Harga Saham Turun 60%, Credit Suisse Dikhawatirkan Bangkrut

Harga Saham Turun 60%, Credit Suisse Dikhawatirkan Bangkrut

Ekonomi | infobanknews.com | Selasa, 4 Oktober 2022 - 12:56
share

Jakarta Salah satu lembaga bank besar dunia, Credit Suisse dikhawatirkan bangkrut karena harga sahamnya turun hingga 60% selama satu tahun ini, tercatat mendekati harga terendahnya. Hal ini juga diperparah dengan semakin menurunnya transaksi kredit di bank tersebut.

Gagalnya layanan kredit Bank Credit Suisse yang meningkat hingga 15% di minggu lalu, membuat bank ini berada pada kondisi financial crisis seperti pada tahun 2009. Sontak, para investor lalu khawatir dengan kesehatan finansial salah satu bank terpenting di dunia ini.

Financial Times bahkan melaporkan bahwa jajaran eksekutif Credit Suisse tengah sibuk dengan smartphone mereka di akhir pekan untuk menenangkan ketegangan pasar.

Tim kami secara aktif terus berkomunikasi dengan para klien dan rekanan besar kami pada akhir pekan kemarin. Dan kita juga menerima telpon masuk dari para investor top kita, memberikan dukungannya kepada kita, ujar seorang eksekutif pada Financial Times, seperti dikutip dari news.com.au, 4 Oktober 2022.

Kondisi tersebut muncul ketika Direktur Utama Credit Suisse,Ulrich Koerner, menerbitkan sebuah memo kepada segenap jajaran pekerja pada Jumat minggu lalu, mengatakan bahwa Credit Suisse berada pada momen kritis dimana korporasi tengah menyiapkan pemeriksaan menyeluruh.

Detail retrukturisasi besar-besaran akan disampaikan melalui review strategis yang dijadwalkan pada 27 Oktober ini. Melalui strategic review tersebut, Credit Suisse diperkirakan akan merumahkan 5.000 pekerja yang disertai dengan penjualan aset korporasi.

Namun demikian, dalam memo itu,Ulrich juga menyampaikan kepada para karyawan untuk tidak khawatir dengan pelemahan harga saham korporasi, mengingat adanya permodalan dan likuiditas yang kuat.

Yang bisa saya katakan kepada anda adalah tetap disiplin dan tetap dekat dengan para klien dan rekan kerja anda. Saya paham bahwa tidaklah mudah untuk tetap fokus di tengah banyaknya pemberitaan negatif di media. Apalagi banyak pernyataan-pernyataan tidak akurat muncul di sana. Saya percaya anda tidak mencampur adukkan performa harga saham dengan kondisipermodalan dan likuiditas yang kuat, tegasUlrich.

Seorang eksekutif lainnya menyampaikan kepada Financial Times bahwa dirinya membantah laporan terbaru yang mengatakan Credit Suisse sudah mendekati investor untuk meningkatkan permodalan. Ia bersikeras bahwa korporasi sedang menghindari kebijakan penambahan modal.

Di lain sisi, Bloomberg mencatat kapitalisasi market bank terbesar kedua di Swiss itu telah turun ke sekitar 10 miliar Swiss francs (USD15,8 miliar), turun 30 miliar lebih (USD47,5 miliar) sejak Maret 2021. Ini berarti penjualan sahamnya saat ini akan menjadi ilusi semata untuk para investor jangka panjang.

Para analis telah memperkirakan Credit Suisse perlu meningkatkan dana sebesar 4 miliarSwiss francs (USD6,3 miliar), bahkan setelah menjual aset-asetnya untuk mendanai restrukturisasi, upaya pertumbuhan, dan mengantisipasi ketidakpastian lainnya.

Jajaran eksekutif korporasi telah mencatat sebelumnya bahwakapital rasio CET1 Credit Suisse, metode untuk mengukur kekuatan finansial yang membandingkan permodalan bank dengan asetnya, adalah 13,5% per 30 Juni, di atas ambang batas 10% yang diwajibkan oleh otoritas Swiss dan regulasi internasional yang minimum 8%.

Posisi kita di sini sudah jelas. Credit Suisse memiliki posisi likuiditas dan permodalan yang kuat, yang diimbangi juga dengan neraca keuangan yang baik. Harga saham tidak mengubah fakta tersebut, para pekerja diberitahu melalui memo lainnya pada Minggu.

Selain Credit Suisse yang sedang diisukan bangkrut di media sosial, lembaga bank asal Jerman, Deutsche Bank, juga diisukan hal serupa. Harga saham Deutsche Bank turun 40% selama satu tahun ini, dengan tingkat kegagalan transaksi kreditnya yang juga meningkat dalam beberapa hari belakangan.

Kedua bank tersebut dipandang sebagai bank besar global, dan berpotensi untuk mendapatkan dana talangan dari pemerintah. Secara total, mereka berdua mengelola aset sekitar USD2,8 triliun. (*) Steven Widjaja

Topik Menarik