Nerangkusuma Mundur, Kompeni Tekan Balik Amangkurat II
RADAR JOGJA Adipati Nerangkusuma menjadi pejabat negara pertama di Kerajaan Mataram yang mengajukan pengunduran diri. Ayah angkat Untung Suropati ini bukan hanya melepaskan jabatan pepatih dalem.
Tapi Nerangkusuma juga menyatakan berhenti dari status Aparatur Sipil Mataram (ASM). Hak pensiun sebagai pejabat negara dengan suka rela tidak diterimanya. Nerangkusuma memutuskan meninggalkan ibu kota negara (IKN) .
Hubungan antara Nerangkusuma dengan Amangkurat II sebenarnya sangat dekat. Nerangkusuma sebagai orang yang dipercaya menjadi pejabat pembuat komitmen (PPK) alias pimpinan proyek (pimpro) pembangunan IKN Kartasura. Dia yang memimpin membabat hutan Wanakerta. Dalam waktu tujuh bulan, hutan telah berubah menjadi istana Mataram. Atas jasa-jasanya itu Nerangkusuma diangkat sebagai patih oleh Amangkurat II.
Meski memiliki kontribusi membangun IKN Kartasura, keputusan Nerangkusuma sudah bulat. Peristiwa itu berlangsung tak lama usai Komandan Pasukan VOC Kapten Franncois Tack terbunuh di depan istana Kartasura.
Saat itu Tack tengah memburu Untung Suropati yang menjadi buronan Kompeni. Sejak beberapa waktu Untung bersembunyi di Mataram. Dari Kartasura, Untung memusatkan kekuatan di Bangil Pasuruan.
Bersama ayah angkat sekaligus mertuanya Nerangkusuma, Untung membentuk pemerintahan merdeka. Bebas dari pengaruh Mataram. Hingga akhir 1690-an, kekuatan Untung semakin besar. Bahkan wilayah kekuasaannya mendekati Madiun. Ini berarti semakin dekat dengan Mataram.
Amangkurat II mulai cemas melihat situasi politik tersebut. Apalagi di internal Kartasura terjadi perpecahan. Muncul dua kubu yang saling bersaing memperebutkan pengaruh. Kubu itu berasal dari kelompok Raden Mas (RM) Sutikna atau putra makhkota. Kubu satu lagi ada di Pangeran Poeger, adik Amangkurat II yang dipercaya menjadi menteri pertahanan merangkap panglima Tentara Nasional Mataram (TNM).
Menyadari itu, Sunan berkesimpulan membutuhkan dukungan VOC. Persis seperti di awal-awal dirinya merintis kekuasan pada 1677-1680. Kemudian sukses menggulung kekuatan oposisi Trunajaya. Hubungan Mataram dengan VOC yang sempat beku beberapa waktu harus secepatnya dicairkan.
Pemulihan hubungan itu akhirnya ditempuh dengan kesediaan Sunan mengangsur utang-utang Mataram. Angsuran itu dibayarkan tiga kali. Dari 1694, 1696 dan 1699. Sunan berjanji terus melanjutkan pembayaran ke Kompeni. Kartasura memberikan sinyal akan mengirimkan utusan khusus ke Batavia.
Paman Sunan, Adipati Natakusuma pada Oktober 1696 melakukan kunjungan kerja ke Batavia. Dia memimpin duta Kartasura. Sepucuk surat dari Amangkurat II diserahkan. Isinya bernada cukup merendah. Berisi permintaan maaf atas kesalahan yang terjadi di masa-masa sebelumnya. Sunan Amral sebutan lain dari Amangkurat II meminta klarifikasi tertulis dari VOC menyangkut utang-utang yang masih menjadi kewajiban Mataram.
Dalam surat itu juga menyertakan keterangan tentang kondisi keuangan kerajaan. Mataram sedang dilanda krisis ekonomi. Beberapa Badan Usaha Milik Mataram (BUMM) tengah tekor. Sebagian teracam bangkrut. Ekspor Mataram selama lima tahun terakhir minus. Beberapa tenaga kerja terpaksa dirumahkan. Itu menjadi pemicu Mataram tak mampu mencicil utang dalam jumlah besar.
Amangkurat II juga meminta bantuan militer VOC. Akhir 1698, Mataram menginformasikan kekuatan Untung Suropati telah menaklukkan Madiun. Selanjutnya bersiap-siap menyerbu Kartasura.
Menanggapi itu, VOC memberikan jawaban bernada tajam. Membeberkan secara terbuka semua kekurangan Amangkurat II. Kompeni kembali meminta imbalan atas semua biaya yang telah dikeluarkan saat membantu Mataram.
Bukan ganti rugi yang belum diterima. Sebaliknya, Kapten Tack justru dibunuh di Kartasura. Satu tindakan yang berlawanan dengan kaidah masyarakat. Biadab dan tidak beragama. Begitu isi surat balasan VOC kepada Amangkurat II. Raja Mataram juga dianggap membiarkan Untung Suropati melarikan diri dari Kartasura.
Menyangkut utang, VOC menuntut 2,5 juta gulden. Satu jumlah yang teramat besar. VOC bersedia menerima sebagian pelunasan dengan cara barter. Beras dan hasil pertanian lainnya.
Surat VOC jelas menunjukkan bukan berisi langkah mencapai rekonsiliasi atau kompromi. Kompeni tengah melakukan tekanan ke Mataram. Belum lagi semua tuntutan dan utang Mataram terbayar, Amangkurat II wafat pada 1703. Raja Mataram keenam itu bertakhta selama 25 tahun. Dari tahun 1677 sampai dengan 1703. (laz)










