Menggagas Fikih Siyasah Indonesia 12 Masa Jabatan Pemimpin

Menggagas Fikih Siyasah Indonesia 12 Masa Jabatan Pemimpin

Travel | BuddyKu | Selasa, 30 Mei 2023 - 06:08
share

Islam tidak menetapkan lama sebuah jabatan diemban oleh seseorang atau rezim.

Sejarah membuktikan bahwa kepemimpinan dalam Islam mulai dari khulafaur rasyidin sampai dinasti-dinasti sesudahnya tidak pernah diatur lama atau pendeknya seseorang menjadi pejabat atau pemimpin, termasuk kepala negara.

Para khulafaur rasyidin mengakhiri jabatannya setelah ia wafat. Abu Bakar memimpin sebagai khalifah kurang lebih dua tahun, Umar 6 tahun, Utsman 12 tahun, dan Ali lima tahun.

Agak ironis, hanya Abu Bakar yang meninggal secara alami, selain karena pembunuhan politik.

Umar meninggal ditikam dari belakang oleh sahabat nabi, Abu Lulu; Utsman dibunuh oleh kelompok Ammar ibn Yasir, dan Ali dibunuh oleh seorang pentolan khawarij bernama Abdurrahman ibn Muljam.

Masa jabatan dalam Islam lebih ditekankan kepada kapasitas dan kemampuan sang pemimpin.

Selama secara objektif seorang pemimpin masih bisa menjalankan roda kepemimpinannya maka selama itu legal baginya, tentu saja selama tidak ada ketentuan lain secara khusus yang mengaturnya berdasarkan hasil persepakatan.

Bukan saja kepala negara tetapi jabatan-jabatan lain juga demikian. Nabi tidak pernah memberhentikan di tengah jalan pendamping-pendamping setianya yang kita kenal dengan khulafaur rasyidin.

Yakni, Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, ditambah sekteraris pribadi nabi, Zaid ibn Tsabit. Mereka menempati posisi secara profesional dan proporsional.

Abu Bakar sebagai sosok figur yang berwibawa. Nabi pun sering berkonsultasi khusus dengannya. Umar sosok figur kreatif dan amat kreatif, Nabi pun sering dikritik.

Utsman sosok figur yang cerdas mencari dan mengumpulkan dana untuk umat. Ali sosok figur anak muda yang idealis dan tegar.

Ia rela mengganti Nabi di dalam selimutnya ketika Nabi dipagar betis untuk dieksekusi kaum kafir Qurais.

Zain ibn Tsabit satu-satunya ahli bahasa asing. Dialah yang menerjemahkan dan menulis surat-surat Nabi ke raja-raja sekitar negeri Arab.

Selain itu juga ada Abi Huraitah yang memimpin Ahlus Suffah dan Baitul Mal. Ada Salman al-Farisi, arsitek perang Nabi dari Persia.

Uniknya orang ini, sekian lama menjadi inner circle Nabi, tetapi ia belum muslim. Baru masuk Islam pada masa hidup terakhir Nabi.

Masa jabatan para raja dan pimpinan dinasti-dinasti pasca khulafaur rasyidin demikian pula adanya.

Pergantian jabatan banyak diantaranya karena kudeta, pengambil alihan kekuasaan, penggabungan wilayah kekuasaan, dan penaklukan oleh kekuatan asing atau non muslim.

Ada yang menyandang jabatan raja mulai dari anak-anak sampai usia tua bahkan sampai wafat.

Ada juga sangat pendek, bahkan hanya beberapa hari. Pemandangan seperti ini tergambar di dalam lintasan sejarah kerajaan dalam dunia Islam.

Pembatasan usia jabatan bagi pemimpin baru muncul seiring berkembangnya politik negara bangsa ( nation state ).

Negara-negara modern sudah mulai menetapkan masa jabatan seorang pemimpin, khususnya Kepala Negara.

Ada yang membatasinya dua periode lima tahunan, ada yang hanya membatasi masa jabatan para menteri tidak untuk Kepala Negara.

Dunia Islam kemudian mengadopsi model pembatasan masa jabatan ini, termasuk konstitusi kita UUD 1945, yang membatasi masa jabatan kepala negara dua periode setiap periodenya lima tahun.

Panjang pendeknya sebuah masa jabatan mamang sebaiknya ditentukan oleh sebuah sistem yang ditetapkan secara demokratis.

Itu penting dalam upaya efektivitas sebuah kepemimpinan. Berapa batas minimum atau maksimum tergantung persepakatan itu.

Terlalu cepat menjadi pemimpin sama bahayanya jika terlalu tua untuk menjadi pemimpin.

Usia ideal seorang pemimpin tentu diukur seberapa ideal seseorang bisa mengendalikan roda organisasi yang dipimpinnya.

Al-Quran mengidealkan: Inna khaira man istajarta al-qawiyy al - amin (yang terbaik untuk menjadi pengelola kepemimpinan ialah orang yang kuat dan terpercaya).

Topik Menarik