Diponegoro Mengidolakan Pangeran Dipowiyono

Diponegoro Mengidolakan Pangeran Dipowiyono

Nasional | BuddyKu | Selasa, 4 Juli 2023 - 13:58
share

YOGYAKARTA, NETRALNEWS.COM - Dalam kisah terdahulu diceritakan tentang kecemburuan orang-orang pribumi di saat Perang Jawa berkobar, mereka memihak Kolonial Belanda dan menjadi lawan dari Diponegoro.

Melalui Residen Kedu, Frans Gerardus Valck (menjabat 1826-1830), mereka protes kepada gubernur jenderal di Batavia. Caranya, Residen Valck mengirim surat rahasia kepada Gubernur Jenderal van den Bosch pada 22 Maret 1830, bahwa Diponegoro harus segera ditangkap dan tidak dibiarkan bebas semaunya sendiri, apalagi diberi berbagai macam hadiah oleh Kolonial Belanda. Diponegoro akhirnya ditangkap di perundingan tanggal 28 Maret 1830.

Tokoh-tokoh Pribumi yang memihak Kolonial Belanda itu tidak terima Diponegoro diperlakukan baik saat di Meteseh Magelang. Dalam suratnya Residen Valck dan para musuh Diponegoro yang masih hidup itu menginginkan agar Diponegoro segera ditangkap dan cepat diasingkan ke luar Jawa.

Benar saja, dengan akal bulus Jenderal de Kock, Diponegoro akhirnya dapat ditangkap dalam sebuah perundingan di rumah dinas Karesidenan Kedu di Magelang (kisah tersebut bisa dibaca DI SINI ).

Pembaca yang budiman, hari itu masih hari Senin tanggal 17 Mei 1830. Setelah ngobrol-ngobrol cukup lama mengenai simpati Diponegoro terhadap Kolonel Jan Baptist Cleerens dan Kapten van Nauta deputi Kolonel Cleerens, maka Letnan Knoerle undur diri dari kabin Diponegoro pukul 11 siang.

Tiga jam kemudian, Letnan Knoerle kembali ke kabin Diponegoro karena dikabarkan Diponegoro mengalami demam tinggi akibat penyakit malaria tertiana kambuh lagi.

Diponegoro meminta agar dibawakan air seltlizer (air berkarbonasi), kemudian Letnan Knoerle segera kembali ke kabinnya mengambilkan air seltlizer , tetapi setelah diminumkan kepada Diponegoro, tiba-tiba Diponegoro memuntahkan kembali ke tempolong yang dekat dengan dirinya.

Pada jam 5 sore demam yang diderita Diponegoro sudah mulai reda tetapi dari raut wajahnya menunjukkan bahwa dia sangat lelah. Ketika Letnan Knoerle menawarkan dokter dan obat dari Eropa, Diponegoro selalu menolaknya.

Memang, sejak dulu ketika di Bagelen saat perjalanan menuju Magelang, Diponegoro selalu menolak obat-obat Eropa ketika malarianya kambuh. Dalam perjalanan itu Diponegoro harus beristirahat satu minggu dan minum ramuan-ramuan obat Jawa. Setelah badannya membaik, Diponegoro dan rombongan kemudian melanjutkan perjalanan ke Magelang.

Menurut Diponegoro, obat Jawa lebih bagus dibanding obat-obat Eropa. Apalagi Diponegoro di kapal itu melihat dengan mata kepalanya sendiri banyak anak buah kapal yang meninggal karena sakit dan jenazahnya langsung dibuang ke laut.

Untuk itulah, Diponegoro semakin yakin, bahwa obat-obat tradisional Jawa sepert lengkuas, jahe, kencur dan sebagainya lebih hebat dibanding obat-obat Eropa.

Ketika ngobrol-ngobrol dengan Letnan Knoerle, Diponegoro bercerita tentang Pangeran Panengah (sekitar 1771-1815). Pangeran Panengah adalah putra Sultan HB II saudara Sultan ketiga lain ibu. Sultan ketiga sendiri merupakan ayah Diponegoro.

Pangeran Panengah diberi gelar Pangeran Dipowiyono ketika Sultan ketiga naik takhta. Memang ketika Sultan ketiga naik takhta, Kolonial Inggris berkuasa di Jawa termasuk Kesultanan Yogyakarta dan Kesunanan Surakarta.

Menurut Diponegoro, Pangeran Dipowiyono merupakan sosok pangeran yang saleh dan sangat mendalami tasawuf (menyucikan jiwa, menjernihkan akhlak, untuk memperoleh kebahagian abadi).

Diponegoro menilai bahwa Pangeran Dipowiyono merupakan pangeran keraton yang selalu mengikuti perintah nabi dan meninggalkan larangan nabi. Dia ketika wafat dianggap sebagai seorang wali. Untuk itulah Diponegoro sangat mengidolakan Pangeran Dipowiyono.

Pangeran Dipowiyono mempunyai seorang putra bernama Tumenggung Dipowiyono, suami Raden Ayu Dipowiyono adik kandung Diponegoro. Tumenggung Dipowiyono dan istrinya, Raden Ayu Dipowiyono turut serta mendampingi Diponegoro dalam pengasingan di Manado hingga tahun 1832.

Tumenggung Dipowiyono dan istrinya akhirnya pada tahun 1832 diperbolehkan pulang ke Jawa oleh Gubernur Jenderal van den Bosch (menjabat 1830-1833). Dikabarkan Tumenggung Dipowiyono adalah juru tulis ketika Diponegoro menuliskan biografinya yang terkenal yaitu Babad Diponegoro versi Manado.

Bagaimana kisah-kisah berikutnya saat Sang Pangeran di Kapal Pollux? Ikuti terus artikel ini yang tentunya ditemukan kisah-kisah menarik lainnya. Tunggu episode berikutnya, ya!

Penulis: Lilik SuharmajiFounder PUSAM (Pusat Studi Mataram) tinggal di Yogyakarta.

Bacaan Rujukan
Carey, Peter. 2022. Percakapan dengan Diponegoro. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia.

Topik Menarik