Ekonomi Pakistan di Ambang Kehancuran: Listrik Padam, Mata Uang Anjlok, Harga Melonjak

Ekonomi Pakistan di Ambang Kehancuran: Listrik Padam, Mata Uang Anjlok, Harga Melonjak

Ekonomi | BuddyKu | Senin, 6 Februari 2023 - 07:59
share

ISLAMABAD, iNews.id - Perekonomian Pakistan berada di ambang kehancuran. Pada 24 Januari 2023 lalu, negara di Asia Selatan itu mengalami pemadaman listrik secara nasional dan mata uangnya anjlok ke rekor terendah terhadap dolar AS.

Selain itu, juga terjadi ketidakstabilan politik, korupsi, menipisnya cadangan devisa yang hanya cukup untuk membayar impor sekitar tiga minggu, dan menumpuknya utang. Harga bahan pangan dan energi di Pakistan pun melonjak lebih dari dua kali lipat.

Dana Moneter Internasional (IMF) datang ke Pakistan pada awal pekan lalu untuk membicarakan dana talangan yng sangat dibutuhkan. Pakistan mendapatkan dana talangan sebesar 6 miliar dolar AS dari IMF pada 2019, dan pada Agustus tahun lalu ditambah 1 miliar dolar AS dalam rangka program pendanaan ke-23 IMF untuk negara tersebut dalam 75 tahun keberadaannya.

Namun, kali ini pendanaan tidak diberikan dengan mudah lantaran pejabat IMF melihat pemerintah Pakistan menerapkan reformasi fiskal. Itu termasuk mengizinkan nilai tukar yang ditentukan pasar untuk mata uangnya, dan pengurangan subsidi bahan bakar, yang menjadi lebih mahal di tengah naiknya harga energi global.

Perdana Menteri Pakistan Shehbaz Sharif menolak melakukan perubahan terhadap kebijakan tersebut selama berbulan-bulan. Tetapi prospek kebangkrutan nasional memaksanya melakukan perubahan pada akhir Januari, dan menyebabkan rupee anjlok 20 persen terhadap dolar AS dalam beberapa hari.

Pemerintah menaikkan harga BBM sebesar 16 persen dan bank sentral Pakistan menaikkan suku bunganya sebesar 100 basis poin untuk meredakan inflasi tertinggi di negara itu dalam beberapa dekade.

Situasi ekonomi Pakistan adalah refleksi langsung dari prioritas negara yang salah tempat selama beberapa dekade, kata peneliti di Institut Studi Perdamaian dan Konflik di New Delhi Kamal Madishetty, dikutip dari CNBC International , Senin (6/2/2023).

Dia menunjuk pada kontrol militer yang luar biasa atas semua institusi lain sebagai faktor kunci. Menurutnya, pembentukan militer negara terus menyudutkan sumber daya yang tidak proporsional, dengan mengorbankan warga biasa, di mana Pakistan pada tahun lalu memangkas anggaran infrastruktur dan pendidikan, sementara anggaran militer naik 11 persen.

Wacana publik mungkin menyematkan kesulitan ekonomi pada satu demi satu pemerintahan, tetapi mereka yang benar-benar bertanggung jawab adalah kelas orang yang secara permanen berkuasa, ujarnya.

Seorang rekan senior non-residen di Dewan Atlantik, Kamal Alam menggambarkan kelas penguasa yang disfungsional selama beberapa dekade telah menyalahgunakan dana dan mencegah reformasi penting.

Terperosok dalam korupsi politik, militer, feodal, Pakistan kini negara yang hanya bertahan karena kemurahan hati Saudi, China, UEA, dan AS. Akhirnya para donatur juga kehabisan kesabaran karena kurang transparannya dampak dari donasi mereka yang sebenarnya, tutur Kamal.

Arab Saudi yang kaya minyak telah menjadi sekutu lama Pakistan, yang sering membantunya secara finansial. Tapi sekarang Saudi menuntut transparansi tentang tata kelola dan korupsi sebelum memberikan bantuan.

Sementara Pakistan mengalami bencana banjir pada Juni 2022, yang membuat sepertiga negara itu tenggelam, mempengaruhi 33 juta orang dan menyebabkan kerusakan dan kerugian ekonomi miliaran dolar AS. Ini dikombinasikan dengan masalah ekonomi akibat dampak Covid-19 yang berkepanjangan menyebabkan Bank Dunia pada awal Januari lalu menurunkan proyeksi pertumbuhan Pakistan 4 persen menjadi 2 persen pada tahun ini karena situasi ekonomi yang genting, cadangan devisa menipis serta defisit neraca berjalan dan fiskal yang besar.

Selain Arab Saudi, China juga kerap memberikan pinjaman ke Pakistan. Menurut IMF, lebih dari 30 persen dari total utang luar negeri Pakistan adalah utang ke China. Itu tiga kali lipat utang Pakistan kepada IMF dan lebih dari pinjamannya dari Bank Dunia dan ADB.

Topik Menarik