Pernah Dijajah Inggris, Mengapa Indonesia tidak Jadi Anggota Negara Persemakmuran Britania Raya?
KURUSETRA -- Salam Sedulur... Mungkin tidak banyak rakyat Indonesia yang tahu jika Indonesia tidak hanya pernah dijajah Belanda dan Jepang. Indonesia pernah juga dijajah oleh negara-negara lain, di antaranya Portugis, Prancis, dan Inggris.
Prancis tercacat dalam sejarah pernah menjajah Indonesia selama lima tahun dari 5 Januari 1808 hingga 18 September 1811. Setelah itu, Inggris (Britania) mengambil alih kekuasaan dari tahun 1811 sampai 1815. Karena faktor perubahan peta politik di Eropa, Inggris kemudian mengembalikan kekuasaan kepada Belanda pada tahun 1815.
Meski demikian, kehidupan peradaban dan kekuasaan bangsa Prancis di Nusantara dilakukan tidak secara langsung, melainkan melalui pihak perantara. Masa kolonial Prancis di Hindia Belanda (kini Indonesia) dimulai ketika kekuasaan Kerajaan Belanda di Eropa tunduk kepada Kekaisaran Prancis pimpinan Napoleon Bonaparte. Bahkan, Napoleon menunjuk keponakannya Lodewijk Napoleon untuk menjadi Raja Belanda yang kemudian diganti menjadi Republik Bataaf.
Jejak Prancis di Nusantara bermula sejak perusahaan kongsi dagang Belanda (VOC) dinyatakan bangkrut pada 1800. Akibatnya, aset-asetnya yang meliputi pelabuhan laut, gudang, benteng, permukiman, tanah, dan perkebunan di Hindia Timur dinasionalisasi Pemerintah Belanda.
Koloni Prancis itu berpusat di Batavia (kini Jakarta), Belanda menguasai sebagian besar Jawa (kecuali wilayah pedalaman negeri Vorstenlanden Mataram dan Banten), menaklukkan pesisir Sumatra Barat, menggulingkan bekas koloni Portugis di Malaka, Maluku, Sulawesi Selatan dan Utara, juga di Timor Barat. Di antara penguasaan Belanda ini, Jawa adalah yang paling penting, karena produksi tanaman keras dan perkebunan yang dikuasai Belanda berada di sana.
Di sisi lain dunia, Eropa hancur karena Peperangan era Napoleon. Sebuah penaklukan dan revolusi yang menggeser politik, hubungan, dan dinamika di antara kekaisaran dan negara Eropa, yang berdampak pada koloni mereka di Timur Jauh.
Belanda di bawah Napoleon Bonaparte pada 1806, mengawasi Republik Batavia menjadi Persemakmuran Batavia dan kemudian dibubarkan dan digantikan Kerajaan Hollandia, sebuah kerajaan boneka Prancis yang diperintah oleh saudara laki-laki ketiga Napoleon, Louis Bonaparte (Lodewijk Napoleon). Akibatnya Hindia Timur selama masa tersebut diperlakukan sebagai koloni Prancis proksi, diperintah melalui perantara Belanda.
Pulau Jawa tidak hanya diperebutkan oleh Prancis dan Belanda, Kerajaan Inggris pernah mengambilalih Hindia Belanda dan menjajah selama lima tahun... baca di halaman selanjutnya.
INGGRIS REBUT HINDIA BELANDA
Sejarah Indonesia Modern (2016) karangan MC Ricklefs menjelaskan pada 4 Agustus 1811, 60 kapal Inggris bersandar di Pelabuhan Batavia yang kala itu menjadi pusat kekuatan Belanda. Tak perlu waktu lama, pada 26 Agustus 1811, Batavia jatuh ke tangan Inggris.
Di bawah pimpinan Thomas Stamford Raffles, Inggris merebut seluruh wilayah kekuasaan Belanda di Hindia Belanda yang ditandai Perjanjian Tuntang. Perjanjian itu dibuat di desa Tuntang, kabupaten Semarang, Jawa Tengah, pada 18 September 1811.
Isi dari Perjanjian Tutang adalah Pemerintah Belanda menyerahkan Indonesia kepada Inggris di Kalkuta, India; Semua tentara Belanda menjadi tawanan perang Inggris; Orang Belanda dipekerjakan dalam pemerintahan Inggris; Utang Belanda tidak menjadi tanggungan Inggris; Raffles yang berhasil merebut seluruh kekuasaan Belanda, memberikan kesempatan rakyat Indonesia untuk melakukan perdagangan bebas. Meski keberadaan Inggris tetap menindas rakyat Indonesia.
Kesuksesan Raffles merebut Hindia Belanda membuatnya diangkat Gubernur Jenderal Lord Minto menjadi Letnan Gubernur Jawa. Raffles lalu tinggal dan memerintah Hindia Belanda dari Buitenzorg (Bogor).
Menjadi penguasa di Hindia Belanda, Raffles menjalankan pemerintahannya dengan lebih "lembut". Ia melakukan negosiasi dan perjanjian damai dengan para penguasa lokal yang menentang kekuasaan Inggris. Namun Raffles juga melakukan operasi militer kepada para penguasa yang dianggap tidak mau bersahabat dengan Inggris.
Kesultanan Yogyakarta menjadi bukti nyata, kekejaman Inggris di bawah kendali Raffles. Pada 21 Juni 1812 Inggris menyerang Keraton Yogyakarta yang membuat keraton rusak parah, manuskrip dan harta benda dirampas.
Kekejaman Raffles tidak hanya di Yogyakarta, ia juga memerintahkan Pemerintahan Sultan Mahmud Badaruddin II di Palembang dan merebut Pulau Bangka. Padahal, Sultan Mahmud Badaruddin II telah membantu Inggris mengusir Belanda.
Penyerangan Inggris ke Bangka lantaran Raffles ingin menjadikan Bangka sebagai markas tentara Inggris untuk menahan gempuran tentara Belanda setelah berakhirnya Perang Enam Koalisi untuk menghancurkan Napoleon.
Namun, kekuasaan Inggris di Hindia Belanda tidak berlangsung lama. Perubahan peta politik di Eropa membuat pemerintahan Raffles di Indonesia hanya seumur jagung.
Pada 1814, Inggris dan Belanda menggelar pertemuan di London. Pertemuan digelar setelah Inggris menang atas Prancis yang berada di bawah pemerintahan Napoleon Bonaparte. Belanda saat itu adalah bawahan Prancis.
Pertemuan itu pun menghasilkan kesepakatan yang disebut Konvensi London dan ditandatangani pada 13 Agustus 1814. Dalam Konvensi London Inggris sepakat mengembalikan Hindia Belanda kepada Belanda. Namun, pengembalian itu baru terealisasi dua tahun kemudian, tepatnya pada 19 Agustus 1816 di Batavia.
Inggris diwakil John Fendall, pengganti Raffles, sementara Belanda diwakili tiga komisaris jenderal, yaitu Ellout, van der Capellen, dan Buyskes, dalam penyerahan kekuasaan Hindia Belanda dari tangan Inggris ke Belanda.
.
TONTON VIDEO PILIHAN:
.
BACA BERITA MENARIK LAINNYA:
> Humor NU: Orang Muhammadiyah Ikut Tahlilan Tapi Gak Bawa Pulang Berkat, Diledek Makan di Tempat Saja
> Bolehkah Makan Nasi Berkat dari Acara Tahlilan? Halal Bisa Jadi Haram
> Banyak Pria Jakarta Sakit Raja Singa Gara-Gara Wisata "Petik Mangga"
> Kata Siapa Muhammadiyah tidak Punya Habib, KH Ahmad Dahlan Itu Keturunan Rasulullah
> Pak AR Salah Masuk Masjid, Diundang Ceramah Muhammadiyah Malah Jadi Imam Tarawih di Masjid NU
> Humor Gus Dur: Yang Bilang NU dan Muhammadiyah Berjauhan Hanya Cari Perkara, Yang Dipelajari Sama
> Humor Cak Nun: Soal Rokok Muhammadiyah Terbelah Jadi Dua Mahzab
> Humor Ramadhan: Puasa Ikut NU yang Belakangan, Lebaran Ikut Muhammadiyah yang Duluan
> Muhammadiyah Tarawih 11 Rakaat, Pakai Formasi 4-4-3 atau 2-2-2-2-2-1?
.
Ikuti informasi penting seputar berita terkini, cerita mitos dan legenda, sejarah dan budaya, hingga cerita humor dari KURUSETRA. Kirim saran dan kritik Anda ke email kami: kurusetra.republika@gmail.com. Jangan lupa follow juga Youtube, Instagram, Twitter, dan Facebook KURUSETRA.
.
Ikuti informasi penting seputar berita terkini, cerita mitos dan legenda, sejarah dan budaya, hingga cerita humor dari KURUSETRA. Anda juga bisa berpartisipasi mengisi konten di KURUSETRA dengan mengirimkan tulisan, foto, infografis, atau pun video. Kirim tulisan Anda ke email kami: kurusetra.republika@gmail.com. Jangan lupa follow juga Youtube, Instagram, Twitter, dan Facebook KURUSETRA.









