjutan sangat dibutuhkan, tutur Arifin, saat membuka acara Sustainable Energy Financing And Mobilization of Energy Investments To Ensure Energy Security And Achieve NDCs In ASEAN di Bali, seperti dikutip dari laman resmi Kementerian ESDM, Jumat (25/8/2023).
Tupperware Resmi Tutup di Indonesia
Dia mengungkapkan, pembiayaan energi berkelanjutan dapat dicapai melalui berbagai cara. Pertama, pembiayaan campuran yang bentuknya bisa bermacam-macam, seperti hibah, pinjaman lunak dengan persyaratan yang menguntungkan, dan investasi bersama.
Kedua, Kemitraan Pemerintah-Swasta (KPS) dan Pendanaan Internasional dengan mengakses dana iklim internasional, seperti Green Climate Fund, dapat menyediakan sumber daya tambahan untuk inisiatif energi bersih.
Dia menjelaskan, selain pendanaan lingkungan yang kondusif bagi investor, hal penting lainnya, yaitu memobilisasi investasi energi ramah lingkungan. Hal ini dapat diciptakan melalui pemberian insentif, kerangka kebijakan yang jelas dan mendukung, termasuk rencana dan peraturan energi jangka panjang dapat membangun kepercayaan investor, serta prosedur Investasi yang Transparan.
Arifin menyampaikan, negara-negara anggota ASEAN telah menyadari pentingnya pengembangan energi berkelanjutan, keamanan energi, dan penanganan perubahan iklim.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif, mengungkapkan oleh sebab itu maka beberapa strategi sedang dilakukan untuk mencapai tujuan ini.
Termasuk dengan mengembangkan konsep yang jelas untuk pendanaan transisi energi yang berkelanjutan, menetapkan peta jalan energi terbarukan jangka panjang, serta menerapkan teknologi ramah lingkungan.
Dia mengungkapkan, hasil proyeksi the International Renewable Energy Agency (IRENA) menyatakan bahwa dibutuhkan suntikan dana sebesar 29,4 triliun dolar AS hingga tahun 2050 untuk melaksanakan transisi energi ASEAN dalam skenario 1,5\'C dengan skema 100 persen energi terbarukan.
Senada, Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukkan dan Konservasi Energi (Dirjen EBTKE) Yudo Dwinanda Priaadi juga membenarkan bahwa untuk melaksanakan transisi diperlukan pendanaan dan investasi dan hal ini menurutnya menjadi tantangan besar yang harus diatasi.
Mendapatkan pendanaan dari negara-negara maju seperti Just Energy Transition Partnerships (JETP), Asia Zero Emission Communities (AZEC), dan Energy Transition Mechanism (ETM) sangatlah penting. ujar Yudo.
Selain itu, pembiayaan ramah lingkungan yang inovatif seperti obligasi ramah lingkungan, perusahaan jasa energi (ESCO), dan skema pembiayaan lainnya didorong untuk dijajaki dan diterapkan, tutur Yudo.