Tensi Geopolitik Memanas, Rupiah Tersungkur ke Rp16.415 per Dolar AS
Nilai tukar rupiah kembali melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada akhir perdagangan Senin (15/9/2025). Rupiah ditutup turun 40,5 poin atau sekitar 0,25 persen ke posisi Rp16.415 per dolar AS.
Pengamat pasar uang, Ibrahim Assuaibi, menjelaskan pelemahan rupiah tak lepas dari meningkatnya tensi geopolitik global. Ukraina dilaporkan memperluas serangan terhadap infrastruktur minyak Rusia, termasuk terminal ekspor terbesar Primorsk dan kilang utama Kirishinefteorgsintez.
"Serangan tersebut berpotensi menghentikan produksi minyak Rusia dalam jumlah besar dan dapat mengganggu pasokan ke pasar utama Moskow, yakni India dan China," ujar Ibrahim dalam risetnya.
Baca Juga:Gelontorkan Dana Rp200 Triliun ke Bank BUMN, Ini Efeknya ke Rupiah
Situasi geopolitik semakin pelik setelah Moskow mengisyaratkan perundingan gencatan senjata dengan Ukraina terhenti. Sementara itu, Amerika Serikat (AS) berupaya meredakan perang tetapi di sisi lain juga mendorong penerapan tarif perdagangan lebih tinggi terhadap Tiongkok dan India bersama negara-negara G7.Kebijakan tarif tersebut memperketat akses pembelian minyak Rusia. Washington sebelumnya menetapkan tarif 50 persen terhadap impor minyak Rusia oleh India, yang berpotensi menekan pasokan global dan menjaga harga energi tetap tinggi.
Dari sisi makroekonomi AS, data terbaru memperkuat spekulasi bahwa The Federal Reserve (The Fed) akan memangkas suku bunga acuan 25 basis poin pada pekan ini. Indeks Harga Konsumen (IHK) Agustus menunjukkan inflasi masih relatif tinggi, namun laju pertumbuhan ekonomi terlihat melambat.
Indikator ketenagakerjaan juga melemah. Nonfarm Payrolls (NFP) hampir stagnan pada Agustus, sementara klaim pengangguran awal naik ke level tertinggi dalam beberapa tahun. Pada saat bersamaan, tekanan harga di tingkat produsen menurun, memberi ruang bagi The Fed untuk mengendurkan kebijakan moneternya.
Dari dalam negeri, pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan melambat pada kuartal III 2025. Hal itu dipicu rendahnya belanja pemerintah serta kinerja perdagangan, terutama ekspor bersih, yang mulai menurun setelah sempat melonjak hingga Agustus akibat kebijakan front loading sebelum tarif impor baru AS berlaku.
Baca Juga:Utang Luar Negeri Indonesia Juli 2025 Menurun ke USD432,5 Miliar, BI Ungkap SebabnyaMeski demikian, prospek ekonomi pada kuartal IV dinilai lebih cerah. Pemerintah optimistis laju pertumbuhan akan kembali menguat seiring penyaluran stimulus fiskal dan insentif bagi sektor riil.
Pada kuartal II-2025, ekonomi Indonesia sempat tumbuh 5,12 persen (yoy), melampaui ekspektasi di tengah tantangan global. Pemerintah juga masih memiliki ruang fiskal dari Saldo Anggaran Lebih (SAL) meski Rp200 triliun telah dialihkan ke lima bank Himbara melalui Bank Indonesia untuk mendorong penyaluran kredit.
Sejumlah paket insentif tambahan kini tengah disiapkan termasuk perluasan insentif PPh 21 ditanggung pemerintah bagi pekerja sektor padat karya. Dengan mempertimbangkan faktor eksternal dan domestik, Ibrahim memperkirakan rupiah akan bergerak fluktuatif dalam jangka pendek.
"Rupiah berpotensi ditutup menguat di rentang Rp16.370–Rp16.420 per dolar AS pada perdagangan selanjutnya," katanya.









