WTP Bukan Prestasi Jokowi Anggaran Bukan Untuk Biayai Birokrasi Uang Rakyat Harus Kembali Ke Rakyat
Presiden Jokowi mengingatkan, opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atau unqualified opinion pada laporan keuangan bukanlah sebuah prestasi.
Dia menegaskan, WTP merupakankewajiban dari seluruh jajaran pemerintahan dalam penggunaan APBN, kewajiban para menteri, serta pimpinan lembaga dalam menggunakan uang rakyat dengan penuh tanggung jawab.
Saya perlu mengingatkan, setiap rupiah uang rakyat harus dirasakan sepenuhnya oleh rakyat, tegas Jokowi dalam acara Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LHP LKPP) Tahun 2022 dari BPK di Istana Negara, Jakarta, Senin (26/6).
Tertib administrasi itu penting. Tetapi, yang jauh lebih penting adalah kemanfaatannya untuk rakyat.
Apa yang dirasakan oleh rakyat? Apa yang dirasakan oleh masyarakat? ujar Jokowi.
Kualitas Belanja
Selain peningkatan akuntabilitas, Jokowi juga mengingatkan jajarannya, untukterus berupayameningkatkan kualitas belanja. Meningkatkan quality of spending .
Kualitas belanja, harusdikawal sejak perencanaan. Harusdilaksanakan dengan baik. Harus terus dimonitor dan terus dievaluasi, agar lebih tepat sasaran. Harus betul-betul dirasakan oleh rakyat. Harus dirasakan oleh masyarakat.
Setiap rupiah uang rakyat, betul-betul harus kembali ke rakyat untuk membiayai yang dirasakan rakyat. Bukan untuk membiayai proses. Hati-hati ya. Sudah saya sampaikan beberapa waktulalu. Sekali lagi, bukan untuk membiayai proses. Bukan untuk membiayai birokrasi, beber Jokowi.
Yang justru saya temukan, justru habis banyak di birokrasi. Baik di tingkat kabupaten/kota, provinsi, atau pemerintah pusat. Ini sudah saya sampaikan saat di BPKP, imbuhnya.
Jokowi pun mencontohkan Anggaran Penyuluhan Pertanian APBD Provinsi, dengan tujuan meningkatkan kualitas SDM pertanian,tanpa menyebut daerah yang dimaksud. Total anggarannya Rp 1,5 miliar.
Mayoritas anggarannya, sebesar Rp 1 miliar, ternyata habis untuk perjalanan dinas.
Contoh lainnya, adalah pengembangan UMKM di sebuah kabupaten, dengan total anggaran Rp 2,5 miliar. Dari angka tersebut, sebanyak Rp 1,9 miliar terpakai untuk honor dan biaya perjalanan dinas.
Bayangkan, yang benar-benar terpakai untuk pengembangan usaha mikro, tak sampai 20 persen cetusnya.
Contoh ketiga,proyekpembangunan Balai Penyuluh Pertanian di sebuah Kabupaten. Tujuannya, membangun dan merehab balai penyuluhan. Anggarannya Rp 1 miliar. Tapi, sebanyak Rp 743 juta tersedotuntuk honor dan perjalanan dinas, serta rapat-rapat.
Saya nggak tahu, berapa puluh kali ini rapatnya? Ini buanyaak sekali. Bukan hanya tiga contoh. Banyak, yang seperti ini adaribuan, tutur Jokowi.
Mestinya, lanjut Jokowi, yang namanya biaya overhead itu 20 persen. Mentok-mentok, 25 persen. Tapi, ini kebalik.
Fokus Program Unggulan
Seharusnya, output dan outcome yang ditargetkan fokus pada program unggulan. Seperti penanganan stunting, pengentasan kemiskinan, membantu produktivitas petani dan nelayan, mengendalikan inflasi, serta membantu investasi.
Itu pun harus membeli produk-produk dalam negeri, seperti yang sudah bolak-balik disampaikan Presiden. Harus membeli produk-produk UMKM, agar UMKM bisa naik kelas.
Untuk itu, saya meminta, mohon bantuan BPK. Saya minta perhatian Bapak Ibu Menteri atau Kepala Lembaga, Kepala Daerah, serta Direksi BUMN BUMD untuk mengawal akuntabilitas dan kualitas belanja keuangan negara, ucap Jokowi.
Kalau ini bisa kita lakukan, kita bisa lebih efektif dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat, memperkokoh stabilitas dan pertumbuhan ekonomi, menuju Indonesia Maju yang kita cita-citakan, pungkasnya.