TIIMM Resmi Dibuka Di Bali 4 Menteri Tampil Bersama

TIIMM Resmi Dibuka Di Bali 4 Menteri Tampil Bersama

Ekonomi | BuddyKu | Jum'at, 23 September 2022 - 08:23
share

Trade, Investment, and Industry Ministerial Meeting (TIIMM) di Nusa Dua, Bali, resmi dibuka, kemarin.

Sejumlah menteri Indonesia hadir dalam acara tersebut. Seperti, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan, Menteri Investasi Bahlil Lahadalia, dan Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita.

Keempat menteri ini, duduk berdampingan, bersama sejumlah menteri dan delegasi negara yang tergabung dalam G20. Dalam kesempatan ini, Zulhas mengangkat enam isu prioritas. Pertama, reformasi Organisasi Perdagangan Dunia alias World Trade Organization (WTO).

Berikutnya kedua, roadmap multilateral dalam memperkuat pembangunan berkelanjutan. Ketiga, merespons isu perda gangan, investasi, dan industri dalam mengatasi pandemi dan mendukung kesehatan dunia.

Selanjutnya, keempat, menekankan pentingnya isu prioritas digital dan rantai nilai global. Kelima, peningkatan investasi berkelanjutan untuk pemulihan ekonomi global. Dan terakhir, keenam, industrialisasi inklusif dan berkelanjutan melalui industri 4.0.

Saya mengundang para menteri memberikan solusi nyata atas berbagai persoalan ekonomi terkini. Untuk itu, kita perlu menggarisbawahi pentingnya toleransi antara kebijakan sektor perdagangan, investasi, dan industri. Kolaborasi dan kerja sama adalah kunci untuk mensukseskan keberhasilan Presidensi G20 Indonesia tahun ini, ujar Zulhas.

Dalam kesempatan yang sama, Bahlil menganggap, ini momentum G20 berkontribusi secara nyata dalam memulihkan ekonomi global ditengah ketidakpastian.

G20 harus bergandengan tangan, menyelesaikan persoalan rantai pasok demi mengurangi kemiskinan dan kelaparan.

Artinya, G20 harus menjadi payung bersama, menyuarakan kepentingan negara berkembang dan kelompok miskin dan rentan.

Soal investasi, ada empat poin utama. Pertama, berkontribusi terhadap hilirisasi untuk mengakhiri siklus ketergantungan negara berkembang terhadap komoditas mentah, dan mengurangi perubahan iklim.

Apakah adil jika negara maju dahulu menaiki tangga untuk mencapai puncak, lalu negara berkembang tidak boleh menaiki tangga yang sama? cetus Bahlil.

Kedua, investor harus berkolaborasi dengan UMKM lokal.

Ketiga, berkeadilan. Karena saat ini tren investasi energi hijau masih sangat timpang bagi negara berkembang.

Keempat, perlu dukungan untuk mengadopsi kompendium sebagai referensi kebijakan bagi penyusunan dan implementasi strategi dan program investasi berkelanjutan.

Memang, tugas Ministerial Meeting G20 ini tidak mudah. Sebagai kelompok negara dengan 80 persen dari GDP dunia, G20 bertanggung jawab untuk mendapatkan konsensus dalam mengelola pembangunan dan ekonomi dunia yang berkeadilan dan kemakmuran.

Mari kita jadikan pertemuan ini sebagai momentum berbuat lebih dan berpikir konstruktif agar kondisi dunia pulih bersama, dan lebih kuat lagi. Semoga dunia di masa mendatang menjadi semakin damai, adil, dan sejahtera, harap Bahlil.

Sementara itu, Agus mengungkapkan, pembatasan sosial telah menurunkan permintaan barang dan jasa, mendisrupsi rantai pasok global, dan mengakibatkan resesi secara keseluruhan.

Sederhananya, krisis kali ini membuat dunia sadar akan konektivitas digital yang meng akselerasi digitalisasi diberbagai aktivitas ekonomi. Tidak berhubungan langsung, menjadi karakteristik era digitalisasi, khususnya di era pandemi.

Tantangan selanjutnya, yakni mengembangkan kebijakan untuk beradaptasi dengan perubahan tersebut.

Termasuk, menciptakan lingkungan kebijakan yang kondusif bagi industri manufaktur, melalui kebijakan perdagangan dan investasi yang terbuka dan tanpa hambatan.

Sehingga kedepannya, kita dapat percaya diri menghadapi peristiwa tak terduga di masa mendatang. Tanpa melupakan mereka yang paling rentan terkena dampak krisis, dan memastikan tidak ada satu pun negara yang tertinggal, ujar Agus.

Sementara Airlangga, menganggap penting penanganan krisis pangan dan energi. Jika tidak segera ditangani, pertumbuhan ekonomi global bakal terganggu, dan menjadi sumber masalah yang signifikan.

Tanpa makanan, jumlah orang miskin meningkat dua kali lipat. Dari 135 juta sebelum pandemi, menjadi 276 juta hanya dalam dua tahun.

Dampak perang Rusia-Ukraina mendorong kemiskinan menjadi 323 juta, sehingga menurunkan tingkat produktivitas.

Tanpa energi, sektor riil tidak akan dapat beroperasi. Dengan begitu, transisi ke energi hijau akan tertunda.

Indonesia percaya, industri sangat penting untuk segera ditangani. Karena pada dasarnya, industri merupakan motor untuk perdagangan, dan mengamankan rantai pasokan. Sementara investasi sangat penting untuk operasinya.

Berdasarkan studi UNIDO tahun 2022, kapabilitas industri telah menjadi kunci di negara dengan ketahanan pandemi. Selain itu, negara dengan indeks kinerja industri yang lebih kompetitif, lebih tahan dari dampak pandemi.

Karena itu, G20 harus mempromosikan meningkatkan industri. Ini adalah panggilan serius untuk G20 bekerja sama lebih baik, memberikan insentif dan dukungan yang diperlukan untuk mendorong aspek industri pada adopsi teknologi untuk negara maju maupun negara berkembang, ungkap Airlangga.

Tantangan saat ini juga membutuhkan solusi global. Ia yakin mekanisme multilateral akan menjadi instrumen terbaik. Dimana G20 dapat menemukan jawaban untuk mewakili kesatuan tujuan.

Indonesia telah bekerja sama dengan anggota G20 lainnya dalam menetapkan arah strategis untuk mengembalikan kepercayaan pada institusi global dengan cara mereformasi itu. Dalam hal ini reformasi WTO sangat penting, tandasnya.

Topik Menarik