Gucci Menerima Pembayaran dengan Mata Uang Kripto, Brand Mewah Ini Ikuti Perusahaan Besar Lain

Gucci Menerima Pembayaran dengan Mata Uang Kripto, Brand Mewah Ini Ikuti Perusahaan Besar Lain

Ekonomi | sindonews | Minggu, 8 Mei 2022 - 04:05
share

JAKARTA - Brand mewah asal Italia, Gucci akan mulai menerima pembayaran dengan cryptocurrency atau mata uang kripto pada beberapa tokonya di Amerika. Pelanggan merek fashion mewah ini akan dapat membayar menggunakan sejumlah mata uang kripto termasuk Bitcoin, Ethereum dan Litecoin.

Layanan ini akan diluncurkan akhir bulan Mei di beberapa outlet andalannya, termasuk Rodeo Drive di Los Angeles dan Wooster Street di New York. Gucci yang dimiliki oleh Kering Luxury Group, Prancis bergabung dengan semakin banyak perusahaan yang mulai menerima mata uang virtual.

Perusahaan mengatakan, selanjutnya juga akan menerima pembayaran dengan Shiba Inu dan Dogecoin, cryptocurrency yang awalnya dibuat dari meme sebagai lelucon. Konsumen yang membayar di toko dengan cryptocurrency akan dikirimi email yang di dalamnya ada kode QR untuk digunakan dengan dompet aset digital - aplikasi transaksi keuangan di perangkat seluler.

Selanjutnya Gucci berencana untuk memperkenalkan kebijakan tersebut ke semua toko di Amerika Utara yang beroperasi secara langsung dalam waktu dekat. Pengumuman oleh brand kelas dunia seperti Gucci menandai langkah maju terbaru terkait penerimaan cryptocurrency sebagai alat pembayaran dalam bisnis mainstream.

Gucci menjadi nama besar terbaru yang mengumumkan bahwa mereka mengakui mata uang kripto atau cryptocurrency sebagai alat pembayaran. Selain itu beberapa brand terbesar di dunia yang saat ini telah menerima mata uang digital di antaranya, termasuk raksasa teknologi Microsoft, perusahaan telekomunikasi AS AT & T hingga Starbucks.

Pada tahun lalu Bitcoin juga telah menjadi alat pembayaran yang sah di dua negara yakni El Salvador dan Republik Afrika Tengah. Dimana El Salvador mengatakan, bakal memungkinkan konsumen menggunakan cryptocurrency dalam semua transaksi di samping dolar AS (USD), ketika Dana Moneter Internasional (IMF) mendesak agar kebijakan itu dibatalkan.

Topik Menarik