Petani Sawit Curhat: Harga Pupuk Naik, TBS Turun Pascalarangan Ekspor CPO

Petani Sawit Curhat: Harga Pupuk Naik, TBS Turun Pascalarangan Ekspor CPO

Ekonomi | inewsid | Jum'at, 13 Mei 2022 - 14:48
share

JAKARTA, iNews.id - Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) mengatakan, pascapemberlakuan larangan sementara ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya menyebabkan harga pupuk, pestisida, dan herbisida naik drastis setiap hari.

"Sampai saat ini belum ada penjelesan dari pemerintah mengenai naiknya harga pupuk, yang terjadi hampir setiap minggu bahkan setiap hari. Sebagai contoh di Riau, kenaikan harga pupuk ditingkat petani kelapa sawit bisa mencapai 150 persen," kata Sekretaris Jenderal SPKS Mansuetus Darto dalam keterangannya, Jumat (13/5/2022).

Karena itu, para petani sawit meminta agar pemerintah segera mengawasi dan memberikan kebijakan yang tepat untuk melindungi petani sawit dari harga input produksi yang semakin tinggi.

Tak hanya itu, Darto menyebut, pascakebijakan larangan ekspor CPO dan turunannya ditetapkan, harga Tandan Buah Segar (TBS) di tingkat petani justru mengalami penurunan.

Misalnya, penetapan harga TBS kelapa sawit di Provinsi Riau untuk periode 11-18 Mei 2022 terjadi penurunan harga sebesar Rp972,29 per kilogram (kg) menjadi Rp2.947,58 per kg untuk sawit umur 10-20 tahun. Padahal sebelumnya pada periode 27 April-10 Mei 2022, harga TBS kelapa sawit umur 10-20 tahun di Riau ditetapkan Rp3.919,87 per kg.

"Penurunan harga TBS kelapa sawit di tingkat petani menjadi tanda tanya besar, dasar atau rumus apa yang digunakan untuk menetapkan harga TBS kelapa sawit saat ini. Apakah harga CPO dan kernel turun secara drastis?" ujar Darto.

Menurutnya, jika dibandingkan dengan Malaysia, harga TBS di sana tidak turun. Harga TBS di sana masih sekitar Rp5.000 per kg.

Untuk itu, petani sawit meminta pemerintah segera mengawasi dan mengambil tindakan hukum yang tegas kepada pabrik kelapa sawit/perusahaan dari tingkat trader, grower hingga produsen yang ikut andil dalam menentukan harga TBS kelapa sawit secara sepihak.

"Sebab, praktik penyimpangan ini bisa merugikan petani sawit," ujarnya.

Topik Menarik