Isu MK Putuskan Pemilu Sistem Proporsional Tertutup, HNW Singgung Konsistensi Pengawal Konstitusi

Isu MK Putuskan Pemilu Sistem Proporsional Tertutup, HNW Singgung Konsistensi Pengawal Konstitusi

Seleb | BuddyKu | Senin, 29 Mei 2023 - 17:47
share

FAJAR.CO.ID, JAKARTA Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid menanggapi soal isu Mahkamah Konstitusi (MK) bakal memutuskan Pemilu 2024 digelar dengan sistem proporsional tertutup.

Isu tersebut viral, konon bersumber dari mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM yang sekarang menekuni profesinya sebagai advokat, yakni Denny Indrayana.

Semoga tidak benar info bahwa MK bakal menyetujui sistem proporsional tertutup, kata Hidayat Nur Wahid melalui keterangan tertulis, Senin (29/5).

Sistem proporsional tertutup merupakan sistem pemilu yang hanya memungkinkan pemilih memilih partai politik saja, bukan calon wakil rakyat secara langsung.

Pemilih nanti hanya mencoblos tanda gambar atau lambang partai dalam surat suara, karena tidak ada calon wakil rakyat pada surat suara.

Menurut politikus senior Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu, jika isu tersebut benar terjadi, MK bisa dinilai tidak konsisten dengan putusannya sendiri pada 2008 lalu yang mengarahkan perubahan sistem Pemilu dari proporsional tertutup ke proporsional terbuka.

Pasalnya, lanjut HNW yang akrab disapa, sesuai ketentuan Pasal 24C Ayat (1) UUD 1945, putusan Mahkamah Konstitusi tersebut bersifat final dan mengikat. Bila benar itu dilakukan, sangat sayang sekali, lembaga pengawal konstitusi malah tidak konsisten benar-benar menjalankan ketentuan konstitusi, tegas HNW.

Meski berharap isu tersebut tidak benar, HNW mengatakan seluruh pemangku kepentingan, terutama DPR, pemerintah maupun KPU perlu bersiap mengambil sikap apabila MK benar-benar mengambil sikap mengabulkan perubahan sistem pemilu menjadi proporsional tertutup.

Bila MK tetap melakukan hal kontroversial itu, DPR dan pemerintah sesuai dengan kewenangannya sebagai pembentuk dan pelaksana undang-undang perlu meluruskan ketidakkonsistenan MK tersebut, ujarnya.

Salah satu cara meluruskan ketidakkonsistenan tersebut, lanjut HNW, adalah merevisi UU Pemilu untuk menegaskan kembali sistem proporsional terbuka sesuai dengan arahan putusan MK pada 2008 yang diberlakukan dalam tiga kali Pemilu, yakni 2009, 2014 dan 2019.

Menurut HNW, ini langkah yang penting dipertimbangkan untuk diambil agar ketentuan konstitusi Pasal 22E soal Pemilu bahwa pesertanya adalah partai politik dan rakyat sebagai pemilik kedaulatan memilih anggota DPR dan DPRD bukan memilih Partai (sebagaimana dalam sistem tertutup), tetap terkawal dan terlaksana.
Sekaligus meluruskan apabila MK dinilai tidak konsisten dengan putusannya sendiri yang diputuskan tahun 2008, yang bersifat final dan mengikat, tegasnya kembali.

HNW mengatakan langkah tersebut perlu diambil berdasarkan keputusan yang sudah disepakati DPR dan pemerintah beserta penyelenggara pemilu, seperti KPU, Bawaslu dan DKPP pada Januari 2023 bahwa pada Pemilu 2024 tetap dilakukan dengan sistem proporsional terbuka.

Kesepakatan ini harusnya dihormati dan dijaga bersama agar seluruh ketentuan Konstitusi dapat benar-benar dikawal dan dilaksanakan dengan yang terbaik, terangnya.

Apalagi, lanjut HNW, sikap memberlakukan sistem proporsional terbuka itu sejalan dengan kehendak mayoritas rakyat yang disuarakan oleh delapan dari sembilan partai peserta pemilu yang berada di DPR.

Hal itu diperkuat dengan hasil tiga kali survei SMRC pada Januari, Februari dan Mei 2023 bahwa 71-73 persen rakyat tetap menginginkan sistem proporsional terbuka.

Jadi, sikap mayoritas mutlak partai di DPR itu sejatinya sejalan dengan sikap mayoritas rakyat di dalam survei tersebut, kata HNW lagi.

HNW menambahkan penting MK yang oleh konstitusi dipersyaratkan keanggotaannya sebagai negarawan untuk serius mempertimbangkan hal itu semuanya agar keputusannya memajukan demokrasi, suasana menuju pelaksanaan Pemilu 2024 benar-benar kondusif sehingga demokrasi Indonesia lebih berkualitas.
Demokrasi Indonesia mestinya makin maju, bukan malah kembali ke sistem tertutup sebagaimana dipraktikkan di era Orba, era pra-reformasi, pungkasnya. (jpnn/fajar)

Topik Menarik