Defisit APBN 2023 Dipatok Lebih Rendah, Pembiayaan Utang Negara Melejit ke Rp696,3 T

Defisit APBN 2023 Dipatok Lebih Rendah, Pembiayaan Utang Negara Melejit ke Rp696,3 T

Ekonomi | gatra.com | Selasa, 27 September 2022 - 18:53
share

Jakarta,Gatra.com Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat ( DPR ) menyepakati postur sementara defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2023 sebesar 2,48 persen terhadap produk domestik bruto (PDB). Sebelumnya, dalam rancangan APBN (RAPBN) 2023 defisit sebesar 2,85 persen terhadap PDB.

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, mengatakan, defisit yang lebih rendah memberikan keamanan bagi APBN dan perekonomian negara. Penetapan defisit APBN 2023 berdasarkan pertimbangan kenaikan suku bunga dan gejolak di sektor keuangan serta nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat.

"Defisit yang lebih rendah memberikan keamanan bagi APBN dan perekonomian kita," ungkap Sri Mulyani dalam Rapat Kerja bersama Badan Anggaran (Banggar) di Kompleks Parlemen di Senayan, Jakarta, Selasa (27/9).

Ia menyebut, meski defisit APBN tahun 2023 ditetapkan lebih rendah yaitu 2,84 persen dari PDB, tetapi secara nominal mencapai Rp598,2 triliun.

Baca Juga: Sri Mulyani Klaim Pengelolaan APBN Semakin Baik, Apa Buktinya?

Di sisi lain, Sri Mulyani menjelaskan dengan defisit sebesar Rp598,2 triliun tersebut maka pemerintah akan menganggarkan pembiayaan utang di tahun depan hingga Rp696,3 triliun. Ia pun mengakui, pemerintah harus waspada terhadap pembiayaan utang dalam hal pengelolaan defisit APBN.

"Kita memahami dengan defisit ini berarti ada pembiayaan utang yang harus diterbitkan pemerintah sebesar Rp696,3 triliun," ungkapnya.

Dalam draft RUU APBN 2023 yang disepakati hari ini, menyebutkan beberapa arah kebijakan dalam pembiayaan utang negara sebesar Rp696.3 triliun tersebut.

Adapun arah kebijakan tersebut antara lainutang negara sebagai instrumen pendukung pencapaian target pembangunan yang dikelola secara prudent, efisien, dan sustainable; pemerintah perlu melakukan pendalaman pasar untuk mendukung fleksibilitas dan pengendalian vulnerabilitas utang; melakukan pengendalian risiko utang untuk menjaga keberlanjutan fiskal; serta mengoptimalisasi penerbitan surat berharga negara (SBN) di pasar domestik

Sementara itu, anggota Banggar DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS), Andi Akmal, mengungkapkan bahwa pembiayaan utang sebesar Rp696,32 triliun dinilai masih terlalu tinggi

"Fraksi PKS memandang tingginya pembiayaan utang ini akan meningkatkan beban belanja APBN di masa yang akan datang," ujar Andi Akmal dalam kesempatan yang sama.

Baca Juga:Menaker: BSU Dari APBN, Bukan dari Iuran BPJSTK Pekerja

Ia menyebut, pada periode tahun 20182022, pembayaran bunga utang meningkatkan dari Rp257,9 triliun menjadi Rp403,8 triliun di Outlook APBN 2022. Andi pun menegaskan bahwa Fraksi PKS mengingatkan pemerintah terkait akumulasi utang saat ini yang telah mencapai Rp7.163 triliun, setara dengan 37,91 persen terhadap PDB.

Karena itu, Andi menekankan agar pemerintah seharusnya mampu mengoptimalkan anggaran secara produktif sehingga meminimalisir timbulnya sisa lebih pembiayaan anggaran (SiLPA) pada akhir tahun 2023.

"Pemerintah semestinya bisa memitigasi risiko timbulnya SiLPA pada setiap anggaran," ujarnya.

Sebagai informasi, SiLPA adalah selisih antara defisit anggaran dengan pembiayaan netto.Nilai SiLPA yang tinggi akibat tidak maksimalnya penyerapan belanja pemerintah bukan menjadi sebuah prestasi karena masih harus menyisakan kewajiban yang harus dipenuhi pada tahun berikutnya.

Topik Menarik