Ambil Alih Gaza, Trump Ungkap Rencana Transaksi Real Estate
WASHINGTON, iNews.id - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump kembali menyinggung soal rencananya merebut Jalur Gaza. Dia pertama kali menyampaikan pernyataan kontroversial itu pada Selasa lalu.
Meski demikian, rencana itu tidak terburu-buru karena rekonstruksi Gaza membutuhkan waktu panjang.
Rencana tersebut menghadapi penolakan keras, bukan hanya dari Palestina dan negara-negara Arab, tapi juga sekutu-sekutu AS di Eropa. Banyak pihak, termasuk PBB, bahkan menyebut rencana itu sebagai pembersihan etnis.
Trump mengklaim rencana untuk Gaza yang disebutnya dengan transaksi real estate itu mendapat sambutan sangat baik. Tidak jelas pihak mana yang memberikan sambutan atas rencana itu, selain tentunya Israel.
Trump menjelaskan rencananya terhadap Gaza tak membutuhkan biaya besar, bahkan tak perlu mengirim pasukan.
"kita tidak membutuhkan siapa pun di sana. Itu akan dipasok dan diberikan kepada kita oleh Israel. Mereka akan mengawasinya dalam hal keamanan," katanya, seperti dikutip dari Anadolu, Minggu (9/2/2025).
"Kita tidak berbicara tentang pasukan di lapangan atau apa pun, tapi saya kira fakta bahwa kita hadir di sana, bahwa kita memiliki investasi di sana, akan sangat membantu menciptakan perdamaian," ujarnya, menambahkan.
Trump menegaskan pemerintahannya hanya ingin melihat stabilitas di Gaza seraya berharap ada bagian tertentu di wilayah itu yang bisa dimiliki.
"Itu akan menunjukkan dan mewujudkan stabilitas luar biasa dan di wilayah itu dengan biaya sangat kecil, harga sangat murah, dan kita sama sekali tidak membutuhkan tentara. Itu akan diurus oleh pihak lain, dan investasinya juga diurus oleh pihak lain," tuturnya.
Rencana Trump tersebut menghadapi perlawanan keras. Puluhan negara, termasuk Turki, Spanyol, Irlandia, Norwegia, Jerman, Prancis, Yordania, Mesir, dengan tegas menolak usulan tersebut. Bahkan penolakan datang dari mitra terdekat Trump dari Partai Republik, termasuk Senator Lindsey Graham dan Rand Paul.