Perang Iran-Israel Tambah Beban Industri Keuangan
JAKARTA - Ketegangan geopolitik di kawasan Timur Tengah antara Iran dengan Israel menambah tekanan signifikan terhadap kinerja industri asuransi dan penjaminan nasional. Padahal sebelumnya, sudah ada tekanan dari perang dagang AS-Tiongkok dan konflik Rusia-Ukraina.
Direktur Utama PT Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo) M Fankar Umran menjelaskan, perlambatan ekonomi global yang juga dirasakan Indonesia turut berdampak pada sektor perbankan. Kondisi ini tercermin dari melambatnya penyaluran kredit serta masih tingginya rasio kredit bermasalah (NPL).
Akibatnya, pertumbuhan premi asuransi kredit melambat, sementara tingkat klaim tetap tinggi.
“Dalam konteks asuransi kredit, tantangannya bukan hanya pada penurunan premi, tetapi juga peningkatan klaim sebagai efek domino dari situasi global saat ini. Bahkan, dampak pandemi Covid-19 masih dirasakan hingga sekarang, meskipun pandemi telah lama berlalu. Hal ini terjadi karena risiko dalam asuransi kredit bersifat lagging spill-over atau long tail effect,” jelas Fankar, Rabu (18/6/2026).
Meski dihadapkan pada tantangan perlambatan, permintaan terhadap produk asuransi umum dan finansial tetap menunjukkan prospek positif, termasuk di sektor UMKM yang menjadi tulang punggung perekonomian nasional.
“Semakin besar penyaluran kredit ke sektor riil, semakin besar pula potensi pengembangan asuransi kredit,” tambahnya.
BI Jaga Stabilitas Ekonomi RI
Bank Indonesia (BI) terus memantau dengan saksama dua perkembangan utama ekonomi global yang berpotensi memengaruhi stabilitas dalam negeri seperti kebijakan tarif Amerika Serikat dan eskalasi ketegangan geopolitik di Timur Tengah.
Deputi Gubernur BI, Aida Suwandi Budiman mengatakan, terkait kebijakan tarif AS, perkembangan terbaru adalah pelipatan tarif baja dan aluminium.
"Ini yang mengakibatkan tentunya penghitungan kita terhadap beberapa tarif yang terjadi sedikit mengalami peningkatan," kata Aida dalam pengumuman hasil RDG BI periode Juni 2025 secara virtual.
Namun, dia menambahkan bahwa hal ini juga diiringi oleh dinamika positif dalam negosiasi tarif, seperti yang telah rampung antara Inggris dan Qatar, sementara negosiasi dengan berbagai negara lain, termasuk Indonesia, masih berlangsung.
Sementara itu, mengenai ketegangan geopolitik di Timur Tengah, Aida menyebut bahwa situasinya masih terus berkembang dan BI tetap berhati-hati.
"Kita terus berhati-hati tentunya memperhatikan bagaimana dampaknya kepada supply disruption pasokan ya teman-teman. Dan ini tentunya akan bisa mempengaruhi harga-harga komoditas, itu yang menjadi perhatian kami," ungkapnya.