Para Pahlawan Indonesia Berdarah Jepang yang Terlupakan

Para Pahlawan Indonesia Berdarah Jepang yang Terlupakan

Berita Utama | BuddyKu | Minggu, 17 September 2023 - 18:45
share

Jepang datang ke Indonesia pertama kali pada tahun 1938-1939 untuk menjalankan kerjasama investasi dengan pemerintah Hindia Belanda. Namun, kedatangannya pada tanggal 11 Januari 1942, di Tarakan, Kalimantan Timur, menyimpan agenda khusus, yakni untuk menguasai wilayah Indonesia. Jepang berhasil menduduki wilayah-wilayah lainnya hingga Belanda semakin terdesak.

Selama masa pendudukannya, Jepang melancarkan aksi-aksi propaganda. Dengan melancarkan Gerakan 3A (Nippon Pemimpin Asia, Nippon Pelindung Asia, Nippon Cahaya Asia) dan juga membentuk berbagai organisasi yang melibatkan orang Indonesia. Hal ini dilakukan untuk menarik simpati dari warga Indonesia supaya membantu usaha peperangan melawan sekutu di Perang Dunia ke dua.

Dengan propaganda ini, Jepang dengan mudah menguasai kota-kota penting di Indonesia. Seperti Palembang, Balikpapan, Makassar, Denpassar, dan juga Jakarta. Hal inilah yang menyebabkan Jepang dengan mudah menguasai sebagian besar wilayah dari kekuasaan Belanda.

Namun, pada akhirnya perlakuan Jepang yang mengeksploitasi bangsa Indonesia semakin kentara. Mereka memberlakukan kerja paksa romusha dan juga jugun ianfu. Menghadapi hal ini, rakyat Indonesia tidak tinggal diam. Mereka saling bahu-membahu untuk melakukan perlawanan.

Tak disangka, ada beberapa orang Jepang yang bersimpati terhadap perjuangan rakyat Indonesia. Mereka justru memberikan dukungan dan ikut berjuang bersama rakyat Indonesia. Misalnya, Laksamana Tadashi Maeda adalah salah seorang warga negara Jepang yang bersimpati terhadap rakyat Indonesia. Beliau memiliki andil dalam suksesnya perumusan dan pembacaan proklamasi kemerdekaan Indonesia. Beliau secara suka rela meminjamkan tempat kediamannya untuk merumuskan naskah proklamasi.

Tak hanya Laksamana Tadashi Maeda, ternyata ada banyak tentara Jepang yang justru membantu rakyat Indonesia mempertahankan kemerdekaan. Mereka secara langsung berperang membawa senjata untuk melawan pihak yang mencoba menghancurkan kemerdekaan Indonesia. Sayangnya, para bunga bangsa ini kurang dikenal oleh masyarakat Indonesia.

Ichiki Tatsuo, adalah seorang veteran Jepang yang justru memutuskan untuk membela perjuangan rakyat Indonesia. Saat itu, beliau diwajibkan untuk mengikuti dinas militer. Hal ini menyebabkan beliau dikirim ke Indonesia sebagai Angkatan Darat Kekaisaran Jepang. Dengan semangat membara, sebagai Saudara Tua yang dijanjikan untuk membantu perjuangan merebut kemerdekaan Indonesia, Ichiki Tatsuo pun memompakan semangat untuk berjuang melawan Belanda.

Namun, ketika Jepang melakukan aksi propaganda, beliau menyadari jika Jepang tidak benar-benar ingin mempersiapkan kemerdekaan Indonesia. Jepang hanya ingin menggantikan posisi Belanda sebagai penjajah. Beliau merasa kecewa terhadap negaranya yang mengeksploitasi segala sumber daya di Indonesia. Akhirnya, beliau memutuskan untuk berpihak pada Indonesia dan bergabung dengan TKR (Tentara Keamanan Rakyat) pada tanggal 5 Oktober 1945. Beliau juga memiliki nama khas Indonesia yaitu Abdul Rachman.

Ketika bergabung dengan TKR, Ichiki Tatsuo berperan sebagai fotografer, penerjemah, dan penghubung antara TKR dan juga tentara Jepang. Selain itu, Ichiki Tatsuo turut andil dalam pertempuran Surabaya pada bulan November 1945.

Tak hanya Ichiki Tatsuo, Shigeru Ono juga menjadi salah satu veteran Jepang yang memutuskan untuk memihak Indonesia. Shigeru Ono, pertama kali tiba di Indonesia pada tahun 1942 di Jawa. Setelah proklamasi kemerdekaan, Shigeru Ono melihat kondisi Indonesia yang justru semakin kacau. Terutama, ketika Belanda mencoba menjajah kembali Indonesia.

Pemerintah Indonesia pun mengumpulkan bekas tentara Jepang untuk dikembalikan ke negara asalnya. Namun, Shigeru Ono bersama beberapa tentara lainnya memutuskan untuk keluar dari tentara Jepang dan bergabung dengan militer Indonesia. Sama halnya dengan Ichiki Tatsuo, beliau membubuhkan nama khas Indonesia pada namanya. Beliau menambahkan nama Rahmat di depan nama lengkapnya.

Pada pertengahan tahun 1945 hingga 1946, beliau dipercaya sebagai pelatih tempur pejuang Indonesia di Bandung. Selain itu, beliau juga diminta oleh markas besar tentara Indonesia untuk menyusun buku mengenai taktik gerilya. Buku yang disusun dirangkum dari sejumlah buku taktik militer Jepang. Buku yang disusun oleh Shigeru Ono kemudian diterjemahkan oleh Ichiki Tatsuo ke dalam bahasa Indonesia.

Selain menyusun buku taktik gerilya, beliau bersama dengan rakyat Indonesia berperan dalam pengintaian dan penyerbuan markas tentara KNIL di Mojokerto pada tahun 1947. Sayangnya, mereka dapat dipukul mundur karena kalah dari segi persenjataan.

Pada tanggal 17 Januari 1948, Belanda dan Indonesia menandatangani perjanjian Renville. Dalam perjanjian tersebut, terdapat kesepakatan antar dua belah pihak untuk menangkap semua bekas tentara Jepang yang masih ada di Indonesia. Mengetahui hal tersebut, Ichiki Tatsuo menghadap kepada Kolonel Sungkono.
Ketika itu, Kolonel Sungkono adalah ketua komando gabungan divisi Jawa Timur. Beliau mengusulkan agar bekas tentara Jepang yang membela Indonesia dimasukkan ke dalam unit tentara.

Atas usulan tersebut, dibentuklah Pasukan Gerilya Istimewa (PGI) yang beranggotakan bekas tentara Jepang. Mereka berjumlah 28 orang, termasuk Shigeru Ono dan juga Ichiki Tatsuo. Sebelumnya, PGI dipimpin oleh Arif Tomegoro Yoshizumi. Namun, setelah beliau gugur PGI dipimpin oleh Ichiki Tatsuo.

PGI membuat Belanda gentar. Mereka sering berhasil memukul mundur pasukan Belanda. Salah satunya adalah ketika mereka melakukan serangan umum di Desa Padjaran, Madiun, pada bulan Agustus 1948. Mereka berhasil menggugurkan penjaga pos Belanda dan lebih dari 20 prajurit Belanda.

Dalam melakukan perjuangan, mereka rela mengorbankan jiwa dan raga. Pada 26 September 1948, Shigeru Ono mengalami kecelakaan ketika sedang merakit senjata yang disebut tikedanto atau sejenis peluncur granat. Hal ini menyebabkan Shigeru Ono harus kehilangan tangan kirinya.

Tak lama berselang, beliau mendengar kabar duka atas gugurnya Ichiki Tatsuo. Ichiki Tatsuo tewas dalam melakukan pertempuran melawan Belanda pada akhir Desember 1948. Hal ini tentunya membuat Shigeru Ono dan anggota PGI lainnya merasa terpukul. Akhirnya, anggota dari PGI yang tersisa dilebur dalam Pasukan Untung Suropati 18. Mereka terus berjuang dalam melawan Agresi Militer Belanda II.

Pada tahun 1950, setelah Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia, Shigeru Ono memutuskan untuk pensiun dari dunia militer dan menjadi petani. Beliau meninggal pada tahun 2014, dan ditetapkan menjadi pahlawan Indonesia. Beliau pun dimakamkan di Taman Makam Pahlawan, Batu, Malang.

Ichiki Tatsuo dan Shigeru Ono adalah dua dari sekian pahlawan Indonesia berdarah Jepang yang terlupakan. Namanya tidak pernah disebut dalam sejarah ataupun buku-buku kumpulan para pahlawan. Padahal, mereka turut berperang secara langsung merebut dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

M, Afif Khoirul. Sosok Ichiki Tatsuo, Pembelot Jepang yang Berjuang untuk Indonesia. Intisari.grid.id, Kamis, 10 Agustus 2018, https://intisari.grid.id/read/033861533/sosok-ichiki-tatsuo-pembelot-jepang-yang-berjuang-untuk-untuk-indonesia

Prastiwi, Arie Mega. (15 Agustus 2016). Kisah Rahmat Shigeru Ono, Tentara Jepang yang Membelot ke NKRI. https://www.liputan6.com/global/read/2577201/kisah-rahmat-shigeru-ono-tentara-jepang-yang-membelot-ke-nkri?page=2

Lelono, Rudy Satrio. Pasukan Gerilya Istimewa (PGI) dalam Penyerbuan Pajaran, Tupang, dan Jebakan Ranjau antara Wajak-Turen. MalangVoice.com, 10 Oktober 2018, https://malangvoice.com/pasukan-gerilya-istimewa-pgi-dalam-penyerbuan-pajaran-tumpang-dan-jebakan-ranjau-antara-wajak-turen/



Topik Menarik