Software Bajakan Jadi Pemicu Tingginya Tingkat Kejahatan Siber di Indonesia

Software Bajakan Jadi Pemicu Tingginya Tingkat Kejahatan Siber di Indonesia

Ekonomi | BuddyKu | Senin, 5 Desember 2022 - 20:42
share

IDXChannel Banyaknya penggunaan aplikasi dan layanan bajakan yang telah terinfeksi oleh malware menjadi salah satu penyebab maraknya kejahatan siber di Tanah Air.

Hal tersebut disampaikan dalam webinar CyberCorner bertajuk Permukaan Serangan Siber Semakin Luas, Bagaimana Antisipasi? yang diadakan secara virtual pada, Sabtu (3/12/2022), oleh Institut Kesehatan Indonesia (IKI), BEM Fakultas Hukum Universitas Malahayati, dan Cyberthreat.id yang didukung oleh Bank Negara Indonesia (BNI).

Beragam serangan siber saat ini menjadi semakin meluar mulai peretasan, pencurian data pribadi, social engineering, hingga infeksi malware.

Data Badan Siber dan Sandi Negara mengungkapkan sejak Januari hingga Oktober 2022, anomali trafik atau serangan siber yang masuk ke Indonesia mencapai 891,56 juta kali. Serangan ini didominasi oleh serangan infeksi malware, lalu diikuti kebocoran data.

Direktur Keamanan Siber dan Sandi BSSN Dr Sulistyo mengatakan bahwa infeksi malware dapat menyebabkan pencurian data pribadi sehingga berpotensi membahayakan masyarakat.

Banyaknya infeksi malware di Indonesia disebabkan oleh penggunaan aplikasi dan layanan bajakan yang telah terinfeksi oleh malware, kata Dr Sulistyo seperti dikutip dalam keterangan tertulis.

Dalam webinar tersebut, hadir juga sebagai pembicara AVP Information Security BNI Bobby Pratama, Ketua Pengwil APJII DKI Jakarta Tedi Supardi Muslih, dan Akademisi hukum Nurlis Effendi. Sekitar 200 peserta dari berbagai kampus juga turut hadir secara daring.

Dr. Sulistyo pun menghimbau kepada masyarakat untuk selalu teliti sebelum menggunakan aplikasi dan layanan daring. Ia meminta untuk selalu mengunduh layanan dari sumber resmi serta membaca syarat dan ketentuan sebelum menggunakannya.

Jangan malas untuk membaca syarat dan ketentuannya, karena secara tidak langsung kita menyetujui untuk memberikan data kita secara secara sukarela, ujar Sulistyo.

AVP Information Security BNI Bobby Pratama juga menyinggung tentang pentingnya perangkat dan perangkat lunak resmi. BNI menerapkan aturan bahwa layanan seperti m-banking tidak akan bisa berjalan pada smartphone yang telah di-jailbreak.

Smartphone yang bukan versi pabrikan akan rentan terhadap serangan siber, seperti infeksi malware dan pencurian data pribadi. Untuk itu, Bobby menyarankan agar nasabah lebih baik menginstal dari sumber-sumber resmi seperti Google Play Store atau App Store.

BNI berkomitmen menerapkan perlindungan internal baik untuk perusahaan maupun nasabah. Misal, terkait dengan layanan SMS banking, maka yang dilakukan perusahaan ialah menganalisis bagaimana bentuk-bentuk kejahatan yang mungkin muncul, lalu melakukan simulasi dan penanganan ancaman terhadap layanan tersebut, ucap Bobby.

Akademisi sekaligus praktisi hukum Nurlis Effendi membeberkan tentang dukungan struktur hukum yang dimiliki Indonesia terkait dengan keamanan siber. Ia mengatakan Indonesia telah memiliki struktur hukum yang kuat.

Sementara dari segi payung hukum terkait dunia siber juga telah disediakan Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi. Ini diharapkan memberikan kekuatan bagi masyarakat terkait kasus kebocoran data.

Ketika undang-undangnya sudah ada, kemudian aparat penegak hukumnya sudah ada, lalu bagaimana respons dari publik terhadap undang-undang. Ini yang perlu ditumbuhkan, ujar Nurlis.

Untuk itu, Nurlis menyarankan agar masyarakat bisa melaporkan kejadian ke kepolisian ketika mengalami kejahatan siber. Sejauh ini, Polri sudah banyak menangani berbagai macam kasus di bidang siber mulai kasus pinjaman online (pinjol), penipuan dunia maya, peretasan, dan lainnya.

Bahkan, lingkup penanganan mulai skala nasional hingga melibatkan organisasi polisi kriminalitas internasional, Interpol.

(IND)

Topik Menarik