IHSG Diramal Tembus 7.600 di Akhir Tahun, Saham Tambang hingga Konsumsi Layak Koleksi

IHSG Diramal Tembus 7.600 di Akhir Tahun, Saham Tambang hingga Konsumsi Layak Koleksi

Ekonomi | republika | Jum'at, 1 Juli 2022 - 05:30
share

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- BNI Sekuritas menargetkan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dapat menembus level 7.300-7.600 hingga akhir tahun 2022. Kinerja emiten yang mulai membaik disebut menjadi salah satu sentimen positif bagi pasar.

Analis riset BNI Sekuritas Maxi Liesyaputra mengatakan kinerja emiten dari sektor komoditas dan perbankan menjadi penopang naiknya indeks dipenghujung tahun. "Mereka membukukan pertumbuhan kinerja yang positif," kata Maxi, Kamis (30/6).

Selain itu, sentimen positif juga datang dari kondisi perekonomian Indonesia yang cukup kuat didukung pertumbuhan ekonomi yang stabil serta inflasi terjaga. Rupiah juga tetap stabil meski sebelumnya sempat 14.800.

Di sisi lain, IHSG juga akan mendapat tekanan dari sentimen global. Menurut Maxi, banyak investor global yang mengkhawatirkan inflasi yang tinggi serta ancaman resesi. "Jadi kalau terjadi sesuatu yang negatif terhadap bursa global, IHSG pasti akan terdampak," jelas Maxi.

Beberapa sektor yang dinilai prospektif pada semester kedua tahun ini antara lain pertambangan didukung harga komoditas yang melambung terutama batu bara. Harga batu bara saat ini sidah berada jauh di atas rata-rata tahun lalu yaitu mencapai 350 dolar AS per ton.

Selain itu, saham sektor consumer juga layak dikoleksi karena dinilai tahan banting seperti PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF), PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP), dan PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR ). Menurut Maxi, saham-saham ini bisa dijadikan alternatif investasi bagi investor.

Saham-saham perbankan utamanya dari kategori BUKU IV juga dinilai masih menarik untuk dikoleksi. Sentimen positif sektor ini didukung oleh kinerja yang cemerlang hingga Mei lalu dengan laba bersih naik signifikan dan LDR yang masih stabil.

Sementara saham yang perlu diwaspadai utamanya berasal dari sektor yang berkaitan dengan CPO. "Ada kekhawatiran pasokan yang berlebih karena larangan ekspor CPO," kata Maxi.

Topik Menarik