Kasus Indosurya Tergiur Bunga Tinggi Ujung ujungnya Rugi

Kasus Indosurya Tergiur Bunga Tinggi Ujung ujungnya Rugi

Ekonomi | BuddyKu | Minggu, 2 Oktober 2022 - 07:43
share

Iming-iming bunga tinggi menumpulkan naluri polisi Isman. Tanpa curiga anggota Polres Lubuklinggau, Sumatera Selatan itu menggelontorkan Rp 500 juta ke Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya.

Indosurya menawarkan bunga 9,5 persen untuk produk Simpanan Berjangka. Jauh di atas deposito bank yang hanya menjanjikan bunga 4-7 persen.

Sementara Zubair Raksan Sanjari, adik Isman membenamkan duit lebih besar di Indosurya: Rp 2 miliar. Uang itu dikumpulkan dari hasil jualan parfum.

Berharap untung, malah buntung. Duit kakak adik ini raib. Mereka pun bersedia menjadi saksi sidang perkara bos Indosurya di Pengadilan Negeri Jakarta Barat.

Awalnya pada 2019, Isman dan Zubair kerap ditemui Marketing Indosurya bernama Iit. Lebih dari 5 kali pertemuan, Iit selalu menyampaikan Indosurya adalah bank yang bisa memberikan bunga tinggi kepada nasabah deposito. Dia juga cerita bahwa Indosurya ini bonafit dan ada di seluruh provinsi, tutur Isman.

Pada Mei 2019, Isman menyetorkan uang Rp 500 juta ke Indosurya. Untuk (deposito) jangka waktu 6 bulan, ujarnya.

Bersamaan, Zubair mendepositkan uang Rp 2 miliar. Bilyetnya terpisah, katanya.

Isman dan Zubair tidak pernah diminta membayar simpanan wajib, simpanan pokok dan mendapat Sisa Hasil Usaha (SHU) selayaknya anggota koperasi. Juga tidak mendapat buku anggota.

Keduanya hanya diberikan sebuah buku rekening yang dibukakan Indosurya. Setiap transaksi keuangannya tercatat. Mulai dari tambah saldo maupun transfer antar bank.

Pada Juni 2020, deposito milik Isman dan Zubair jatuh tempo. Keduanya hendak menarik dananya. Namun ditolak sang marketing.

Mereka pun datang ke kantor Indosurya di Jalan Wijaya, Taba Jemekeh, Lubuk Linggau Timur I. Tapi jawabannya sama: dana tak bisa dicairkan.

Alasannya rush money. Sampai saya tahu dari berita internet bahwasanya (Indosurya) gagal bayar, ujar Isman.

Ribuan nasabah lainnya juga tak bisa menarik uangnya di Indosurya. Mereka kemudian melayangkan gugatan terhadap Indosurya ke Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.

Sebagian nasabah mengadukan Indosurya ke Polda masing-masing. Penanganan perkara ini akhirnya diambil alih Mabes Polri.

Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri menetapkan tiga orang tersangka. Yakni Ketua KSP Indosurya Henry Surya, Direktur Operasional KSP Indosurya Suwito Ayub dan Head Admin KSP Indosurya June Indria.

Suwito kabur ke luar negeri dengan paspor palsu. Bareskrim pun menangkap Henry dan June. Khawatir keduanya kabur juga.

Belakangan, Henry dan June dibebaskan. Lantaran masa tahanan mereka telah habis. Sementara penyidikan belum rampung.

Bareskrim menerbitkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) baru. Henry dan June kembali ditangkap dan ditahan.

Singkat cerita, Henry diajukan ke meja hijau. Ia didakwa berlapis: praktik bank gelap, penipuan dan penggelapan dana nasabah serta pencucian uang.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Jakarta Barat, memaparkan perbuatan Henry Surya dilakukan bersama-sama Suwito Ayub dan June Indria.

Henry disebut menghimpun dana dari masyarakat secara ilegal. Tanpa izin dari pimpinan Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Praktik lancung ini dimulai pada 2012. Henry merupakan Direktur Utama PT Indosurya Inti Finance. Sekaligus pemilik saham Indosurya Group.

Henry menjual Medium Term Notes (MTN) atau Surat Utang Jangka Menengah melalui Indosurya Inti Finance untuk meraup dana. Pemerintah melarang penjualan MTN secara retail.

Maka timbul akal- akalan terdakwa untuk mengumpulkan dana dari masyarakat dengan cara mendirikan Koperasi Simpan Pinjam, ujar jaksa.

Pada 16 Juli 2012, Henry mengumpulkan 23 Kartu Tanda Penduduk (KTP) karyawan Indosurya Inti Finance. Mereka didaftarkan menjadi anggota KSP Indosurya Inti.

Henry bersama Mamike Hardianti menandatangani akta pendirian koperasi di hadapan notaris.

Henry menempatkan uang pribadinya Rp 100 juta. Yang diklaim sebagai simpanan pokok dan simpanan wajib dari 23 anggotanya. Uang itu jadi modal awal KSP Indosurya.

Notaris Titiek Irawati Sugianto menerbitkan Akta Pendirian KSP Indosurya Inti dengan Nomor 84. Pendirian KSP Indosurya disetujui Dinas Koperasi, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (KUMKM) dan Perdagangan Provinsi DKI Jakarta. Pada 27 September 2012, keluarlah pengesahan Nomor : 430/BH/ XII.1/1.829.31/XI/2012. Ditandatangani Kepala Dinas KUKM dan Perdagangan DKI Jakarta, Ratnaningsih. KSP Indosurya Inti pun sah menjadi badan hukum. Merujuk akta pendiriannya, wilayah operasi KSP Indosurya Inti hanya di DKI Jakarta.

Untuk merekrut nasabah, Henry menunjuk June Indria sebagai Head Admin. Juga merekrut pegawai. Henry menginstruksikan tim marketing menawarkan produk Simpanan Berjangka. Dengan iming-iming cashback dan bunga tinggi.

Nasabah yang berminat, diminta langsung mentransfer uang ke rekening penampungan atas nama Kospin Indosurya di Bank BCA. Sejak saat itu, ratusan nasabah telah menyetorkan uangnya.

Pada 2014 Henry mengganti nama KSP Indosurya Inti menjadi Indosurya Cipta. Perubahan dilakukan dengan merekayasa rapat tahunan luar biasa. Tujuannya untuk memperluas wilayah perekrutan anggota.

Setelah disahkan notaris, perubahan itu disetujui Kepala Dinas KUKM dan Perdagangan Provinsi DKI Jakarta, Ratnaningsih. Susunan pengurus barunya yakni Henry selaku Ketua, Sekretaris Mamike Harianti, Bendahara Sonia.

Susunan pengawasnya, Suwito Ayub sebagai Ketua, Steven Ralp Richardson dan Simon Chaniago sebagai Anggota.

Untuk mendapat legalitas koperasi berskala nasional, Henry meminta bantuan Jauhari, Kepala Bidang Penyusunan dan Evaluasi Peraturan Perundang-Undangan Koperasi sekaligus Asisten Deputi Urusan Organisasi dan Badan Hukum Koperasi Deputi Bidang Kelembagaan Kementerian Koperasi dan UKM.

Jauhari lantas membuat Surat Keterangan Nomor 367/ Dep.1.1.2/IX/2014. Berbekal surat ini, KSP Indosurya Cipta membuka 191 kantor cabang di sejumlah daerah.

Pundi-pundi Indosurya pun melonjak drastis. Jumlah total dana terhimpun kurang lebih sebesar Rp. 106.631.561.109.766, ungkap jaksa.

Dana nasabah disalurkan untuk fasilitas kredit kepada pihak ketiga. Yang tidak ada hubungannya dengan anggota, ujar jaksa.

Henry menempatkan dana nasabah di 30 perusahaan yang terafiliasi dengan Indosurya Group. Totalnya Rp 10,5 triliun. Dari jumlah itu, Henry menempatkan Rp 2,5 triliun ke rekening pribadi.

Henry juga memerintahkan Suwito membeli MTN yang diterbitkan PT Indosurya Inti Finance Rp 1,8 triliun.

Uang nasabah juga digunakan untuk membayar cicilan properti dan kewajiban Yakni PT Sun International Capital, anak usaha Indosurya Group.

Selanjutnya untuk pembelian 443 gedung. Nilainya Rp 34.797.508.400. Serta membeli kendaraan roda empat sebanyak 49 unit.

Jaksa Agung Muda Pidana Umum (JAM Pidum) Kejaksaan Agung Fadil Zumhana menyebut kasus Indosurya mencetak rekor dari segi jumlah korban dan kerugian.

Korbannya 23 ribu. Belum ada kerugian Rp 106 triliun yang dialami masyarakat Indonesia, ucap Fadil.

Topik Menarik