BI Cermati Dampak Tarif AS dan Geopolitik Timur Tengah ke Ekonomi RI
JAKARTA - Bank Indonesia (BI) memantau dua perkembangan utama di ekonomi global yang berpotensi memengaruhi stabilitas dalam negeri. kebijakan tarif Amerika Serikat dan eskalasi ketegangan geopolitik di Timur Tengah.
1. Kebijakan Tarif AS
Deputi Gubernur BI, Aida Suwandi Budiman mengatakan, terkait kebijakan tarif AS, perkembangan terbaru adalah pelipatan tarif baja dan aluminium.
"Ini yang mengakibatkan tentunya penghitungan kita terhadap beberapa tarif yang terjadi sedikit mengalami peningkatan," kata Aida dalam pengumuman hasil RDG BI periode Juni 2025 secara virtual, Rabu (18/6/2025).
Namun, ia menambahkan bahwa hal ini juga diiringi oleh dinamika positif dalam negosiasi tarif, seperti yang telah rampung antara Inggris dan Qatar, sementara negosiasi dengan berbagai negara lain, termasuk Indonesia, masih berlangsung.
Sementara itu, mengenai ketegangan geopolitik di Timur Tengah, Aida menyebut bahwa situasinya masih terus berkembang dan BI tetap berhati-hati.
"Kita terus berhati-hati tentunya memperhatikan bagaimana dampaknya kepada supply disruption pasokan ya teman-teman. Dan ini tentunya akan bisa mempengaruhi harga-harga komoditas, itu yang menjadi perhatian kami," ungkapnya.
Aida menguraikan bahwa dampak perkembangan global ini terhadap Indonesia dapat terjadi melalui tiga jalur: pasar keuangan, perdagangan, dan pertumbuhan ekonomi.
2. Jaga Stabilitas Nilai Tukar Rupiah
Untuk jalur pasar keuangan, Gubernur BI Perry Warjiyo telah menyampaikan komitmen BI untuk terus menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah.
Dari jalur perdagangan, BI masih terus melihat perubahan terhadap permintaan.
"Kalau globalnya sudah mulai kelihatan dampak tarif ini mengonfirmasi prospek pertumbuhan ekonomi yang kami lihat dari negara-negara khususnya negara maju dan juga dari Tiongkok," jelas Aida.
Meskipun ada dampak tersebut, BI sejauh ini masih memperkirakan pertumbuhan ekonomi global tetap di angka 3 persen. Tidak ada perubahan signifikan untuk pertumbuhan negara lain kecuali India, yang peningkatannya disebabkan oleh peningkatan investasi domestik.
Dengan mempertimbangkan semua faktor ini, BI tetap mempertahankan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia.
"Dengan itu semua tentunya dari sisi baseline pertumbuhan ekonomi Indonesia, kami tetap melihat angkanya 4,6-5,4 persen," pungkas Aida.