Tak Hanya Pukul Rusia, Sanksi Barat Bikin Ekonomi Global Ikut Merana

Tak Hanya Pukul Rusia, Sanksi Barat Bikin Ekonomi Global Ikut Merana

Ekonomi | sindonews | Jum'at, 11 Maret 2022 - 05:00
share

JAKARTA - Sanksi Barat yang belum pernah terjadi sebelumnya atas perang di Ukraina telah berdampak besar pada ekonomi Rusia. Namun, upaya untuk mengisolasi Rusia secara finansial itu sekarang mengancam balik negara-negara yang memberlakukannya.

Perekonomian global kini sudah mulai merasakan dampak negatif dari sanksi-sanksi tersebut, antara lain dengan melonjaknya harga sejumlah komoditas penting. Ekonom menyebutkan, sanksi yang menargetkan Rusia itu mulai menimbulkan kerugian ekonomi yang besar bagi ekonomi AS dan Eropa, dan negara-negara lain di seluruh dunia.

Melansir RT.com, Kamis (10/3/2022), berikut sejumlah pukulan balik akibat sanksi ekonomi yang diberlakukan kepada Rusia:

1. Melonjaknya harga energi

Dampak sanksi terbesar dan paling langsung dirasakan adalah di sektor minyak dan gas, di mana Rusia adalah salah satu pengekspor utama di dunia. Harga energi saat ini naik pada tingkat tercepat dalam 50 tahun, memberikan tekanan pada bisnis dan keuangan rumah tangga.

Harga minyak melonjak ke level tertinggi dalam lebih dari satu dekade, melampaui USD130 per barel minggu ini. Biaya gas alam grosir sudah mencapai rekor, dengan harga di Eropa telah melampaui USD3.900 per 1.000 meter kubik untuk pertama kalinya dalam sejarah.

Sementara, di Amerika, harga bensin kini mencapai tingkat yang paling mahal dalam sejarah, dimana harga satu galon bensin mencapai USD4,17 pada Selasa (8/3), menurut data American Automobile Association. Harga bensin di pompa di Eropa bahkan lebih tinggi, hampir dua kali lipat sejak sanksi anti-Rusia diberlakukan sekitar 2 untuk satu liter.

Analis memperingatkan, biaya energi bisa segera naik ke tingkat yang tidak terjangkau meskipun ada pelepasan cadangan strategis oleh sejumlah negara.

2. Krisis energi besar-besaran

Pengucilan industri energi Rusia membawa konsekuensi yang parah tidak hanya untuk Eropa, tetapi juga untuk AS dan seluruh dunia. Washington minggu ini mengumumkan larangan bagi minyak Rusia. Hal itu langsung membuat harga minyak mentah meroket.

Eropa juga menyatakan berencana untuk memangkas konsumsi gas alam dari Rusia tahun ini sebagai persiapan untuk menghentikan ketergantungan pada Rusia sebagai pemasok energi terbesar kawasan itu saat ini. Menghadapi sikap tersebut, Rusia telah mengindikasikan akan memangkas ekspor minyak dan gas jika perang ekonomi terus meningkat.

Para ahli mengingatkan bahwa langkah seperti itu dapat memicu krisis energi besar-besaran. Bahkan, menurut Dana Moneter Internasional (IMF) menyebutkan bahwa konsekuensi ekonomi dari harga energi yang melonjak sudah "sangat serius". Analis mengatakan tidak mungkin Amerika Serikat dan Eropa dapat menggantikan pasokan minyak dan gas Rusia sepenuhnya dalam 12 bulan ke depan atau menyerap konsekuensi dari lonjakan harga lebih lanjut tanpa memasuki resesi. Ekonomi Eropa, yang sangat bergantung pada pasokan energi Rusia, sangat berisiko menuju penurunan.

3. Ancaman inflasi

Selama dua tahun terakhir, pemerintah di seluruh dunia telah mencetak uang dalam jumlah besar untuk menghadapi dampak perlambatan ekonomi akibat pandemi Covid-19. Inflasi yang dihasilkan, terutama di negara-negara Barat seperti Amerika Serikat, telah melonjak ke tingkat yang mendekati rekor. Hal terakhir yang dibutuhkan ekonomi global selama pemulihan adalah harga energi yang lebih tinggi. Gangguan pasar energi global dan lonjakan harga minyak dan gas karena tekanan ekonomi di Rusia berarti harga untuk semua barang konsumsi akan terus melonjak.

4. Melonjaknya harga pangan global

Sanksi terhadap Moskow dipastikan dapat mengurangi ekspor makanan dan barang-barang penting terkait pertanian dari lumbung pangan global, Ukraina dan Rusia. Kedua negara tersebut menyumbang 30% dari ekspor gandum global. Para ahli memperingatkan bahwa pasokan pupuk pertanian juga dapat menurun di seluruh dunia karena sanksi terhadap Rusia dan Belarusia, yang bersama-sama mengendalikan lebih dari sepertiga produksi kalium dunia, bahan utama dalam pupuk. Rusia juga mengendalikan 14% produksi makanan nabati berbasis nitrogen, menurut perusahaan riset CFRA. Pada akhirnya, dampaknya adalah biaya makanan yang lebih tinggi di seluruh dunia, kata para ahli.

5. Industri penerbangan global ikut terkena dampak

Larangan penerbangan yang diberlakukan oleh lebih dari 30 negara pada maskapai Rusia dan tanggapan cermin Moskow memiliki efek riak pada perjalanan global dan industri penerbangan, yang sudah terpukul oleh pandemi virus corona.

Produsen, lessor, asuransi, dan penyedia perawatan untuk operator Rusia seperti Aeroflot dan S7 Airlines termasuk di antara mereka di luar Rusia yang terkena sanksi langsung. Maskapai saat ini terpukul akibat dari harga minyak yang lebih tinggi dan rute yang lebih panjang yang dibutuhkan untuk melewati wilayah udara Rusia. Faktor-faktor tersebut diperkirakan akan mendorong kenaikan harga tiket dan tarif angkutan udara lebih lanjut.

Selain itu, Uni Eropa telah memberi tenggat bagi perusahaan leasing hingga 28 Maret untuk mengakhiri kontrak sewa saat ini di Rusia. Hal itu bisa menjadi tugas yang menantang bagi perusahaan Eropa yang telah menyewakan ratusan pesawat ke maskapai Rusia dan sekarang harus menemukan cara untuk menerbangkannya di tengah larangan wilayah udara dan rencana pemerintah Rusia untuk menasionalisasi armada guna mempertahankan kapasitas domestik.

Produsen-produsen pesawat besar Barat, Airbus dan Boeing, juga akan dirugikan dari isolasi Rusia. Tidak hanya akan kehilangan pasar yang besar, tetapi juga karena Rusia menyediakan komponen penting seperti titanium untuk produksi pesawat mereka.

6. Meroketnya harga komoditas

Rusia adalah pengekspor utama sejumlah komoditas yang sangat penting bagi ekonomi global. Harga untuk komoditas-komiditas ini juga telah melonjak, mencapai level tertinggi dalam beberapa tahun dan mengganggu pertumbuhan ekonomi global.

Melonjaknya harga logam telah memukul produsen mobil dengan keras, karena pasokan Rusia terancam. Aluminium dan paladium keduanya mencapai rekor tertinggi pada hari Senin sementara, pada hari Selasa, nikel, yang juga dibutuhkan untuk baja tahan karat, melewati level USD100.000 per ton untuk pertama kalinya.

Harga batu bara melonjak ke tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya, melebihi USD400 per ton minggu ini karena beberapa negara Eropa ingin melarang pasokan Rusia. Harga logam tanah jarang, yang telah melonjak sejak paruh kedua tahun 2021 di tengah kekhawatiran ketidakpastian pasokan dan permintaan yang kuat, juga meningkat.

7. Isolasi Rusia rugikan bisnis Eropa

Rusia telah menikmati hubungan ekonomi yang erat dengan negara-negara Eropa, sehingga sanksi perdagangan dan keuangan apa pun kemungkinan akan merugikan kedua belah pihak. Tetapi, hilangnya pasar Rusia, dengan populasi lebih dari 144 juta orang, merupakan pukulan besar bagi bisnis Eropa.

Selama tahun 2021, volume perdagangan antara Rusia dan negara-negara Uni Eropa meningkat tercatat 42,7% secara tahunan menjadi lebih dari 247 miliar. Rusia adalah mitra terbesar kelima untuk ekspor barang UE (4,1%) dan mitra terbesar ketiga untuk impor barang UE (7,5%).

Lalu, siapa yang paling terdampak akibat pukulan balik sanksi bagi Rusia? Secara umum, analis mengatakan bahwa negara-negara Eropa dan bisnisnyalah yang akan menanggung akibat terbesar dari sanksi Barat terhadap Rusia. Terlebih jika Rusia kemudian benar-benar berpaling dari Eropa ke negara-negara "sahabat" seperti China.

Gedung Putih baru-baru ini mengatakan bahwa perdagangan China dengan Rusia tidak cukup untuk mengimbangi dampak sanksi AS dan Eropa terhadap Moskow. Namun, perdagangan antara kedua negara telah berkembang pesat meskipun ada peristiwa di Ukraina.

Menurut data bea cukai China yang dirilis pada hari Senin (7/3), omzet perdagangan antara kedua negara meningkat hampir 39% dalam dua bulan pertama tahun ini dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, melebihi USD26 miliar. Moskow dan Beijing juga diketahui memiliki tujuan ambisius untuk meningkatkan kerja sama ekonomi bilateral hingga USD200 miliar pada tahun 2024.

Topik Menarik