Kementerian PUPR Dukung BERDIKARI Kurangi Impor Barang Dorong Belanja PDN
Usai didera pandemi Covid-19, kini dunia kembali harus bersiap menghadapi ancaman resesi global serta imbas perang Rusia-Ukraina. Tak pelak, kondisi tersebut membuat setiap negara harus menyiapkan strategi, agar dapat bertahan dari segala kemungkinan.
Salah satu strategi tersebut adalah BERDIKARI atau Berdiri di atas kaki sendiri, sebagaimana yang digaungkan Proklamator Bangsa, Bung Karno.
Salah satu wujud nyata strategi tersebut, dengan mengkonsumsi dan atau membelanjakan sebesar-besarnya produk dalam negeri, seminimal mungkin belanja barang impor dan tenaga kerja asing.
Upaya tersebut diharapkan akan mendorong pertumbuhan ekonomi. Hal tersebut juga didukung data Badan Pusat Statistik (BPS), bahwa belanja Produk Dalam Negeri (PDN) minimal Rp 400 triliun, dapat menstimulus pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 1,7 persen dari APBN/APBD, sebesar 0,4 persen dari belanja PDN oleh BUMN, hingga membuka 2 juta lapangan kerja baru.
Terkait ini, Bapak Presiden sudah mencanangkan Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia (Gernas BBI). Pemerintah Pusat, Daerah dan BUMN diinstruksikan sebesar-besarnya menggunakan APBN/APBD untuk membeli produk lokal, bukan produk impor, ujar Dirjen Bina Konstruksi, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Yudha Mediawan.
Melalui Inpres Nomor 2 Tahun 2022, jelasnya, Presiden menginstruksikan seluruh Kementerian/Lembaga, Pemda dan BUMN untuk membelanjakan anggaran negara sebesar 40 persen untuk produk usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi, minimal Rp 400 triliun untuk PDN.
Kementerian PUPR pun turut berperan dalam instruksi Presiden tersebut. Dari pagu Tahun Anggaran 2022 sebesar Rp 106 triliun, Kementerian PUPR berkomitmen belanja PDN sebesar Rp 80,48 triliun (PDN sebesar 84,9 persen dari Pagu pagu per 21 Maret 2022).
Pada 2023, komitmen belanja PDN PUPR akan dinaikkan menjadi Rp 118,94 triliun atau sebesar 95 persen dari pagu anggaran 2023 yang disetujui DPR sekitar Rp 125 triliun. Sesuai instruksi Presiden, untuk mengurangi impor sampai 5 persen pada 2023.
Penggunaan produk dalam negeri, dalam hal ini produk Usaha Mikro, dan Kecil serta Koperasi (UMKK), diatur penggunaannya dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Cipta Kerja, dimana Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah wajib mengalokasikan paling sedikit 40 persen produk/jasa Usaha Mikro dan Kecil serta Koperasi dari hasil produksi dalam negeri dalam pengadaan barang/jasa Pemerintah.
Kebijakan ini juga telah dituangkan dalam pengaturan Pengadaan Barang/Jasa, dimana preferensi harga diberikan jika terdapat Produk Dalam Negeri yang memiliki penjumlahan nilai Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dan nilai Bobot Manfaat Perusahaan minimal 40 persen.
Dukungan seluruh jajaran Satker/PPK (Satuan Kerja Pejabat Pembuat Komitmen) untuk benar-benar mengendalikan kegiatan pada paket-paketnya sangat diperlukan. Saya perintahkan Pejabat Tinggi Madya mengawasi dengan ketat penggunaan barang impor dan tenaga kerja asing, tegas Yudha.
Dia juga menyampaikan untuk memastikan ketersediaan produk dalam negeri sesuai kebutuhan spesifikasi. Jika terpaksa menggunakan barang impor atau tenaga kerja asing, maka harus diproses permohonan persetujuan penggunaannya, sesuai SOP pada Surat Menteri Nomor PB.0101-Mn/2075 tanggal 17 Oktober 2022, tentang Pengendalian Penggunaan Barang Impor dan Tenaga Kerja Asing di Kementerian PUPR dan BUKU KITA (Kendali Impor dan Tenaga Asing).
Melalui surat tersebut, masih menurut Yudha, dia juga meminta semua mengendalikan belanja impor dan TKA, sebesar maksimal 10 persen pada 2022, dan 5 persen pada 2023-2024.
Sementara untuk pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN), dia juga meminta, penggunaan materialnya mengutamakan produk dalam negeri, terutama yang telah memiliki sertifikat Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN). Juga memenuhi persyaratan Standar Nasional Indonesia (SNI). [RUS]









