Tidak Selaras Dengan Semangat Anti Korupsi KPU Hapus Laporan Dana Kampanye Lho

Tidak Selaras Dengan Semangat Anti Korupsi KPU Hapus Laporan Dana Kampanye Lho

Ekonomi | BuddyKu | Jum'at, 2 Juni 2023 - 06:48
share

Peserta Pemilu 2024 tidak diwajibkan membuat Laporan Penerimaan Sumbangan Dana Kampanye (LPSDK).

Koordinator Divisi Teknis Penyelenggaraan Pemilu Komisi Pemilihan Umum (KPU) Idham Holik mengatakan, LPSDK dihapus untuk penyelenggaraan Pemilu 2024. Sebab, hal ini tidak diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

LPSDK dihapus karena bersinggungan dengan masa kampanye Pemilu 2024, ujarnya.

Peserta pemilu yang dimaksud, antara lain partai politik (parpol) termasuk caleg DPR dan DPRD, capres-cawapres serta calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD).

Sebelum dihapuskan, pada Pemilu 2019, KPU mewajibkan peserta pemilu menyampaikan LPSDK secara terbuka sesuai dengan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 34 Tahun 2018 tentang Dana Kampanye Pemilu.

Dalam PKPU Nomor 34 Tahun 2018 disebutkan, peserta Pemilu 2019 wajib menyusun pembukuan penerimaan sumbangan dana kampanye yang diterima setelah pembukuan Laporan Awal Dana Kampanye (LADK), serta wajib menyampaikan laporan tersebut kepada KPU sesuai tingkatannya.

Singkatnya, masa kampanye mengakibatkan sulitnya menempatkan jadwal penyampaian LPSDK, ujar Idham.

Sebagaimana diatur dalam lampiran I Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2022, masa kampanye selama 75 hari akan dimulai pada 28 November 2023 dan akan diakhiri pada 10 Februari 2024.

Idham berpendapat, penghapusan LPSDK karena informasi terkait dana kampanye sudah tercantum dalam LADK dan Laporan Penerimaan Pengeluaran Dana Kampanye (LPPDK).

Muatan informasi LPSDK sudah tercantum dalam LADK dan LPPDK, katanya.

Kendati laporan sumbangan dana kampanye dihapus, Idham menjamin transparansi penerimaan, penggunaan dan pelaporan dana kampanye peserta Pemilu 2024. Caranya, melalui aplikasi Sistem Informasi Dana Kampanye (Sidakam).

Menurutnya, Sidakam akan membuat pola agar informasi pelaksanaan kampanye dan tanggapan masyarakat dapat menjadi bahan penyanding antara kesesuaian laporan dana kampanye peserta pemilu dengan fakta pendanaan pada proses kampanye.

Idham menyebut, Sidakam memiliki fitur untuk mengunggah aktivitas kampanye. Kalau sekiranya partai ataupun calon anggota legislatif melakukan pemasangan spanduk atau alat peragaan kampanye, nanti dapat dilengkapi dengan foto pemasangan spanduk, ujar dia.

Idham mengingatkan, penyumbang dana kampanye harus berasal dari kelompok yang berbadan hukum. Keputusan tersebut sudah ditinjau bersama Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

Penyumbang dana kampanye yang berasal dari kelompok wajib berbadan hukum untuk memudahkan dalam penelusuran dana sumber dana untuk menghindari kelompok fiktif, jelas dia.

Sementara, Anggota Dewan Pembina pada Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menilai, kebijakan KPU menghapus kewajiban melaporkan dana sumbangan kampanye tidak selaras dengan semangat antikorupsi dan tidak mendukung gagasan pemilu bersih.

Terlebih, kata Titi, tidak semua kandidat mempunyai uang banyak untuk mendanai kampanye, sedangkan ongkos politik tinggi. Mereka bisa saja menerima sumbangan dari pihak ketiga yang tidak jelas legalitasnya, ujarnya.

Menurut Titi, sumbangan tersebut pada akhirnya bisa mendorong kandidat terpilih untuk korupsi ketika menjabat. Soalnya, sangat mungkin ada peserta yang banyak aktivitas kampanyenya, tapi tidak jelas pemasukannya dari mana.

Apalagi, kalau harta kekayaannya tidak terlalu besar, kata dia.

Titi mengingatkan, semakin pendek durasi kampanye seharusnya tidak dijadikan dalih untuk menghapus kewajiban melaporkan dana sumbangan kampanye. Justru, karena semakin pendek, dia menduga sangat mungkin peserta pemilu akan jor-joran mengeluarkan belanja kampanye untuk penetrasi pemilih agar di waktu yang sempit bisa optimal mempengaruhi pemilih. Di situlah krusial dan strategisnya LPSDK, tukasnya.

Topik Menarik