Minimalisir Kredit Macet, Bank Perlu Memberikan Keringanan ke Debitur

Minimalisir Kredit Macet, Bank Perlu Memberikan Keringanan ke Debitur

Ekonomi | wartaekonomi | Rabu, 13 Juli 2022 - 09:52
share

Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Amin Nurdin menyebut, bank sebagai badan usaha yang menghimpun dana masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya ke masyarakat dalam bentuk kredit, sebaiknya bisa memberikan keringanan bagi debitur, apa bila terjadi permasalahan seperti kredit macet.

Tanpa bantuan dari kreditur (bank) justru berpotensi jadi kredit macet, sebut Amin Nurdin, saat diminta pendapatnya mengenai polemik PT Titan Infra Energy.

Amin menjelaskan, upaya pemberian keringan itu merupakan salah satu yang harus dipenuhi terlebih dulu oleh pihak bank demi menyelamatkan penyaluran kreditnya. Bentuk-bentuk keringanan itu seperti, restrukturisasi kredit, rekonditioning dan penawaran lain untuk keringanan nasabah.

Bila keringanan itu tidak juga menolong, barulah bank melelang agunan, imbuh Amin.

Sebelum melakukan hal-hal di atas, kata dia, pihak debitur tentunya bisa mengajukan keringanan pembayaran dan mengupayakan penyelesaian dengan penjualan agunan.

Setidaknya ada beberapa hal terkait isi dari semua SPK kredit, antara lain, struktur kredit, platform, jenis dan kriteria, cicilan, tenor, dan denda-denda jika terjadi keterlambatan. Selain itu ada kesediaan untuk pengikatan agunan untuk pinjaman dengan jaminan.

Bila terjadi permasalahan pembayaran, kata dia, bank bisa melibatkan pihak ketiga untuk melakukan upaya-upaya penagihan. Itu, sifatnya sebagai penegah. Bukan melakukan upaya paksa. Jika terjadi perselisihan, maka bank bisa juga menggunakan jasa pihak ketiga sebagai penengah.

Sebelumnya, Pengamat pasar modal Reza Priyambada minilai, Otioritas Jasa Keuangan (OJK) bersama Bank Indonesia (BI) bisa memberikan penelaahan dan advisory terhadap kasus yang menimpa PT Titan Infra Energi.

"Kalau untuk wewenang OJK dan BI, kita harus cek detil dulu. Tapi, kalau dari pandangan saya mereka dapat ikut andil dalam hal advisory atau penelahaan terhadap kasus penyelesaian sengketa kreditur," kata dia.

OJK dan BI, lanjut dia, bisa masuk dalam kasus Titan tanpa harus mengintervensi. Mereka bisa menganalisa bila pun ada pelanggaran, maka OJK bisa berkoodrinasi dengan penegak hukum. Ikut andil dalam arti memberikan masukan. Bukan intervensi ke dalam kasus tersebut.

Sepakat dengan Amin, hal yang umum dalam dunia perbankan, jika ada kredit yang sedang bermasalah diberikan restrukturisasi sehingga kondisi perusahaan menjadi normal kembali sehingga dapat membayar kembali kepada bank dengan normal. Apalagi Pemerintah melalui OJK juga telah menerbitkan POJK No 11 tahun 2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional sebagai dampak Pandemi Covid-19.

Reza memastikan, masalah perjanjian kredit antara kreditur dan debitur adalah perjanjian utang-piutang, sehingga bukan ranah pidana melainkan perdata. Ketentuan tersebut telah diatur dalam Undang Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM. Apabila, aparat penegak hukum tetap memberikan sanksi pidana kepada debitur yang telah melakukan perjanjian perdata dengan kreditur maka tindakan tersebut merupakan pelanggaran terhadap undang-undang.

"Dasarnya, kan, adalah perjanjian hutang piutang. Ada yang ngasih pinjaman dan ada yang dapat pinjaman dimana ada hak dan kewajiban antar kedua belah pihak tersebut," beber dia.

Dalam berbagai kesempatan, pengakuan Titan, perusahaan telah melakukan pembayaran dan terus berkomitmen membayar seluruh utang yang diperjanjikan. Titan hanya meminta restrukturisasi, apalagi agunan yang diberikan di atas nilai utang.

Topik Menarik