R20 Dorong Nilai Moral dan Spiritual Agama Meresap dalam Struktur Ekonomi-Politik Global

R20 Dorong Nilai Moral dan Spiritual Agama Meresap dalam Struktur Ekonomi-Politik Global

Ekonomi | BuddyKu | Rabu, 21 September 2022 - 14:19
share

JAKARTA - Dialog antaragama sudah berlangsung dan dilaksanakan di berbagai tempat dengan banyak narasumber. Namun sampai saat ini, dampak positif untuk perubahan yang diharapkan masih belum terasa oleh masyarakat dunia. Alih-alih dunia membaik, agama masih kerap kali menjadi musabab atas banyak konflik yang terjadi.

Menyikapi hal demikian, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) akan menggelar Religion Forum (R20) International Summit of Religious Leader pada 2-3 November 2022 di Nusa Dua, Bali. PBNU menggandeng Liga Muslim Dunia (Rabithah al-Alam al-Islami), organisasi yang berbasis di Makkah, sebagai penyelenggara bersama (co-host). R20 merupakan engagement group dari G20.

Forum dialog antartokoh agama dunia ini bakal membahas beberapa agenda penting yang semuanya merupakan ikhtiar menjadikan agama sebagai sumber solusi atas berbagai permasalahan global.

Bagaimana agama bisa menjadi bagian dari solusi? Itu bisa terjadi jika agama mampu mendorong nilai-nilai moral dan spiritualnya untuk diresapkan ke dalam struktur politik dan ekonomi global, kata Ketua Umum PBNU, K.H. Yahya Cholil Staquf, Rabu (21/9/2022).

Dengan begitu, ia meyakini bahwa dinamika dan perkembangan ekonomi-politik akan mengarah kepada peradaban manusia yang diharapkan. Sehingga dunia ini, dalam dinamika ekonomi-politiknya, akan menuju visi membangun kemuliaan peradaban manusia, bukan cuma perebutan dominasi yang ujungnya adalah menghilangkan makna kemanusiaan. Itu akan jadi agenda R20, katanya.

Forum ini juga berupaya untuk merumuskan agar agama tidak lagi menjadi penyebab dan masalah itu sendiri, tetapi beranjak menjadi solusi dari masalah global.

Berhenti menjadi bagian dari masalah itu artinya menetralisasi semua elemen yang mendorong perpecahan dan diskriminasi di antara kelompok agama, kata kiai yang akrab disapa Gus Yahya itu.

Sebab, Gus Yahya juga mengakui, bahwa elemen-elemen yang mendorong diskriminasi dan konflik itu nyatanya ada dalam wawasan keagamaan masing-masing.

Ini yang harus dinetralisasi. Kalau perlu dengan cara melakukan rekontekstualisasi terhadap wawasan keagamaan itu sendiri, kata Pengasuh Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin, Leteh, Rembang, Jawa Tengah itu.

Upaya rekontekstualisasi wawasan keagamaan sebetulnya sudah dilakukan oleh Gereja Katolik melalui Konsili Vatikan II pada 1965. Lalu, Yahudi Masorti melakukannya pada 2016. NU pun melakukan hal serupa dalam Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama NU di Banjar, Jawa Barat pada 2019.

Semua itu, menurut saya kerangkanya adalah bagaimana kelompok-kelompok agama yang berbeda ini mengidentifikasi nilai-nilai bersama, yaitu nilai-nilai tentang keadilan, kasih sayang, martabat manusia, dan lainnya, lanjutnya.

Selain itu, ia juga mengungkapkan perlunya mengidentifikasi nilai-nilai yang diadopsi bersama supaya bisa hidup berdampingan dengan damai. Bila perlu, kita lakukan rekontekstualisasi atau mereformasi, meninjau ulang wawasan-wawasan yang mapan dengan agama masing-masing, yang menjadi hambatan bagi kontestasi damai, ujarnya.

Dalam Islam, misalnya, wawasan tentang status kafir, dan dalam agama lain pasti hal semacam itu juga ada. Intinya, setiap agama harus mengadopsi nilai toleransi serta kesetaraan universal di antara sesama umat manusia dalam hal hak dan martabat. Selebihnya, agama-agama tinggal saling menoleransi satu sama lain mengenai perbedaan masing-masing.

R20 digagas pada Januari 2022 oleh K.H. Yahya Cholil Staquf, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, dan diketuai secara bersama oleh PBNU dengan Liga Muslim Dunia, organisasi yang berbasis di Makkah. Misi utama

R20 adalah mewujudkan kerja sama semua agama dan bangsa di dunia untuk mendorong terciptanya struktur politik dan ekonomi global yang selaras dengan nilai-nilai luhur setiap agama.

Topik Menarik