Melihat Jalan Panjang Polemik Minyak Goreng hingga Jokowi Turun Tangan

Melihat Jalan Panjang Polemik Minyak Goreng hingga Jokowi Turun Tangan

Ekonomi | inewsid | Sabtu, 23 April 2022 - 15:11
share

JAKARTA, iNews.id - Isu minyak goreng masih terus menjadi bahan perbincangan hingga saat ini. Pasalnya, komoditas satu ini memiliki peran penting dalam hajat hidup orang banyak.

Adapun berbagai permasalahan mengenai minyak goreng mulai dari harga yang tak wajar sampai kelangkaan di sejumlah wilayah. Berbagai kebijakan telah di tempuh Kementerian Perdagangan serta upaya-upaya dari pihak-pihak terkait juga telah dilakukan.

Namun, gejolak ini belum juga usaih hingga akhirnya, orang nomor satu di Indonesia, Presiden Joko Widodo (Jokowi) turun tangan menangani hal ini. Jokowi menegaskan bahwa pemerintah melarang ekspor bahan baku minyak goreng dan minyak goreng mulai 28 April 2022. Kebijakan itu diambil untuk mengamankan ketersediaan minyak goreng di dalam negeri.

Berikut perjalanan panjang polemik minyak goreng:

Pada Agustus 2021, harga minyak goreng di pasaran masih dibanderol di kisaran Rp14.000-Rp15.000 per liter. Namun, seiring waktu berjalan, harganya merangkak naik pelan-pelan hingga tembus Rp20.000 per liter. Di harga ini, ibu rumah tangga mulai menjerit.

Pada November 2021, Kementerian Perdagangan buka suara soal penyebab tingginya harga minyak goreng, yakni karena adanya gangguan pasokan di dunia untuk bahan baku minyak nabati lain, sehingga permintaan CPO meningkat dan harganya naik. Di tambah lagi adanya invasi Rusia-Ukraina yang memicu pergerakan harga minyak sawit dunia sehingga berdampak pada harga minyak sawit di dalam negeri.

Kementerian Perdagangan pun memproyeksikan harga minyak sawit dunia akan turun sebelum tahun baru, namun ternyata hasilnya nihil.
Sampai akhirnya tepat tanggal 18 Januari 2022, Kementerian Perdagangan mengeluarkan kebijakan minyak goreng satu harga Rp14.000 per liter yang dimulai di ritel modern. Kebijakan ini mulai berlaku pada 19 Januari 2022.

Di momen ini masyarakat sangat antusias membeli minyak goreng. Bagaimana tidak, harga yang ditawarkan murah di kantong ibu rumah tangga.

Pemandangan masyarakat keluar ritel membawa minyak goreng terus menjadi pemandangan yang tak terlewatkan selama tiga hari berlangsung. Karena, setelah tiga hari itu, minyak goreng di ritel-ritel kosong stok akibat panic buying masyarakat.

Angin segar bagi peritel itu, ternyata tak dirasakan bagi pedagang pasar. Pasalnya, semenjak pemerintah menjanjikan kepada pedagang pasar akan mendapat pasokan minyak goreng subsidi setelah seminggu berlangsung di ritel, janji itu hanya janji manis yang tak pernah dirasakan para pedagang pasar.

Untuk melaksanakan kebijakan itu, pemerintah menggelontorkan dana Rp7,6 triliun untuk membiayai subsidi 250 juta liter minyak goreng kemasan per bulan atau setara 1,5 miliar liter selama 6 bulan bagi masyarakat. Namun, tak sampai 6 bulan, kebijakan ini dicabut dan setelah itu minyak goreng langka di ritel dan pasar tradisional.

Karena kelangkaan itu, Kementerian Perdagangan mengambil langkah baru dengan memberlakukan kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO) minyak goreng supaya harganya bisa turun.

Dengan kebijakan itu Harga Eceran Tertinggi (HET) minyak goreng per 1 Februari 2022 ditetapkan serentak, yakni minyak goreng curah Rp11.500 per liter, minyak goreng kemasan sederhana Rp13.500 per liter, dan minyak goreng kemasan premium Rp14.000 per liter.

Selama kebijakan ini berjalan, nyatanya tak berjalan mulus. Minyak goreng jadi langka di pasaran. Padahal tujuan dari kebijakan ini, masyarakat bisa mendapatkan minyak goreng dengan mudah dan harga terjangkau.

Endusan penyeludupan perlahan mulai tercium. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mulai mencari mafia-mafia yang menyebabkan kelangkaan minyak goreng.

Kemudian, pada 15 Maret 2022, pemerintah menetapkan kebijakan baru yakni menaikkan Harga Eceran Tertinggi (HET) minyak goreng curah dari Rp11.500 menjadi Rp14.000 per liter dan menyerahkan harga minyak goreng kemasan ke harga keekonomiannya atau sesuai mekanisme pasar demi menjamin ketersediaan minyak goreng.

Tak lama setelah kebijakan diambil, harga minyak goreng kemasan meroket menjadi Rp25.000 per liter. Sementara itu minyak goreng curah yang HET nya ditetapkan Rp14.000 per liter juga tidak merata ada di pasaran. Di pasar-pasar harganya masih ditemui di atas Rp20.000 per liter.

Masyarakat pun mengeluhkan harga minyak goreng yang selangit itu. Karena situasi ekonomi yang tengah terpuruk, barang-barang komoditas harganya naik di tambah harga minyak goreng tak lekas turun.

Akhirnya, Presiden Jokowi menggelontorkan Bantuan Langsung Tunai (BLT) minyak goreng. Besaran BLT yang diberikan Rp100.000 per bulan selama 3 bulan terhitung April, Mei, Juni 2022.

BLT digelontorkan sekaligus pada April sebanyak Rp300 ribu. BLT tersebut diberikan ke 20,5 juta keluarga miskin penerima Program Bantuan Pangan Non Tunai, dan Program Keluarga Harapan. Bantuan juga diberikan ke 2,5 juta pedagang gorengan.

Seiring waktu berjalan, pihak-pihak berwajib terus mengusut oknum-oknum yang menjadi biang kerok masalah minyak goreng. Terbaru, pada 19 April 2022, Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag Indrasari Wisnu Wardhana sebagai tersangka dalam kasus pemberian fasilitas ekspor minyak sawit mentah (Crude palm oil/CPO).

Selain Wisnu, juga ditetapkan tiga tersangka lain dari pihak swasta, yaitu Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia Master Parulian Tumanggor; Senior Manager Corporate Affair Permata Hijau Group (PHG) berinisial Stanley MA; dan General Manager di PT Musim Mas berinisial Pierre Togar Sitanggang.

Kemarin, Presiden Jokowi memutuskan untuk turun tangan mengambil alih menentukan kebijakan. Adapun kebijakan tersebut melarang ekspor bahan baku minyak goreng dan minyak goreng mulai Kamis (28/4/2022).

Adapun dasar dari keputusan Jokowi ini agar ketersediaan minyak goreng bisa kembali melimpah di pasaran. Jokowi juga memastikan akan melakukan evaluasi pelaksanaan kebijakan ini.

Topik Menarik