KKJ Desak Kejagung Koordinasi dengan Dewan Pers untuk Menilai Karya Jurnalistik
JAKARTA, iNews.id - Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ) mendesak Kejaksaan Agung (Kejagung) berkoordinasi langsung dengan Dewan Pers perihal seluruh konten media yang dijadikan sebagai alat bukti. Hal ini disampaikan merespons penetapan Direktur Pemberitaan Jak TV Tian Bahtiar sebagai tersangka oleh Kejagung.
Diketahui, Kejagung menjadikan sejumlah topik pemberitaan yang dipublikasikan oleh perusahaan media Jak TV sebagai alat bukti yang disita. Sejumlah konten publikasi pemberitaan tersebut telah dihapus dan sudah tidak dapat diakses oleh Publik.
"Konten publikasi yang dimaksud sebagai alat bukti harus bisa diakses publik dan pihak-pihak terkait seperti Dewan Pers agar dapat dinilai apakah konten tersebut melanggar kode etik jurnalistik atau kritik terhadap proses hukum yang sedang berlangsung," kata Wakil Ketua Umum Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Wahyu Triyogo dalam keterangan resmi KKJ, Kamis (24/4/2025).
Kejagung juga diminta untuk meninjau ulang penggunaan delik pidana obstruction of justice dan membuka akses atau menjelaskan substansi konten yang dijadikan alat bukti. Dengan demikian, publik dapat menilai apakah konten tersebut memenuhi unsur pidana atau sekadar kritik terhadap proses hukum.
Menurut KKJ, penghalangan proses hukum (obstruction of justice) harus merupakan tindakan secara langsung/material menghalangi penyidikan, penuntutan dan persidangan. Sementara pemberitaan, opini publik, penyampaian pendapat di muka umum jelas bukan tindakan perintangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 UU Tindak Pidana Korupsi.
"Fokus atau tidaknya konsentrasi penyidik akibat membaca pemberitaan media dan penilaian masyarakat dalam kinerja penanganan perkara jelas tidak berhubungan dengan penyidikan dan penuntutan, juga tidak menghalangi penyidikan dan penuntutan. Kami melihat terdapat kesewenang-wenangan kekuasaan di sini," ujar Wahyu.
Pers disebut memiliki mekanisme penyelesaian sengketa yang harus dilakukan melalui Dewan Pers. Hal ini merupakan amanat UU No 40 Tahun 1999 Tentang Pers dan juga Nota Kesepahaman antara Dewan Pers dengan Kejagung.
"Penggunaan sejumlah pasal seperti Pasal 21 UU Tipikor (obstruction of justice) harus digunakan secara hati-hati karena berpotensi digunakan sebagai pasal karet terhadap kritik yang sering kali disampaikan publik pada proses penegakan hukum pada kasus tindak pidana korupsi," kata Wahyu.
Selain itu, KKJ mendesak Dewan Pers segera melakukan pemeriksaan etik terhadap oknum jurnalis yang diduga melakukan pelanggaran. Termasuk menelusuri secara menyeluruh karya jurnalistik yang telah dipublikasikan oleh yang bersangkutan.
Langkah ini dinilai penting agar publik mendapatkan kejelasan dan keadilan, serta untuk memastikan bahwa karya jurnalistik yang beredar benar-benar memenuhi prinsip dasar jurnalisme yang beretika, akurat, dan berpihak pada kepentingan publik.