Harga BBM Naik, Pengamat: Buruh Akan Tuntut Upah 2023 Lebih Besar

Harga BBM Naik, Pengamat: Buruh Akan Tuntut Upah 2023 Lebih Besar

Ekonomi | BuddyKu | Minggu, 4 September 2022 - 06:36
share

IDXChannel - Penentuan besaran upah minimum untuk tahun 2023 dinilai akan lebih sulit dibandingkan tahun sebelumnya. Selain karena besaran kenaikan lalu juga terbilang kecil, kini penentuan upah harus memperhitungkan pula dampak inflasi akibat kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM).

Pengamat Ekonomi, Gunawan Benjamin menjelaskan, inflasi sudah pasti akan terkerek naik pasca penyesuaian harga BBM. Kondisi itu akan membuat stagflasi benar-benar menjadi ancaman saat ini, khususnya di tengah bayang-bayang resesi pada perekonomian di negara-negara besar.

"Ke depan kita akan kesulitan untuk melakukan penyesuaian upah, karena kondisi ekonomi di tahun 2023 prospeknya lebih buruk dari kondisi yang saat ini," kata Gunawan, seperti ditulis Minggu (4/9/2022).

Sementara, selama 2022, katanya, para buruh sudah terbebani dengan tingginya laju inflasi yang membuat pengeluaran mengalami peningkatan. Para buruh tentunya berharap ada kenaikan upah yang signifikan untuk bisa menutupi pengeluaran tersebut.

"Hanya saja dunia usaha tidak akan baik-baik saja dengan sejumlah gambaran ekonomi yang terlihat pada saat ini," dia menuturkan.

Gunawan menyebut, sejumlah negara besar akan menghadapi resesi di tahun depan. Dalam kondisi itu, tentunya kegiatan ekspor nasional akan bermasalah karena berkurangnya permintaan akibat dampak resesi.

Di sisi lainnya, biaya input produksi perusahaan yang mengalami kenaikan, namun saat ini omzetnya berpeluang turun, ditambah dengan penambahan biaya transportasi akibat harga BBM naik.

"Tekanan pada dunia usaha memburuk, dan di tengah kondisi tersebut, perusahaan tentu kesulitan dalam menaikkan upah. Di sisi lain, buruh akan menuntut penambahan upah. Yang angka idealnya akan berada di besaran inflasi 2022 ini. Setidaknya itu permintaan yang paling logis. Dan kemungkinan buruh menuntut lebih besar dari inflasi juga sangat berpeluang," jelasnya.

Terlebih jika besaran inflasinya ditambah dengan pertumbuhan ekonomi. Jelas perusahaan tidak akan mampu memenuhi tuntutan para buruh seperti itu. Itu masih mempertimbangkan situasi ekonomi yang terlihat saat ini kemudian dikalkulasikan ke depan.

"Semua belum termasuk risiko ekonomi besar yang ditimbulkan dari perang dan gangguan cuaca atau perubahan iklim," Gunawan menjelaskan.

Saat ini, Rusia belum terlihat akan berdamai dengan Ukraina maupun sekutunya. Terlebih ada ancaman perang antara China dan Taiwan. Kondisi ini diperparah adanya gangguan cuaca akibat perubahan iklim.

"Kalau di Indonesia ke depan, kita berhadapan dengan potensi El Nino. Hal tersebut bukan kabar baik, karena akan ada potensi inflasi dari bahan pangan yang akan mendorong pengeluaran para buruh," tutur Gunawan.

"Produktivitas perusahaan terancam mengalami penurunan, sementara tingkat upah mendesak untuk dinaikkan. Akan ditemui kesulitan dalam menemukan jalan tengah terkait pengupahan nantinya. Sebaiknya memang Pemerintah sudah mengambil ancang ancang untuk mencari jalan keluarnya," pungkas Gunawan. (FAY)

Topik Menarik