Inovasi Anak Bangsa yang Berawal dari Tugas Kulliah menjadi Rupiah

Inovasi Anak Bangsa yang Berawal dari Tugas Kulliah menjadi Rupiah

Ekonomi | BuddyKu | Jum'at, 2 Juni 2023 - 09:33
share

JAKARTA, NETRALNEWS.COM - Royyan Wafi Pujiyanto, pria yang akan menginjak usia 24 tahun pada bulan ini, berhasil membuat inovasi yang berawal dari tugas kuliah hingga akhirnya kini menjadi rupiah.

Ia membuat produk yang masuk menjadi salah satu nominator yang menarik dibandingkan sembilan nominator lainnya dalam sebuah program yang diadakan oleh Kementerian Kesehatan.

Produknya bernama CoFilm+ (dibaca: Ko Film Plus). Salah satu karya anak bangsa yang berhasil masuk ke dalam 10 besar peserta terpilih oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dalam program "Health Innovation Sprint Accelerator 2023", sebagai program inkubasi untuk startup dan para inovator di bidang kesehatan.

Pria yang kini baru saja lulus dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya itu mengaku pada awal pandemi COVID-19 di Tahun 2020, dirinya mengalami kesulitan dalam mengerjakan berbagai macam hal, salah satunya adalah perihal menjaga kebersihan. Dia kewalahan untuk menyemprotkan disinfektan dan hand sanitizer hampir di setiap saat.

"Waktu itu orang takut untuk memegang gagang pintu, bahkan kalau ke minimarket kita buka pintu pakai siku atau kaki, kenapa tidak ada produk yang membersihkan surface secara permanen, sehingga tidak perlu capek pakai disinfektan setiap jam," ujarnya, saat ditemui Antara, seusai acara Health Innovation Day Kemenkes RI yang diadakan di Jakarta, Selasa (30/5/2023).

Berbekal perasaan gusarnya tersebut, ia dan enam rekannya membuat gagasan yang memungkinkan semua orang untuk tidak selalu menyemprotkan disinfektan dan hand sanitizer, maka terciptalah CoFilm+.

Peran dosen sekaligus Kepala Pusat Riset Nanoteknologi ITS Agung Purniawan yang merupakan lulusan dari Delft, Belanda, sangat besar dalam penelitian produk tersebut.

Untuk memulai riset terkait produk itu, dia hanya bermodal uang saku bersama enam temannya. Berkat ketekunannya, usahanya dipandang oleh ITS dan Unair, sehingga diberikan bantuan berupa dana riset.


Selayang pandang
Produk itu adalah pelapis antivirus dan antibakteri yang berupa lapisan tipis, seperti cat tembok, yang jika terdapat bakteri yang menempel, maka bakteri tersebut
akan otomatis mati," kata pria yang akrab disapa Wafi tersebut.

Produknya berbeda dengan produk antivirus lain, seperti hand sanitizer dan disinfektan, karena bahan ini dapat mengeras seperti cat dan bertahan hingga dua tahun.

Produknya itu telah diuji dengan berbagai bakteri positif maupun negatif, seperti bakteri SARS-CoV-2.

Produk ini telah memiliki sertifikasi pengujian mikroba oleh Tropical Disease Diagnostic Center Universitas Airlangga serta izin resmi dari Kemenkes RI.

Sebanyak 90 persen bakteri akan mati pada menit pertama dan angkanya meningkat hingga 99,9 persen dalam waktu satu jam, dimana pada umumnya bakteri baru mati setelah tiga hari jika tidak diberi pelapis CoFilm+.

"Produk ini tahan terhadap air panas, sentuhan berkali-kali, bahkan juga goresan," ujarnya.

CoFilm+ dapat diaplikasikan di berbagai macam permukaan, seperti stainless steel, plastik, kaca, bahkan di sofa yang berbahan dasar kulit.
Saat ini, produk mahasiswa itu telah mencapai kapasitas produksi 1.000 liter per bulan. Pemasarannya masih dalam tahap pengembangan, sehingga siapapun yang hendak menggunakan produk dari CoFilm+ ini harus terlebih dahulu melakukan pemesanan serta pengaplikasiannya hanya dapat dilakukan oleh tenaga ahli.

Sampai saat ini sejumlah gedung dan fasilitas publik di Surabaya telah mengaplikasikan produk ini untuk melapisi beberapa titik di gedung tersebut dengan harga yang bervariasi, dimulai dari Rp 50 ribu per gagang pintu.

Targetnya, pada akhir tahun, Wafi mencoba pemasarannya kepada masyarakat luas dengan berbentuk kaleng semprot.


Apresiasi pemerintah
Seiring berjalannya waktu, produk ini semakin berkembang dan mendapatkan apresiasi pemerintah. Salah satunya adalah apresiasi dari Wakil Gubernur (Wagub) Jawa Timur Emil Elestianto Dardak.

Bahkan, Wagub Emil mengajak seluruh organisasi perangkat daerah (OPD) di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jatim untuk turut membeli serta mendukung inovasi anak bangsa tersebut.

Walhasil, sejumlah gedung di sejumlah instansi, seperti Rumah Sakit Universitas Airlangga (RSUA), Medical Center ITS, serta sejumlah kantor dan transportasi publik di Surabaya telah mengaplikasikannya.

Pada Selasa (30/5), Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI mengadakan Health Innovation Day sebagai upaya kementerian itu dalam mendorong adanya transformasi kesehatan di Indonesia.

Pada acara tersebut juga diumumkan 10 peserta terbaik pada program Health Innovation Sprint Accelerator 2023. CoFilm+ yang menjadi salah satu nominator berhak mendapatkan Rp 250 juta sebagai salah satu peserta terbaik pada program tersebut.

Program ini sangat baik, paling tidak untuk menjaring potensi yang lebih luas dalam teknologi kesehatan. Ternyata banyak juga startup lain yang ingin memajukan teknologi kesehatan di Indonesia.

Hal tersebut senada dengan upaya Kemenkes RI dalam mengembangkan teknologi kesehatan masyarakat, yang salah satunya melalui transformasi digital
kesehatan.

Kementerian Kesehatan RI mennilai transformasi digital kesehatan penting bagi masyarakat, terutama bagi mereka yang tinggal di daerah terpencil.

Program ini adalah salah satu bentuk upaya Kemenkes RI dalam upaya transformasi digital kesehatan di Indonesia.

Kemenkes berharap kepada seluruh inovator di bidang kesehatan supaya tetap semangat untuk berkarya demi menciptakan ekosistem inovasi teknologi kesehatan di Indonesia.

Topik Menarik