Wamendagri Ungkap 43 Pulau Masih Bersengketa, Terbanyak di Jawa Timur dan Kepri
SUMEDANG, iNews.id- Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya mengungkapkan hingga saat ini terdapat 43 pulau di Indonesia yang berada dalam status sengketa.
Dari jumlah tersebut, 21 sengketa terjadi di dalam wilayah provinsi, sedangkan 22 lainnya merupakan sengketa antarprovinsi.
“Paling banyak sengketa dalam provinsi itu ada di Jawa Timur. Sedangkan antarprovinsi paling banyak di Kepulauan Riau,” ujar Bima di Kampus IPDN, Jatinangor, Sumedang, Senin (23/6/2025).
Menurutnya, pola sengketa pulau yang terjadi relatif serupa, seperti yang pernah terjadi antara Pemerintah Provinsi Aceh dan Sumatera Utara.
Permasalahan sering kali muncul akibat perbedaan pencatatan titik koordinat, kekeliruan penamaan wilayah, atau tumpang tindih klaim berdasarkan bukti historis.
“Satu pihak sudah mendaftarkan titik koordinat, pihak lain belum. Atau kadang ada kesalahan koordinat dan penamaan, tapi disertai klaim historis. Ini membuat penyelesaiannya cukup panjang,” kata Bima Arya.
Selama proses penyelesaian belum tuntas, kata Bima, wilayah pulau yang disengketakan tetap masuk dalam cakupan administratif provinsi tertentu hingga ada ketetapan hukum yang sah.
Di sisi lain, Bima juga menyoroti isu jual beli pulau yang kembali mencuat usai munculnya beberapa pulau di Anambas, Kepulauan Riau, di situs jual beli pulau internasional. Ia menegaskan, tidak ada satu pun pulau di Indonesia yang dapat dimiliki sepenuhnya oleh individu.
“Tidak ada pulau di republik ini yang bisa dikuasai atau dimiliki oleh pribadi 100 persen. Karena undang-undang mengatur batasan persentase kepemilikan,” katanya.
Bima menjelaskan, batas maksimal kepemilikan oleh pihak swasta adalah 70 persen, sementara 30 persen harus tetap menjadi milik negara.
Hal ini berdasarkan Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penataan Pertanahan di Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Dalam Pasal 9 ayat (2) huruf a dan huruf c.
“70 persen boleh dimiliki, tapi sisanya harus negara. Itu aturannya,” ucap Bima.
Ia juga memastikan bahwa pencatatan kepemilikan pulau, baik dalam bentuk hak sewa maupun penguasaan negara, sepenuhnya berada di bawah pengawasan instansi resmi.
“Pencatatan itu dimiliki oleh ATR/BPN. Mana yang wilayah konservasi, mana yang disewa, mana yang dikuasai negara semuanya harus jelas,” ujarnya.
Kemendagri, lanjut Bima, akan berkoordinasi dengan ATR/BPN serta pemerintah daerah untuk memastikan tidak ada wilayah negara yang lepas dari kendali hukum dan pencatatannya dilakukan sesuai aturan.
“Kami pastikan tidak ada wilayah yang lepas tidak sesuai prosedur hukum. Dan pencatatannya harus rapi, sesuai hukum yang berlaku di Indonesia,” katanya.